Terus melangkah ditengah-tengah koridor sekolah, melewati beberapa murid dan beberapa kelas. Cukup dengan dua buah earphone yang bertengger manis ditelinga Jungwoo menunduk, menghindari tatapan-tatapan tak suka yang tertuju padanya.
Pagi ini cukup cerah untuk dinikmati banyak orang, melakukan aktifitas masing-masing dengan hati yang bahagia. Tetapi dimata Jungwoo pagi ini terlihat sangat muram, mengikuti perasaannya yang sedang tidak karuan.
Hari ini, seperti biasa ada sebuah panggilan mendadak dari kakak kelasnya. Entah apa yang ingin mereka lakukan, Jungwoo sama sekali tidak ingin memikirkannya. Karena hanya akan ada rasa menyakitkan yang datang jika diingat-ingat.
"Hari ini adalah hari terakhir bersekolah sebelum hari kelulusan."
"Tidak apa-apa Jungwoo, setelah hari ini semuanya akan berakhir." Gumamnya menyemangati diri sendiri.
Jungwoo mengeratkan pegangan pada kedua buku tebal yang kini tengah ia peluk didepan dada, memantapkan langkahnya seakan-akan tengah mengusir rasa gugup yang melanda.
Langkah Jungwoo berhenti.
Ia telah sampai.
Dimana tempat biasa ia dimainkan, dimainkan seperti boneka, dijadikan samsak tinju, bahkan dijadikan bahan tontonan oleh teman-temannya yang lain. Tanpa ada rasa belas kasihan sama sekali.
Pulang dengan keadaan babak belur selalu membuat ibunya menangis. Tidak, Jungwoo bukan bermaksud untuk membuat Ibunya khawatir. Tetapi luka yang selalu ia dapatkan tidaklah sedikit, percuma jika menutupinya dengan baju atau sweater turtleneck sekalipun.
Tatapan Jungwoo mengarah kelantai, seakan enggan menatap seorang laki-laki bertubuh tinggi dihadapannya. Jungwoo terlalu takut sekarang, Kata-kata penyemangat tadi sudah tak berguna untuk dirinya sama sekali.
Sekarang dihadapannya adalah bahaya.
Jungwoo fikir hanya akan ada teman-teman dari laki-laki itu yang akan datang, ternyata dugaan ia salah. Kalau seperi ini Jungwoo tak akan bisa melawan. Kata pasrah sudah sangat cocok untuk ia saat ini.
"Ternyata lantai putih itu lebih menarik dari pada aku, hm?"
Jungwoo tersentak saat suara bariton dengan nada dingin itu masuk kedalam indra pendengarannya. Jungwoo menggeleng takut-takut,
"Ti-tidak Tuan."
Pemuda manis itu memejamkan matanya erat saat suara lembutnya mengeluarkan kata 'Tuan' untuk orang didepannya. Selalu begitu, Jungwoo harus menjadi budak yang penurut jika ia mau sang ibu baik-baik saja.
Ya ibunya selalu dijadikan bahan ancaman oleh orang bajingan ini.
"Akhh!!"
Punggung Jungwoo berdenyut nyeri, punggung lebarnya menabrak tembok kusam itu kencang dan karena itu juga earphone yang semula berada ditelinganya kini jatuh menghantam lantai, akibat dorongan kuat dari sang lawan bicara.
Tubuh Jungwoo dikurung oleh kedua lengan kekar milik laki-laki dengan cacat pipi itu, ia menahan Jungwoo untuk berjaga-jaga jikalau Pemuda manis itu berniat melarikan diri dari cengkramannya.
Batin Jungwoo tertawa, ia berjanji tidak akan kabur jikalau memang laki-laki itu ingin menghadiahkan ia sebuah bogeman mentah diwajah atau sebuah tendangan di perut ratanya.
"Sebut namaku, Jung."
Jungwoo mengernyit ketakutan, "A-apa?"
"SEBUT NAMAKU!!!"
"JUNG JAEHYUN hmmpt-!!"
Kecupan singkat yang dilakukan mampu membuat Jungwoo bungkam dengan mata melebar kaget. Kepala Jungwoo menengadah, menatap wajah tampan seniornya yang masih terlihat datar.
"Tu-tuan apa yang Anda la- hmmpt!"
Belum sempat Jungwoo menyelesaikan kata-katanya, bibir penuh itu kembali memberikan sebuah kecupan disertai lumatan-lumatan kecil yang membuat kaki Jungwoo lemas.
Mulut Jaehyun benar-benar menyesap bibir Jungwoo hingga kedalam, merasakan rasa manis dari bibir pemuda yang kini tengah berada didalam kungkungannya tersebut.
Jungwoo menggeleng kuat saat tangan Jaehyun meraba tengkuknya, menekan bagian belakang lehernya kuat untuk memperdalam ciuman sepihak yang pria berdimple itu lakukan.
Tangan Jungwoo mencoba mendorong dada Jaehyun sekuat tenaga, walaupun ia tau itu percuma. Air mata Jungwoo turun membasahi pipi, kini Jungwoo menarik kata-katanya tadi yang memilih untuk tidak kabur.
Bukan ini yang Jungwoo harapkan, ia lebih baik di pukul atau ditendang dari pada diperlakukan menjijikkan seperti ini.
Jaehyun melepaskan tautannya, menatap wajah Jungwoo yang kini memerah karena kehabisan nafas. Mengangkat telapak tangan besarnya untuk menyentuh pahatan indah yang Tuhan torehkan. Membelai lembut kelopak mata Jungwoo yang tertutup menggunakan jari jempolnya.
Mata indah ini selalu mengeluarkan air mata saat ia memukul Jungwoo, mata indah ini selalu memancarkan guratan ketakutan saat bertatapan dengan obsidian hitam miliknya, manik coklat milik Jungwoo selalu bergulir kesana kemari jika ingin menjawab pertanyaan yang ia lontarkan.
Jaehyun hafal semua kebiasaan Jungwoo ketika bersamanya.
"Sttt jangan menangis okey? Maafkan aku.l."
Pria itu menarik Jungwoo kedalam pelukan, membelai suram hitam Jungwoo sayang. Sedangkan yang dipeluk erat hanya menangis mengingat apa yang baru saja Jaehyun lakukan.
"Jungwoo..."
Sang empu menggeleng kuat saat tau apa yang akan pria tinggi itu katakan.
"Aku mencintaimu."
Tidak. Jungwoo benci kata-kata ini.
Ia tidak sudi dicintai oleh bajingan seperti Jung Jaehyun.
"Tidak hiks! Aku merasa lebih baik jika kau—" Tutur katanya ia rubah, tak lagi ada 'Tuan' dan 'Anda'. Jungwoo menunjuk wajah Jaehyun, "—mengatakan hal-hal kasar padaku. Dari pada mengatakan hal menjijikkan seperti itu!"
Sekarang giliran Jaehyun yang terdiam mematung. Pemuda manis itu tidak menyia-nyiakan kesempatan kali ini untuk mendorong Jaehyun menjauh. Berlari pergi sembari terus menangis meninggalkan pria berdimple itu sendirian bersama rasa penyesalan.
Jaehyun mengepalkan tangannya kuat, ia menyesal karna menunjukkan rasa cintanya pada Jungwoo melalui kekerasan.
Jaehyun menggeram, "Kim Jungwoo, kemana kau akan pergi setelah ini hm?"
Terlambat Jung, Jungwoo telah membencimu.
Dominant | Jaewoo
@awkbjsone
![](https://img.wattpad.com/cover/240533120-288-k302229.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DOMINANT | Jaewoo ft Sungchan
Fanfiction"Memiliki kekuasaan bukan berarti bisa melakukan apapun dengan seenaknya, Pak." 𝐃𝐨𝐦𝐢𝐧𝐚𝐧𝐭 | 𝐉𝐚𝐞𝐰𝐨𝐨 ©𝐚𝐰𝐤𝐛𝐣𝐬𝐨𝐧𝐞 ; 𝟐𝟎𝟐𝟏