Bagian 9

23K 1.5K 40
                                    


Suara klakson motor yang dibunyikan berkali-kali terdengar sangat memekakan telinga. Sang pelaku yang sedari tadi membunyikan klakson itu terlihat tidak baik. Ia semakin menjadi-jadi dan memencet klaksonnya dengan amat berlebih kala gerbang pintu dari rumah megah itu tak terbuka-buka. Suasana malam yang dingin tak mampu mendinginkan kepalanya.

Setelah ada seseorang yang berseragam security datang untuk membukakan gerbang itu, pemuda berjaket hitam itu langsung me-gas motornya dengan keras sehingga ia melaju ke dalam halaman rumahnya dengan cepat.

"BRENGSEK!"                

Seorang wanita paruh baya yang sepertinya seorang pelayan disana ketakutan kala melihat tuan mudanya yang masuk ke rumah dengan membanting helmnya.

"T-tuan muda –"

"APA?!" –Dani, pemuda itu, menatap nyalang sang pelayan dengan marah. Ia menarik napasnya dalam-dalam. Setelah ia mulai tenang, ia memijat pelipisnya –terasa pening datang padanya "Kenapa kalian lama sekali membuka gerbangnya?! Mau gue pecat?!"

Wanita itu menunduk takut. Tampak sekali tangannya gemetaran seperti itu.

Tak ingin memperpanjang lagi, Dani naik ke lantai dua –kamarnya –dan dengan keras ia membanting pintu kamarnya.

"ARGGHH –SIAL!" tak lagi ia hiraukan penampilannya sekarang ini. Ia remas rambutnya frustasi. Seragam sekolahnya sudah kusut tak berbentuk, kedua mata hazelnya terdapat setitik air mata.

"Kenapa gue bisa hilang kendali kayak tadi sih?!" kemudian Dani menendang kaki ranjangnya yang langsung ia sesali karena detik berikutnya kakinya berdenyut sakit. Lengkap sudah penderitaannnya. Ia ingat betul bagaimana mata Dave yang memandangnya dengan marah dan kecewa yang membuat hatinya sakit. Ia cengkram bagian depan seragamnya. Disini –dihatinya –kenapa terasa sakit sekali saat di pandang seperti itu oleh Dave? Dia memang orang yang sudah Dani anggap spesial, dan ia tak ingin menyakitinya. Tapi kini? Ia sendiri yang membuatnya marah seperti tadi. Ini lebih sakit dari pada saat Dave akrab dengan Rifki di depannya. Jika waktu bisa terulang kembali, pasti dia tak akan melakukan itu. Dia akan mengatasi dirinya yang hilang kendali, dan Dave, tak akan memandang benci seperti tadi.

"SIAL! SIAL ! SIAL!" dengan geram, Dani lampiaskan lagi amarahnya dengan melempar berbagai barang yang ada di meja belajarnya. Kembali menggeram –ia akhirnya menjatuhkan diri ke ranjang. Membenamkan teriakannya pada bantal. Dan detik berikutnya, ia jatuh tertidur. Rasa ini sungguh menguras tenaga dan batinnya.

*****

Dave

Gue udah enggak tahu, berapa lama gue lntang luntung di jalanan seperti ini. Yang gue inget, tadi waktu gue keluar rumah masih terang dan sekarang sudah malam dan di ponsel gue menunjukkan pukul setengah sepuluh. gue menunduk takut saat puluhan pasang mata –yang sama sekali gue kenal ngelirik gue heran. Tentu saja –mana ada remaja yang lantang luntung di jalan malam-malam begini dengan masih mengenakan seragam yang amat kusut dengan debu yang menempel di seragam gue. Pasti mereka kira gue baru aja kabur dari sekolah atau kabur dari rumah. Gak salah sih, emang gue tadi kabur kok –kabur saat Dani ngelakuin itu ke gue.

"Hahh..." gue ngehela napas dan ngangkat tangan gue ke bibir. Rasanya masih saja terasa. Kenapa? Kenapa bisa Dani seperti itu? Gue juga kaget. Dan kini gue tahu kenapa Dani enggak suka banget gue deket-deket dengan Rifki, itu karena dia –

"Gue suka sama lo, Dave."

Gue nggelengin kepala gue kuat-kuat ketika terdengar suara Dani yang berdengung di telinga gue.

Oh Tuhan....

Gue mangacak-acak rambut gue frustasi. Sungguh! Ini sudah di luar dugaan gue banget. Kenapa Dani bisa kayak gitu? Siapa yang membuatnya jadi seperti itu? Apa bener gue yang bikin dia kayak gitu?

Love You More [BoyxBoy] -COMPLETED√-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang