Biasakan mem-vote sebelum membaca ya. Caranya simple, tinggal klik bintang di pojok kiri bawah, selesai deh. Hal mudah yang sangat berarti buat author dan bisa jadi imboost semangat buat nerusin chapter selanjutnya. Terima kasih sebelumya. Hatur nuhun
Memori itu datang lagi. Memori ketika anak lelaki tampan di dalam mimpinya memeluknya. Rasanya persis sama dengan pelukan Devan saat ini. Apakah anak laki-laki di dalam mimpinya itu adalah Devan?
Ah. Itu karena Sheryl tidak pernah dipeluk laki-laki sebelumnya. Mungkin saja jika dipeluk lelaki lain akan sama rasanya. Sheryl menepiskan kemungkinan itu dari kepalanya.
Dan keajaiban terjadi, denyut di kepala Sheryl tidak bertambah sama sekali. Nyeri itu justru berkurang dan perlahan menghilang. Pelukan Devan ternyata adalah obatnya. Benarkah?
Bagaimana bisa hal-hal itu sungguh berlawanan. Hal-hal kecil dari Devan yang selalu mencetuskan sakit kepalanya justru takluk dengan sebuah pelukan hangat dari Devan.
Bagaimana mungkin? Sentuhan kecil yang dapat membuat Sheryl nyeri hebat, justru berbanding terbalik dengan pelukan erat yang meringankan nyeri di kepalanya. Ketika percikkan kecil memantik memori itu untuk datang, dan paparan yang besar justru menghangatkan seluruh otot di tubuh Sheryl hingga seluruh otot Sheryl terasa rileks. Semua ketegangan yang membuat syaraf kepala nya berdenyut seolah mencair.
Apakah sama seperti teori vaksin? Layaknya virus yang terpapar dari orang lain akan menyebabkan penyakit, tetapi ketika virus itu sendiri dimasukkan ke dalam badan dengan jumlah yang tepat, maka virus itu yang akan melindungi dan menjadi tameng untuk tubuh.
Sheryl akhirnya menemukan obatnya. Setelah berpuluh-puluh tahun Sheryl mencari obatnya. Berkonsultasi dengan semua psikiater yang ada di negeri ini. Dan ternyata, dia menemukan obatnya di dalam pelukan Devan. Lelaki yang dijodohkan dengannya ini memiliki penawarnya. Sheryl bernafas lega.
Wajah Sheryl merona. Bahagia dan malu bercampur menjadi satu. Bahagia karena penawar nyeri nya sudah ditemukan dan malu memikirkan saat ini dia sedang berada dipelukan lelaki tampan dan gagah seperti Devan. Wajar jika semua wanita berlomba-lomba ingin dipeluk Devan. Ternyata pelukan Devan mengandung obat mujarab yang dapat menenangkan hati, jiwa dan raga. Sheryl merasa beruntung sekali dapat menemukan penawarnya. Sheryl tersenyum. Dia harus berterima kasih kepada Devan karena Devan sudah bersedia untuk memeluknya.
Tapi seketika senyum itu kemudian memudar. Bagaimana mungkin dia akan meminta Devan untuk memeluknya setiap sakit kepala itu datang. Devan pasti akan menganggapnya wanita murahan yang sengaja menjebak Devan untuk memeluknya. Devan pasti menganggap semua ini hanya sandiwara Sheryl. Tentu Sheryl tidak bisa bergantung pada 'obat' baru nya ini.
Sheryl perlahan melonggarkan pelukan Devan berusaha melepaskan tubuhnya dari Devan. Devan yang merasakan sheryl menjauhkan badannya, segera melepas pelukannya
"Bagaimana Sheryl? Apakah sakit kepalanya bertambah hebat?" Tanya Devan cemas sambil memandang wajah Sheryl yang merah seperti udang rebus.
Sheryl mematung menatap iris gelap Devan tak berkedip.
Devan mengernyitkan dahi membalas tatapan Sheryl.
"Wajah kamu merah sekali sheryl. Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan. Apakah aku harus menyuntikkan obat ini sekarang?" panik Devan. Dia sudah seperti orang gila. Otaknya sudah tidak bisa berfikir normal.
"Mas devan..." panggil Sheryl lemah
"Ya Sheryl? Bagaimana? Obatnya aku masukkan disini ya? Benarkan?" Tanya Devan lagi sambil memposisikan jarum suntik itu di selang infus Sheryl.
Sheryl menahan tangan Devan untuk melakukannya. Devan menautkan alisnya
"Ada apa Sheryl? Apakah tekhnik nya salah?" Ujar Devan stress. Oh. Bagaimana lah ini. Devan sungguh tidak mempunyai ilmu sama sekali mengenai dunia putih ini. Devan lebih memilih menembak kepala orang dari radius 1 km daripada melakukan hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Auristella
Romance"Akulah yang akan selalu memelukmu kapanpun kau jatuh. Hanya aku saja yang mampu melakukannya. Karena aku adalah......" Sheryl mengerjapkan mata. Peluh membanjiri tubuhnya. Badannya bergetar hebat. Mimpi itu. Datang lagi. Mimpi yang sama. Entah sia...