Senyum penuh kebahagiaan tak pernah lepas dari wajah tampan Dani sejak bangun pagi tadi. Ia mungkin belum pernah merasakan sebahagia ini semenjak ibunya meninggal. Bahkan tadi kakaknya menganggapnya gila waktu membuka kulkas untuk mengambil susu, Dani masih saja senyum-senyum tak jelas sambil menerawang ke atas membayangkan sesuatu.
"Lo habis dapet lotre? Bahagia bener."
Bahkan sekarang, kakak beradik berwajah tampan itu duduk di ruang makan, Dani masih tak menurunkan lengkungan bibirnya. Membuat kakaknya menaikkan sebelah alisnya.Pertanyaannya yang tadi pun belum ia jawab. Geram, sang kakak menendang kaki adiknya dari bawah meja.
"Ouch! Apaan sih, kak!" seperti tersadar dari sesuatu, Dani kaget dengan tendangan kakaknya hingga nyaris menjatuhkan kotak susu yang ia pegang. Pandangan mematikan langsung ia arahkan pada sang kakak yang kini sedang tersenyum penuh kemenangan.
"Lo yang apaan! Ditanya malah senyum-senyum gak jelas gitu."
Dani menggrundel tak jelas dengan masih mengelus kakinya –ugh ternyata sakit juga.
"Siapa yang senyum-senyum gak jelas? Kayak orang gila aja."
"Lo. adik kakak tercinta~"
Sejenak Dani bergidik ngeri mendengar nada menggoda sang kakak dengan kata 'tercinta'
"Hell –kak, gue udah gede. Plis jangan godain gue lagi. Oh! Satu lagi, gue senyum-senyum itu dari tadi jelas alasannya –asal kakak tahu."
Pria berumur 23 tahun itu menyeringai dibalik gelas susunya yang tengah ia teguk.
"Memang apa alasan lo senyum-senyum senang seperti itu?"
Selesai menghabiskan segelas susunya, Dani berjalan menuju sepatu yang tadi ia taruh di sofa depan tv. Sambil memasang sepatunya, Dani menjawab pertanyaannya kakaknya dari ruang tengah, "Ada deh. Ini urusan anak muda, orang tua gak boleh tahu."
Dari belakang, Leo –kakak Dani terkekeh kemudian menyusul sang adik dan duduk di sebelah Dani yang sudah hampir selesai memakai sepatu.
"Iya...iya kakak emang udah tua, tapi perlu tahu dong apa yang membuat adiknya senang seperti ini."
"Kan ada yang namanya privasi. Jadi, maaf kak, kali ini gue belum mau cerita." Lalu Dani berdiri, merapikan seragam sekolahnya dengan memandang dirinya dari pantulan layar TV flat yang mati. "Kak, gue udah keren belom?"
Tersenyum, Leo mengacungkan jempol tangannya ke depan wajah Dani. "Adik kakak udah keren. Gak nyangka lo udah segede ini, dulu kan kemana-mana lo buntutin gue."
"Gak usah bahas masa lalu deh."
Pria bertubuh jangkung itu tertawa lalu memukul punggung adiknya "Sudah sana berangkat."
Dani mengangguk, ia memakai jaketnya dan mengambil tasnya yang tergeletak dilantai sebelah sofa "Berangkat, kak."
Dengan perasaan senang, Dani berjalan ringan menuju pintu depan, namun belum sempat membuka pintu, kakaknya kembali memanggilnya.
"Apa lagi sih kak?!" kesal Dani.
"Gak. Cuma kakak titip salam buat pacar lo yang jadi wallpaper ponsel juga background laptop lo –aishh siapa namanya... oh! Dave! Iya itu. Hahaha –"
"KAK –" belum sempat Dani mengejarnya, kakaknya sudah lari duluan menuju lantai atas.
Astaga! Kenapa kakaknya bisa tahu? Kapan kakaknya membuka ponsel atau laptopnya? Bahkan memegang ponselnya saja, kakaknya belum pernah –jadi kapan dia melihatnya?
Entahlah.
Mengedikkan bahunya, Dani segera melangkah keluar. Sedari tadi Dave sudah berisik memberi pesan lewat LINE untuk segera menjemputnya karena memang hari sudah mulai siang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love You More [BoyxBoy] -COMPLETED√-
Teen FictionDave Ivander Kim, remaja pria yang memiliki wajah cantik berkat darah korea yang mengalir padanya. ia semula sangat menentang dan membenci istilah 'Yaoi' atau percintaan sesama pria. namun sejak ia tahu bahwa teman sebangkunya mencintainya, hatinya...