Diya kembali ke room karoke tempat dimana ke lima teman nya berkumpul, setelah tadi Diya izin ke toilet.
Didi tampak histeris menyayikan sebuah lagu, Arya tampak sedang menuangkan minuman dari sebuah botol kedalam gelas.
Reno dan Devan mengepulkan asap dari rokok elektrik mereka, sementara Desti sibuk dengan smart phone nya.
"Des, elu coba deh! Biar elu tau gimana rasanya!" Arya menyodorkan gelas minuman kepada Desti.
"Eh minuman apa itu?" Tanya Diya sembari tangan nya cepat menyambar botol yang masih di pegang Arya.
"Apa-apa an sih, lu!" Hardik Arya tidak senang.
"Loh inikan minuman keras, kadar alkohol nya tinggi! Des, elu gak boleh minum ini!". Diya menyambar cepat gelas minuman dari tangan Desti, sebelum gadis tomboy itu sempat mendekatkan bibir nya ke mulut gelas.
"Gak usah sok tau deh,lu!" Hardik Arya lagi.
"Gue bukan nya sok tau ya, ini tu emang minuman keras. Elu kalau mau gila, gila sendiri aja! Gak usah ajak-ajak teman!" Suara Diya tak kalah tingginya, seakan ingin mengalahkan keras nya suara sound sistem room karoke.
Tidak cuma itu, dengan nekatnya Diya menumpahkan isi botol minuman ke dalam tong sampah.
"Brengsek lu ya!", Arya tak lagi bisa mengontrol emosinya melihat sikap Diya.
Tampa pikir lagi Arya layangkan bogem mentah ke wajah cantik Diya, gadis cantik itu pasti akan terluka kalau saja Devan tak sigap menangkis laju pukulan Arya.
Desti menarik Diya menjauh dari Arya, "Diya, ayo kita pulang!" Desti menarik Diya keluar dari room.
" Mba maaf, tolong kirim semua tagihan nya ke alamat ini!" Desti meninggalkan selembar kartu nama pada resepsionis.
*****Desti menyetir mobilnya membelah jalanan kota, yang masih ramai meski jam sudah hampir 12 malam, tujuan nya adalah mengantarkan Diya pulang kerumah.
Sepanjang jalan Desti dan Diya saling berdiam diri, sejujurnya Desti kecewa pada Diya.Diya sudah mengacaukan party mereka, tapi Arya juga salah karena membawa minuman beralkohol.
"Des, maa.."
"Turun!", Perintah Desti memotong kata-kata Diya.
Mereka sampai didepan halaman rumah Diya, Diya turun dari mobil.
Desti lansung tancap gas sesaat setelah Diya menutup kembali pintu mobilnya, tak dihiraukan nya Diya yang masih terpaku menatap mobilnya sebelum hilang diujung gang.
Rumah besar berlantai dua, dengan halaman parkir yang tak kalah luasnya menyambut kepulangan Desti.
Sunyi seperti ini lah kondisi rumah besar itu, padahal biasanya kalau sudah pulang larut begini Desti akan menginap dirumah Diya, meski kamar Diya tidak sebesar kamarnya tapi Desti nyaman berada dirumah Diya.
Sebuah kenyamanan yang tidak dia temukan dirumah nya sendiri, namun tadi dia terlanjur kesal pada gadis itu.
Desti anak tunggal dari sepasang suami istri keturunan konglomerat, ayahnya pengusaha batu bara dan ibunya desainer grafis.
Kesibukan orang tua nya dalam mengelola bisnis, membuat mereka tak banyak waktu untuk meramaikan rumah besar ini.
Seingat Desti, semasa Desti kecil orang tuanya selalu membawa Desti kemana saja mereka pergi.
Namun semakin Desti besar, maka Desti di biarkan mencari kesibukan sendiri.
Hanya pada momen-momen tertentu saja orang tuanya hadir.Desti tak bisa menuntut banyak, mungkin Desti bisa dengan kesepian ini karena Desti sudah terbiasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diya
Fiksi RemajaTerkadang kehadiran seseorang kita anggap biasa saja, namun kita baru sadar betapa kehadiran nya begitu sangat beharga setelah orang itu pergi. Coba lihat di sekitarmu, adakah seseorang yang seama ini selalu ada namun kehadirannya tidak kau anggap p...