Jadi, Dia?

65 1 0
                                    


Aku kembali lagi ditempat ini setelah 30 hari, ditempat yang sangat nyaman saat malam tiba, angin lirih berhembus diatas sini dengan sopannya. Balkon kamarku seolah memang menjadi tempat yang dibuat oleh semesta untuk aku dan gitarku. Kalau Kang bangunan yang membangun balkon ini dengar, dia mau protes apa ya? Seolah kata-kataku tadi tidak menghargai sedikitpun usahanya.

Meskipun sudah beberapa hari berlalu sejak surat yang ditulis Wida sampai padaku melalui Eni, aku menjadi tidak nyaman dengan banyak hal. Ada keinginan dariku untuk meminta maaf, tapi tetap saja tidak aku lakukan. Hanya membiarkannya tanpa balasan apapun.

"Ge, terimakasih untuk yang dulu-dulu ya, aku kira waktu akan memberimu ruang yang dapat aku tempati dari ego mu, yang ternyata lebih tegap dari dada paskibraka ketika membawa bendera pusaka di istana negara, lebih kokoh dari kaki yang ditendangi pelatih apabila sikap berdiri kita salah, tapi ternyata itulah kamu. Egomu memang tidak bisa dilunakkan, tapi aku senang dalam waktu yang singkat ini, pernah menikmati hari-hari yang menyenangkan. Tapi Ge, sampai tulisan ini aku kirim, jujur aku gak tau kenapa akhirnya jadi begini, kenapa kamu menghilang tanpa penjelasan apapun. Sekali lagi tapi, aku tidak dapat protes. Duniamu yang belum selesai tidak akan membawamu ke tingkat lebih tinggi dari pada hari ini, jadi pesanku hanya satu Ge, berdewasalah dalam mencintai."

Bagaimana mungkin tulisan itu tidak menggangguku, surat itu ditulis Wida dengan kata-kata yang luar biasa menghantamku. Aku tidak tau apakah disekolahnya dia memang pandai menulis karna tergabung diekskul sastra, atau mungkin tulisan itu terinspirasi dari kata-kata orang yang dia kutip, aku tidak tau. Tapi tulisan itu mengusik egoku yang aku bangun setinggi dan sekokoh mungkin. Hal itu tentu saja membuatku tidak nyaman berdiam diri dikamar nonton film, dan akhirnya aku berada di Balkon ini bersama dengan gitar kesayanganku.

Aku masih mencoba mengusir penat dan bimbang karna ketidaknyamanan dalam pikiranku, membuat diam dan rebahan menjadi hal yang sangat membosankan, aku coba memainkan lagu Channel-Tentang Kita

disaat aku menunggumu
diam yang slalu kau berikan
ku tak harapkan semua ini terjadi

sejujurnya ku ingin kamu seutuhnya
namun kau buang semua harapan

seharusnya kau pergi
melepaskan diriku
jangan kau kembali
lupakan semua kenangan kita

seharusnya kau pergi
mEninggalkan diriku
jangan kau kembali
luPakan semua kenangan kita

Aku lanjutkan dengan lagu Roulette – Aku Jatuh Cinta

Awalnya tak mengerti apa yg sedang kurasakan
Segalanya berubah dan rasa rindu itu pun ada
Sejak kau hadir di setiap malam di tidurku
Aku tahu sesuatu sedang terjadi padamu

Sudah sekian lama ku alami pedih putus cinta
Dan mulai terbiasa hidup sendiri tanpa asmara
Dan hadirmu membawa cinta sembuhkan lukaku
Kau berbeda dari yang ku kira

Reff:
Aku jatuh cinta kepada dirinya
Sunguh sungguh cinta oh apa adanya
Tak pernah ku ragu namun tetap selalu menunggu
Sungguh aku jatuh cinta kepadanya

Seperti terbawa emosi yang sudah lama terpendam dalam diamku. Aku coba memainkan sebuah barisan kunci-kunci yang nyaman dengan jari-jariku berdasarkan moodku saat ini. 

Perlahan aku menemukan nada yang minor sesuai dengan perasaanku, tidak pikir panjang kemudian aku ambil BB yang entah sudah berapa lama tidak menjadi fokus utamaku ini. Aku bisa menghabiskan waktu seharian hanya dengan bermain gitar, kecuali ketika lapar sudah menyerang. Manusia mana yang bisa menahan lapar lama-lama?

Mencoba record seadanya lagu ini, nada yang nyaman untuk sebuah lagu minor, ritme sopan menyapa kuping dan melodi yang tidak over. Kata-kata yang secara tidak sadar aku ucapkan menjadi kalimat yang terdengar seolah-olah aku sedang melagukan kebimbangan dikepalaku, keresahan yang sedari tadi menggangguku.

NaraeswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang