Chapter 2

326 49 6
                                    

Mean kaget. Plan sudah berdiri di depan pintu rumahnya jauh sebelum waktu janji temu. Ia tentu saja mempersilakan Plan masuk dan saat itu rumah Mean lebih seperti kandang babi daripada kapal pecah.

"Aku khawatir Khun kerepotan, jadi aku datang untuk membantu mengurus Hope," ujar Plan menawarkan bantuan.

Mean berterima kasih. Ia tak menolak bantuan itu. Ia memang memerlukan uluran tangan untuk mengurus Hope. Plan langsung memberi susu, memandikannya dan kemudian menidurkan sang bayi.

"Sebentar lagi, Phi Gem dan beberapa pelayan akan datang ke sini dan membereskan rumah. Kuharap Khuj tak keberatan," ujar Plan menatap Mean sambil menyelimuti Hope.

"Astagaa! Aku merasa malu sekali! Maafkan aku jadi merepotkan!" ujar Mean, berdiri di ambang pintu kamar, sambil menggaruk kepalanya dan menatap Plan dengan tatapan malu juga.

"Tidak apa-apa. Khun memang memerlukannya. Aku ingin berdiskusi dengan Khun tentang sesuatu, tapi lebih baik Khun mandi dulu. Khun sudah sarapan?" tanya Plan lagi. Ia berjalan mendekati Mean.

"Belum, aku, uhmmm, tak ada waktu..., uhmmm," sahut Mean lagi.

"Kalau begitu aku siapkan. Mau apa?" tanya Plan lago sambil melipat kain baju pada tangannya.

"O, aku tak ingin merepotkan, " ujar Mean lagi.

"Katakan saja. Aku sungguh ingin membantumu. Waktu kita juga tak banyak untuk ke kuil dan kau juga harus ke kafe, bukan? Dan kita perlu bicara juga kau ingat?" Plan menjelaskan. Nadanya mirip seorang direktur memberikan perintah. Tak memaksa tapi cukup membuat anak buahnya mengikuti.

"Aku tak makan buah-buahan dan sayuran," ujar Mean.

"Okay. Kusiapkan sesuatu untukmu. Kau boleh mandi dulu," ujar Plan sekali lagi. Mean menganggukkan kepalanya dan kemudian berjalan menuju kamarnya.

"Ada salad tuna tanpa sayuran dan nasi goreng kemangi dengan dendeng daging. Duduklah!" ujar Plan dan kemudian menuangkan kopi ke dalam gelas dan air putih dan menyimpannya di atas meja. Mereka menarik kursi bersamaan dan duduk berhadapan.

"O, enak sekali! Kupikir wanita pebisnis tak akan bisa memasak," ujar Mean sambil mengunyah makanan.

"Aku memasak dan mengurus anakku sendirian. Aku tak percaya dengan orang lain. Aku ini istri dan ibu dan bisnis karena aku ingin mengembangkan potensi yang kupunya," ujar Plan lagi sambil menyisip kopinya.

"Boleh aku bicara tentang hal yang ingin kubicarakan itu?" tanya Plan lagi sambil menatap Mean.

"Ya, silakan," sahut Mean.

"Ada tiga hal yang ingin kubicarakan dengan Khun dan aku berharap Khun tidak tersinggung dengan yang akan kukatakan. Tolong jangan salah paham. Aku mengatakan ini karena aku sangat sayang kepada Orn dan kalian adalah bagian dari kehidupan Orn yang sangat penting. Oleh karena itu, aku berbicara ini," ujar Plan lagi. Ia belum mulai bercerita.

"Waduh, tampaknya serius, " sahut Mean dam ekspresi di wajah Mean juga berubah serius.

"O, jangan khawatir! Ini tidak seburuk yang kau bayangkan," sahut Plan lagi.

Mean menganggukkan kepalanya, tetapi sorot matanya mengandung rasa penasaran.

"Pertama, aku ingin menjaga Hope selama Khun Mean belum menemukan pengasuh yang tepat untuknya. Aku datang ke sini untuk menenangkan pikiranku dan dalam waktu yang tak terbatas. Aku baru bercerai dan ingin menyegarkan pikiranku sebelum aku kembali pada dunia bisnisku, jadi aku punya banyak waktu luang. Hope tidak akan merepotkan aku, malah bisa jadi, ia membantuku mengatasi masalahku. Jadi, kalau kau tak keberatan, tolong izinkan aku untuk menjaganya. Aku memikirkan ini tadi malam. Dan aku sudah berbicara dengan Jeane dan ia sangat senang. Juga jangan khawatirkan bisnisku, aku punya dua asisten andal yang menanganinya. Sesekali aku memang harus kembali ke Prancis atau pergi ke Bangkok. Namun jika itu terjadi, aku pasti akan bicara denganmu. Kalau kau tak keberatan, kau bisa memberikan Hope di pagi hari dan membawanya pulang di malam hari  atau bisa saja ia bersamaku seterusnya dan jika kau merindukannya, kau bisa datang melihatnya. Yang mana saja nyaman untuk Khun, Khun bisa tentukan, aku tak keberatan." Plan menjelaskan panjang lebar.

Mean menganga sejenak dan ia kemudian menganggukkan kepalanya sebelum menanggapi tawaran Plan.

"Wah, Khun datang dengan pemikiran yang matang. Aku sangat berterima kasih atas tawaran Khun. Sejujurnya, aku memang perlu bantuan. Tapi, pada saat yang sama, aku juga tak mau merepotkan dan tak mau membuat Khun mempunyai tanggung jawab yang lain, padahal Khun ke sini untuk menyegarkan pikiran. Terlepas dari berat atau tidak masalahnya, aku khawatir, Hope malah akan membebanimu. Terus terang, aku tak akan menolak tawaran Khun dan sangat bersyukur karena Hope dan aku sangat beruntung karena orang seperti Khun menganggap kami seperti keluarga, aku berterima kasih. Tapi, jika suatu hari memang Khun lelah dan berpikiran lain, tolong jangan sungkan untuk jujur berbicara denganku jadi, Hope bisa aku bawa kembali," ujar Mean juga panjang lebar.

"Itu artinya Khun setuju aku menjaganya?" Wajah Plan terlihat sangat sumringah.

Mean menganggukkan kepalanya.

"Dan itu juga artinya, ia tinggal bersamaku dan Khun bisa melihatnya jika Khun mau, begitu?" tanya Plan menegaskan.

"Benar! Aku akan melihatnya setiap hari sebelum bekerja dan sesudsh bekerja, tapi ia akan bersama dengan Khun jika tidak merepotkan. Aku khawatir dengan kondisinya jika ia bolak balik. Biar saja aku bolak-balik ke Vila," ujar Mean lagi. Plan menganggukkan kepala dan tersenyum.

"Khun juga bisa menginap di Vila jika Khun mau. Ada banyak kamar di sana, " sahut Plan.

"Terima kasih atas tawarannya," sahut Mean.

"Khun bisa bilang kepada Phi Gem atau Phi Nook dan ia akan mengaturnya untuk Khun," sahut Plan lagi.

"Terima kasih," sahut Mean lagi.

"Dan mengingat bahwa Khun Plan sudah menganggapku sebagai keluarga, bagaimana kalau kita drop saja formalitas ini. Khun Plan bisa menyebut namaku langsung dan aku juga bisa melakukan hal yang sama kepada Khun," sahut Mean.

Plan diam sejenak.

"Ya, baiklah. Aku juga tak nyaman dengan panggilan Khun. Biasanya orang Thai bilang itu kepara seseorang yang tak terlalu dekat atau malah pacar atau yang dihormati, bukan? Kita sudah seperti keluarga. Baiklah, uhmmm, Mean. Kau boleh panggil aku Plan." Plan menjelaskan.

Keduanya menyantap lagi makanan.

"Dan yang kedua?" ujar Mean.

"Uhm, yang kedua," sahut Plan sbil menganggukkan kepalanya dan menyimpan gelas kopinya lagi.

Ia menatap Mean dengan serius.

Bersambung.

SECOND LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang