Bab dua ( Pagi yang Menyebalkan )
Di dapur Zea mengambil air minum, mengisinya dalam botol untuk dibawa ke kamar. Sambil menunggu botol penuh, Zea sesekali bersenandung. Tangan kanannya fokus menggulir sosmed melihat-lihat unggahan milik teman-temannya. Hanya melihat, karena Zea tipe orang yang mahal like, kalau bukan yang benar-benar dia menyukai, ya tidak akan dia berikan lope-lope.
Merasa tanganya basah, Zea mengalihkan atensinya. Ternyata botolnya sudah penuh. Zea segera menutup botol tersebut lalu mengambil lap kemudian mengelap air minum yang tumpah tadi. Ada-ada saja, mengambil air minum tinggal klik saja masih bisa tumpah ke mana-mana.
Dia mendesahkan diri sendiri yang begitu ceroboh.
Saat hendak keluar dapur. Zea berhenti, karena mendengar percakapan seseorang. Sepertinya dia tahu siapa orang itu, mengintip disedikit celah. Ternyata benar, Nalen—omnya yang sedang teleponan. Kekepoan yang selama ini terpendam tiba-tiba saja muncul kepermukaan dan menumbuhkan niat tuk menguping.
"Iya, Fir! Tapi aku nggak bisa sekarang, aku harus selesaikan masalah kantor dulu sebelum nanti libur nikah."
"Hueek ... alus banget ya, kalau ngomong sama pacar. Giliran ngomong sama gue, dinginnya minta ampun." Zea memajukan bibir bawahnya sambil menggerutu. Ada rasa tak ikhlas Nalen melembut pada orang lain terlebih itu perempuan.
"Nggak bisa beneran. Lagian kamu mau kemana, Fira? Sebentar lagi kita menikah, jangan sering-sering keluar. Apalagi ini sudah malam."
Iya, Fira—kekasih Nalen. Perempuan yang akan menikah dengan Nalen minggu depan. Fira cantik, dari segi fisik juga oke. Orang tuanya lumayan orang berada. Namun, sayang sungguh sayang, Fira sama sekali tidak mencerminkan tipe-tipe calon tante yang baik untuk kehidupan Zea.
Sebagai keponakn yang baik hati dan tidak sombong, jelas Zea tidak mau hidupnya terusik. Siapa sih, yang mau.
Buktinya, setiap bertemu pasti ada saja yang diperdebatkan. Bahkan secara terang-terangan perempuan berstatus kekasih Nalen itu tidak menyukai Zea. Julitnya minta ampun, itulah kata Zea.
"Dih, liat aja. Dia ngempet marah tapi suaranya tetep lembut. Nah, kalau di gue? Boro-boro lembut, ngomong aja irit banget. Astagfirullah!" gerutu Zea.
Zea tak paham dengan omnya sendiri. Bisa-bisanya bersikap baik sama orang lain, sedangkan dengan dirinya boro-boro. Udah kaya orang asing saja. Yah, walaupun Fira itu calon istrinya sih, beda dengan dirinya yang hanya keponakan. Tolong garis bawahi dan bold, Hanya.
"Yaudah, aku transfer sekarang. Kamu tunggu aja. Iya."
Zea memutar bola matanya malas. "Masih jadi calon, udah kirim-kiriman uang. Yang laki juga bego ya, mau-maunya disuruh transfer duit." Zea menggeleng heran. Sedikit mencela pasangan itu. Mau-mau saja dimanfaatkan, kalau Zea sih tidak ya.
Realistis memang, Zea pun sama butuh uang tapi kalau hubungan itu adalah rumah tangga. Merupakan hubungan yang halal apa pun. Atau jangan-jangan mereka sudah ... Zea buru-buru menggeleng.
Tak mau ketahuan karena Nalen sudah selesai, Zea membuka tutup botolnya kembali dan pura-pura mengisi air. Lalu menutupnya lagi ketika Nalen sudah sampai dapur. Zea sedikit melirik Nalen yang juga meliriknya. Tapi, dengan cepat dia palingkan wajah.
"Ngapain, lirik saya?"
Ih, pede!
Zea menarik ke atas sudut kiri bibir atasnya. "Siapa juga yang ngelirik, pede gila jadi orang tua."
Nalen mengangkat satu alisnya lalu mengangguk sambil minum air.
"Udah tua, Om! Minum tuh duduk jangan berdiri." Setelah mengucapkan itu, Zea segera kabur ke kamarnya karena dapat pelototan dari Nalen.
Setelah kepergian Zea, Nalen berbalik memerhatikan punggung perempuan yang perlahan menghilang dengan tatapan datar.
***
Paginya Zea sudah siap berangkat ke kampus. Tapi, sebelum itu dia ikut sarapan bersama di ruang makan. Hari ini Zea ke kampus hanya mengambil surat izin magang saja setelah itu pulang.
Sarapan sudah selesai, kali ini berangkat ke kampus, Nalen yang mengantarnya karena papanya tidak bisa mengantar. Sedangakan sang supir juga tidak bisa, karena Denia juga harus pergi dan itu berlawanan arah. Pilihannya hanya satu, yaitu Nelan. Meski berlawanan arah, tapi Nalen sedang tak begitu sibuk seperti kedua orang tuanya.
Di dalam mobil keduanya hanya diam tak ada pembicaraan sama sekali. Nalen yang fokus menyetir, Zea fokus melihat jalanan.
Sepi sekali, mungkin kalau ada jangkrik, yang terdengar hanya suara jangkriknya krik krik krik. Zea memutar musik sedikit keras agar tak terlalu sepi. Nalen melirik tangan perempuan itu yang seenaknya mengotak-atik barang-barang di mobilnya. Ck, berani sekali memang.
"Kecilkan," ujar Nalen tiba-tiba.
Zea mendongak, dia mengernyit. "Nggak mau," jawab Zea sambil melirik omnya itu.
"Kecilkan atau matikan," tekan Nalen tak main-main.
Zea memberenggut lalu mencibir, "Galak banget sih, Oom. Udah tua juga, nggak mau ngalah sama ponakan sendiri."
"Saya bukan Om, kamu Zea."
Zea menoleh menatap omnya tak percaya. Tidak hanya perkataannya yang menusuk tapi juga nada bicaranya yang tajam. Matanya memanas, dadanya bergemuruh seperti guntur yang marah ketika hujan akan datang. Sedangkan Nalen tak menoleh sama sekali.
"Dasar orang tua," guman Zea.
Setelahnya Zea hanya diam membuang pandangan keluar jendela bersender disenderan kursi, badannya dia miringkan sehingga terlihat seperti membelakangi Nalen. Entah apa yang ada dalam otak omnya itu, kenapa selalu bersikap kejam seperti itu padanya. Begitu mau magang di kantor omnya? Agak sedikit ragu.
Sampai di depan kampus. Zea langsung turun tanpa menoleh dan hanya mengucap salam, tanpa mencium tangan.
Bruk!
Nalen menutup matanya kala pintu mobilnya ditutup keras oleh Zea. Laki-laki itu memandang punggung Zea yang sudah menjauh dengan muka datar yang sama sampai tak terlihat, setelahnya memuar balik menuju kantornya.
***
Zea dan Maira duduk makan bakso di kantin fakultas ekonomi. Mereka menikmati makanan dengan tenang dan nikmat. Setelah mendapat surat tadi, mereka langsung menuju katin karena Maira yang kelaparan.
"Jadi gimana? Di kantor Abang gue masih bisa ternyata, Ze. Kita bisa magang sama-sama," ujar Maira senang.
Zea mengerucutkan bibirnya lucu, membuat Maira tertawa kecil. "Kenapa?" tanya Maira.
Zea menggeleng lalu berbicara sambil menatap baksonya, "Nggak boleh sama Papa. Jadi, gue ambil di kantor Om Nalen."
Nggak boleh sama Papa tapi ngambil di kantor Om Nalen, aneh bin ajaib batin Maira.
Maira mengangguk mengerti. "Iya nggak papa. Itukan juga bagus ... tapi kita nggak bisa barengan," ucap Maira dibuat-buat sedih.
Zea jadi merasa tidak enak. "Yah ... maaf ya, Mai. Gue udah nolak tapi Papa kasih pilihan 'magang di kantor Papa atau nggak magang sama sekali' gitu katanya," kata Zea menirukan kata-kata papanya, yaa walaupun tak sama seratus persen.
Maira tertawa. "Iya, udah santai! Nggak papa kali, Ze. Kita masih bisa jalan bareng kok."
Zea tersenyum lalu mengangguk, mereka kembali menikmati makanannya.
(Sel, 19 Jan 21)♡
Revisi, Sen22Agus22
Jangan lupa tandai typo dan pencet star🌟
Makaseehh😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dari Omku (TERBIT) - Tersedia Di Karyakarsa #RR1
Romance#Rel-Romance1 ☡Awas Baper!!! [ TERBIT/SEDANG PO] [PRE ORDER] KALIAN BISA PESAN DI NO (+62 88291093350-Rere) ATAU BISA DM AKU YAA. HARGA 89K-179K. Kalian juga bisa pesan di Shopee ANDROBOOKS. VERSI KUBACA DAN CETAK BEDA YAAAA! _____ Menikah adalah i...