13 | Taeyong

291 65 2
                                    

In the Living Room

.
.
.

Kedekatan Zanna dan Johnny semakin menjadi. Mereka kini semakin sering menghabiskan waktu bersama di panti. Terkadang Johnny berkunjung ke rumah Zanna untuk santap siang atau malam. Begitu juga sebaliknya. Dan semua itu kini sudah diketahui oleh semua warga Jl. Anggrek 2. Bahkan sepertinya mereka pun sudah melupakan status Zanna dan Taeyong yang masih berpacaran.

Sama hal nya dengan Zanna.

Sejak kejadian makan malam bersama itu sekarang Zanna lebih banyak memfokuskan diri dengan hal-hal yang ia sukai. Entah apa alasan pastinya, namun dalam hati Zanna ia sudah enggan bertemu dengan Taeyong. Padahal apa yang ia lihat dan kira belum tentu benar sepenuhnya.

Seperti sekarang misalnya. Zanna sudah menghabiskan hampir 5 jam waktunya untuk berdiam diri di kamar. Tidak banyak hal yang ia lakukan. Hanya menatap deretan sukulen di tepi jendela yang ia dapat dari Yeri bulan lalu. Matanya mengamati setiap inchi dari tumbuhan mini yang masih satu keluarga dengan kaktus itu. Mulai dari batangnya yang mulai tumbuh duri-duri kecil, tunas hijau muda yang mencuat dari ujung batang tua, hingga daun kecil yang mulai bermekaran.

Saking asiknya Zanna mengamati anak-anak kecilnya, ia tidak mengetahui jika ponsel yang ada di atas nakas bergetar sedari tadi.

"Zan?" panggil mama dari luar kamar.

"Ya, Ma?"

Mama Anna tidak menjawab melainkan segera membuka pintu kamar Zanna dan menghampiri putrinya yang masih menaruh dagunya di atas sandaran kasur. Gadis itu hanya menoleh sedikit ke arah mamanya dan membenarkan selimutnya yang sedikit tersingkap.

"Ada Taeyong di bawah, katanya mau ketemu sama kamu."

Taeyong.

Mendengar namanya saja membuat seluruh gairah hidup Zanna tiba-tiba terhempas melayang. Matanya menyiratkan bahwa dirinya sama sekali sudah tidak peduli dengan pria yang mengisi hatinya 4 tahun ini. Hanya karena sebuah kesalahpahaman yang belum pernah mereka bicarakan, namun Zanna sudah merasa bahwa akhir dari hubungan mereka sudah di depan mata.

"Kok mukanya begitu?" Mama Anna yang sedari tadi memperhatikan raut wajah bimbang Zanna turut curiga. Belakangan ini putrinya itu memang sudah terbilang jarang menceritakan segala hal yang berhubungan dengan Taeyong. Terakhir kali ketika Taeyong datang menjenguknya ketika ia sedang dilanda trauma pasca pelecahan yanh diterima.

"Gak apa-apa," jawab Zanna menutupi raut wajah kesalnya. Ia bangkit dari tempat tidur dan menuju sudut kamar yang sengaja ia buat seperti ruang ganti. "Mama turun duluan aja. Nanti aku nyusul," katanya dari balik bilik kain.

Bertahan pada sebuah hubungan yanh sudah tidak baik komunikasinya memang tidak mudah. Terlebih ketika kedua pasangan memiliki karakter kepribadian yang sama-smaa tertutup dan enggan memulai semuanya sendiri. Semakin mempersulit kemungkinan keterbukaan dalam hubungan mereka. Hal ini yang sedang melanda hubungan Taeyong dan Zanna. Mereka sama-sama memiliki hal yang sebenarnya ingin mereka tanyakan namun tidak tahu harus memulai dari mana. Keduanya lebih senang untuk memantau dari jauh bagaimana pasangan mereka dan kemudian mengkonfirmasikan hal tersebut ke pada yang bersangkutan.

Dengan senyum di wajah yang dipaksakan, Zanna menghampiri Taeyong yang tengah menyirami bunga matahari di taman belakang. Tidak menyapa seperti biasanya, Zanna justru memilih untuk duduk di sebuah kursi tepat di belakang Taeyong.

"Hai!" sapa Taeyong dengan wajah bahagianya. Zanna hanya membalas dengan sebuah senyum tipis yang ia simpul.

Pria itu mendekat. Menghampiri gadisnya yang ia kira sedang kurang sehat. Diraih tangan mungil Zanna dan diusap lah punggu tangannya. Matanya menatap dalam manik Zanna dengan raut khawatir yang dibuat. Zanna tahu bahwa tatapan Taeyong tidak benar-benar mengkhawatirkan dirinya.

"Kamu sakit?"

Zanna menggeleng.

"Bete di rumah?"

Gadis itu menggeleng lagi.

"Terus mau apa?"

Zanna mengembuskan napasnya dengan kasar. "Aku mau istirahat. Kakak ada perlu apa? Kalo gak ada, mendingan pulang aja." katanya kemudian berlalu meninggalkan Taeyong.

Belum ada langkah kakinya meninggalkan halaman belakang, lengan kurus Zanna terkunci oleh genggaman tangan Taeyong dengan kuat hingga membuat beberapa urat di punggung tangan pria itu mencuat. Zanna diam menatap kosong tangan yang dulu selalu menjadi tujuan pertama ketika hatinya gundah.

"Zan, i love you."

Zanna tidak berkutik. Tidak terlihat bahwa dirinya menunjukkan akan membalas ucapan pria di hadapannya itu. Tidak juga menatap manik hitam kecokelatan Taeyong meski satu detik pun. Zanna hanya menundukkan kepalanya. Kemudian melepas genggaman Taeyong dan berlalu menuju kamarnya.

Kini Zanna dilanda berjuta rasa. Hatinya sakit mendengar pernyataan cinta Taeyong yang terdengar berbeda dari sebelumnya. Melihat fakta bahwa pria yang paling ia cintai itu kini sudah tidak menjadi dirinya yang dulu. Bukan lagi menjadi pria yang selalu menjadi tujuan pertama Zanna ketika ia resah. Menjadi pria yang selalu meminjamkan bahunya bagi Zanna untuk bersandar ketika ia lelah. Bukan lagi menjadi pria yang selalu menggenggam tangan Zanna erat dan memberinya dukungan sepenuh hati ketika gadisnya putus asa. Kini Taeyong telah berubah di mata Zanna.

Jari-jemari Zanna kini bermain di atas dedaunan sukulen yang sudah menjadi sahabat sejatinya. Ia usap lembut pohon kecil berukuran 5 sentimeter itu. Menatapnya kosong. Hingga tetesan air mata perlahan lolos dari peraduannya.

"Kamu bohong, Kak."

"Kamu bukan lagi Taeyong yang aku kenal."

Dan beberapa kalimat lainnya yang Zanna lontarkan dalam isaknya. Gadis itu lelah sekarang. Lelah menghadapi kerasnya dunia yang enggan untuk berpihak kepadanya. Lelah atas semua takdir yang langit berikan padanya. Lelah menerima kenyataan bahwa orang yang ia cintai kini mengkhianatinya.

Rasa lelah dan kecewa Zanna diperkuat dengan masuknya sebuah notifikasi dari Doyeon yang mengirimkan sebuah tangkapan layar dari feed instagram milik seorang wanita yang ia kenal. Wanita yang dikenalnya cukup baik karena semasa sekolah Zanna sangat mengaguminya. Seorang wanita berparas cantik bak super model dengan segudang prestasi yang membanggakan. Sungguh sebuah fakta yang kontras dengan diri Zanna. 

"Zan, sorry banget bukan maksud gue mau buat lo sedih. Tapi gue udah mantau ini orang dari bulan kemarin kok kayak ada yang aneh sama dia. Ternyata dia jadian sama kak Taeyong."   

Begitu isi pesan Doyeon ketika mengirimkan hasil tangkapan layar yang ia dapatkan. Dari kejauhan ia berdoa semoga Zanna bisa baik-baik saja walaupun ia tahu itu pasti sulit.

Tangis Zanna semakin pecah. Ponselnya ia lempar begitu saja di atas kasur hingga terselip di antara dinding dan kasur. Tubuhnya bergetar. Dadanya sakit dan sesak. Hatinya hancur berkeping-keping. Harapan masa depannya untuk hidup bersama selamanya dengan Taeyong pupus sudah. Semua rencana serta persiapan yang sudah Zanna persiapkan sia-sia belaka. Kini tidak ada lagi yang namanya Taeyong dan Zanna. Tidak akan ada lagi panggilan Si Kecil dan Si Tampan dari orang-orang sekitar. Semua hempas menjadi kenangan belaka. 

Taeyong.

Nama yang dulu selalu tertaut dalam doa Zanna. Kini perlahan akan menghilang. Bukan Zanna tidak ingin Taeyong bahagia dengan hidupnya. Hanya saja pria itu sudah tidak lagi menjadi prioritasnya.

Taeyong.

Pria yang selalu menjadi dambaan seluruh ibu-ibu komplek agar bisa menjadi pendamping Zanna. Kini tinggal kenangan.

Taeyong.

Seorang pria yang mengajarkan arti bahwa berpisah bukan berarti harus membenci. Berpisah bukan berarti selesai semua. Hanya status yang berubah. Dulu bersama. Kini berjalan menuju arah yang berbeda.

Taeyong.

Sesosok yang mengajarkan bahwa manusia sejatinya berubah-ubah. Manusia tidak bisa ditebak. Mungkin hari ini ia berkata A. Namun bisa saja besok ia berkata Z.

"Makasih Kak untuk 4 tahunnya."

Kemudian Zanna merobek foto dirinya dengan Taeyong di hari pertama mereka resmi bersama.

Selamat tinggal, kenangan.

.
.
.

To be continued

In the Living Room | Johnny Suh, Mark Lee, and Haechan Lee✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang