Chapter 7

296 45 2
                                    

Mean dan Plan menikah dengan sederhana. Mereka terbang ke Prancis dan memulai rencana mereka.

Mean belajar mendalami kopi dan kafe di sebuah sekolah di Prancis selama dua tahun dan kemudian pergi ke berbagai pelosok negara-negara yang terkenal sebagai penghasil kopi terbaik, termasuk Indonesia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mean belajar mendalami kopi dan kafe di sebuah sekolah di Prancis selama dua tahun dan kemudian pergi ke berbagai pelosok negara-negara yang terkenal sebagai penghasil kopi terbaik, termasuk Indonesia.

Ini memakan waktu kurang lebih tiga tahun sampai akhirnya Mean percaya diri untuk membuka kursus atau sekolah khusus bagi para peminat kopi dan kafe. Bahkan karena keahliannya ini, Mean sering diundang ke seminar dan ceramah di kuliah umum di kampus-kampus.

Ada banyak hal yang terjadi tentunya dalam kisah rumah tangga mereka juga. Semuanya lebih didominasi kebahagiaan dan semuanya karena keduanya memang sama-sama berjuang untuk kehidupan mereka.

Kenapa mereka harus berjuang? Bukankah mereka tak kekurangan sesuatu apa pun?

Benar.

Tapi kedua orang yang berada dalam sebuah ikatan yang dinamakan pernikahan itu, datang dari latar belakang kehidupan yang berbeda tentu saja perlu banyak penyesuaian, negoisasi, dan pemahaman. Plus, mereka sebelumnya kenal tak terlalu lama, jadi, tak terlalu paham dengan kebiasaan dan selera masing-masing pula.

Misalnya saja, Mean pernah ragu untuk memberikan beberapa hadiah yang sengaja ia beli meski tak ada momen, mengingat barang-barang yang dikenakan Plan selalu bermerek dan mahal.

Namun, saat Plan menemukan hadiah-hadiah Mean yang disimpan di laci kerjanya tanpa sengaja dan Plan cemburu karena ia pikir Mean punya wanita lain, Mean akhirnya mengomunikasikan pikirannya.

"Plan, kau salah paham! Dengar dulu penjelasanku!" sahut Mean pada suatu malam setelah mereka menikah selama kurang lebih enam bulan. Mereka berada di dalam kamar mereka dan duduk di tepi ranjang dengan semua hadiah di antara mereka.

"Kau mengumpulkan kado sebanyak itu untuk siapa? Aku akan dengarkan penjelasan darimu! Satu kali saja dan jika terdengar tak masuk akal, aku tak akan sungkan menendangmu dari hidupku," nada Plan sangat tinggi. Muka cemberut, kedua alis hampir saja reuni dan bibir manyun serta mata yang mendelik dan marah pula.

Sebenarnya bagi Mean, Plan tetap saja imut, tapi jelas ada cemburu dan marah di sana dan jelas Mean belum pernah melihat sisi Plan yang ini. Di dalam hatinya, Mean bahagia. Setidaknya ia tahu bahwa Plan juga mencintai dirinya. Cemburu bukannya berarti tanda cinta.

Mean mengembuskan napas lalu mendekati Plan dan duduk tepat di sebelahnya.

"Semua kado itu untukmu. Setelah pernikahan setiap minggu samapi saat ini aku membelinya. Namun, aku punya satu masalah," ujar Mean sambil menatap Plan hangat.

Plan melirik ke arahnya dan mengeryitkan alisnya. Ia penasaran dan meminta Mean melanjutkan penjelasannya.

"Aku mengamati semua barang yang kau pakai. Semuanya bagus, indah, bermerek dan mahal. Kau tahu penghasilanku tak seberapa. Jauh jika dibandingkan dengan dirimu. Dan sekarang aku juga sekolah. Aku beruntung kau tak pernah menuntut banyak hal kepadaku, meminta sesuatu melebihi kemampuanku. Aku sangat menghargai itu. Karena itu, aku membeli barang-barang itu untukmu. Barang-barang itu seleraku yang dalam bayanganku akan sangat sesuai jika kau pakai. Tapi mereknya, harganya dan warnanya, mungkin kau tak akan menyukainya. Jadi, aku berpikir lagi dan akhirnya, aku tak punya keberanian untuk memberikan nya. Jadi, aku simpan di dalam laci." Mean menjelaskan dengan terperinci.

Plan menganga. Ia tak pernah berpikir tentang hal ini, bahwa suaminya sangat lembut dan perhatian. Dan ia ternyata romantis juga.

"Yang kau katakan benar?" Plan memicingkan matanya.

"Kita bisa buka bersama semua hadiah yang sudah kukumpulkan. Kupikir memang kita seharusnya membicarakan hal ini. Kita akan selamanya bersama, bukan? Dan aku bahagia bersamamu. Jadi, memang seharusnya kita tidak saling menyembunyikan sesuatu, hmmm?" Mean mengambil tangan Plan dan menciumnya lembut.

"Baiklah. Aku minta maaf," ujar Plan dengan nada yang lebih lembut.

"Tidak apa-apa. Kau cemburu artinya kau juga cinta dan sayang kepadaku. Aku bahagia," ujar Mean sambl memgelus kepala Plan dan kemudian memeluknya.

"Maafkan aku karena tak dengan cepat berbicara soal ini, na!" ujar Mean.

"Maafkan aku sudah menuduhmu berselingkuh!" sahut Plan dengan nads menyesal.

Mereka berpelukan lalu berciuman. Mean mendorong Plan untuk merebah.

"Meaaan, katanya mau buka hadiah," sahut Plan menahan tangannya masuk ke dalam gaun malamnya.

"Baiklah!" ujar Mean. Keduanya berfokus pada setumpuk hadiah dan mulai membukanya satu demi satu. Plan sungguh bahagia. Ia senang dengan semuanya. Bahkan salah satu hadiahnya adalah gaun malam yang menurutnya sangat seksi dan berkelas. Mean punya selera juga rupanya. Ia kemudian mengenakan gaun seksi itu dan Mean menganga dibuatnya.

"O, cocok sekali! Kau terlihat sangat memukau," ujar Mean dengan wajah yang penuh dengan kekaguman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"O, cocok sekali! Kau terlihat sangat memukau," ujar Mean dengan wajah yang penuh dengan kekaguman.

"Istri siapa?" tanya Plan dengan suara yang lirih. Ia mendekati Mean.

"Istriku. Milikku," jawab Mean dengan mantap. Plan tersenyum. Ia duduk di pangkuan Mean dan menangkup wajahnya dan mereka berciuman mesra. Mean langsung melingkarkan kedua tangan kekarnya di pinggang Plan.

"Aku mencintaimu, Mean," lirih Plan.

"Aku juga," lirih Mean dan mereka berciuman lagi.

"Ah, hampir saja lupa!" ujar Plan setelah mereka melepaskan bibir mereka.

"Apa?" tanya Mean heran.

"Aku juga punya kejutan untukmu," sahut Plan pelan. Ia beranjak dari pangkuan Mean dan berjalan menuju laci nakas. Ia kembali dengan sebuah amplop dan memberikannya kepada Mean. Mean yang penasaran dengan cepat membukanya dan ia menganga.

"Kau hamil?" Mean kaget dan wajahnya terlihat sangat bahagia.

"Uhm, kau bahagia?" tanya Plan sambil mengalungkan kedua tangannya di leher Mean.

"Tentu saja. Baby, terima kasih," ujar Mean lagi dan ia mengusap perut Plan lembut dan kemudian berciuman lagi.

Mereka melanjutkan kegiatan mereka malam itu dan desahan demi desahan kecil terdengar dari balik pintu kamar mereka.

Bersambung

SECOND LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang