Utusan Terpilih

62 1 0
                                    


Pagi itu aku berangkat menuju Pendopo Kabupaten mengunakan mobil Carry bercat putih milik sekolah, lengkap dengan semerbak bau jeruk dalam bentuk pengharum mobil yang jujur saja bikin mual. Diantar oleh supir sekolah yang merangkap kerja sebagai pegawai di Tata Usaha.

Disampingku duduk Eni, siswa kelas XI IPA 1, berambut hitam sebahu, kulit putih.

Kami akan mengikuti acara penerimaan Paskibra pukul 08.00

"Kenapa cuma berdua ya Ge?" Eni memandangku, dari suara dan tatapan itu terlihat sedih

"Ya... Yang lolos seleksi emang cuma kita" jawabku sambil melihat ke arah luar. Kaca mobil aku turunkan setengah, karena jujur saja aku benar-benar tidak tahan dengan bau mobil ini, membiarkan mukaku tersapu dingin udara Demak yang menyejukkan. Mobil sedang melaju dengan kecepatan 50km/jam, mungkin. Aku bisa menikmati jalanan pagi itu, tanpa kemacetan, lenggang dengan segala keteraturannya.

Demak memang berada dipesisir, tapi tetap sejuk udaranya jika pagi hari. Tidak banyak kendaraan yang melintas. Wajar, kota kecil dijalan Pantura. Mall pun tidak ada, kalau pengen nonton film di bioskop mesti ke Semarang, jauh ya? Memang.

Saat itu perasaanku; Kesal, hanya ada dua siswa perwakilan SMA kami yang lolos seleksi Paskibra dari 20 yang dikirim untuk mengikutinya. Meskipun ada rasa bangga menjadi 1 dari 2 orang yang lolos, tapi sedihku ini tidak bisa begitu saja hilang dalam sekejap. 

Organisasi Barata mengajarkan bagi setiap individu memiliki jiwa kebersamaan dan kesetiaan terhadap anggota lain, biasa disebut Jiwa Korsa. Hal itu juga sudah melekat pada aku dan Eni. Lebih dari setengah tahun, kami sama-sama berlatih, dibentuk sesiap mungkin menghadapi seleksi paskibra ini. Tapi kenyataannya, hanya aku dan Eni yang pagi ini yang menuju ke Pendopo Kabupaten untuk menjalankan tugas negara. 

-000-


Kami menjalani pelatihan yang cukup untuk dikatakan berat, metode latihan semi militer selama 25 hari sampai acara pengibaran pada tanggal 17 Agustus 2010. Stay at Mess, makan dan latihan bersama selama itu, tanpa diperbolehka pulang seharipun. Kunjungan keluarga pun dibatasi, tujuannya agar kami tetep fokus pada tujuan mengapa kami ada ditempat ini. Terisolasi dari lingkungan luar. Dan Itulah yang dinamakan karantina.

Postur yang ideal dan kemampuan baris-berbaris yang aku punya, membuatku terpilih sebagai seorang pengibar bendera bersama Wida dan Beni.

Wida, wanita berambut hitam kekuningan, tinggi 170, kulit putih, postur yang ideal, cantik, dari SMA Mranggen.

Beni, lelaki setinggi denganku, berkulit sawo matang, dari SMA Mijen.

Tidak butuh waktu lama bagi kami bertiga untuk bisa akrab satu sama lain, begitu juga dengan anggota dipasukan lain. Karena pada dasarnya mereka semua menyenangkan, individu-individu yang unik dari banyak latar belakang. Tidak ada Gep diantara kami semua meskipun berasal dari SMA yang berbeda-beda.

Wida muncul menjadi sosok yang diidolakan karena tampilan fisiknya itu, setiap latihan dia selalu jadi perhatian untuk semua orang, setiap makan atau setiap melakukan apapun, dia selalu mendapat perhatian lebih. Setiap laki-laki di pasukan ini selalu berebut perhatian dengannya. Pernah suatu siang saat istirahat latihan tengah hari, matahari sedang bangga-bangganya memanaskan makhluk di bumi, membuat semua kepala manusia yang tersengat langsung olehnya ingin mencari perlindungan dari air es yang segar.

Anjar beraksi saat itu dihadapan Wida, semua orang menyaksikan dengan menahan tawa karena tingkahnya.

"Ini air es, Da. Buat kamu" Anjar duduk didepan Wida, memberikan Aqua dingin

NaraeswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang