Rising Star

44 1 0
                                    

Satu bulan lagi merupakan penutupan untuk semester ini. OSIS sedang sibuk-sibuknya menyiapkan acara class meeting dan pensi yang diadakan setelah ujian tengah semester berakhir. Begitu juga denganku, sibuk mengadakan rapat dan mengkoordinasikan segala sesuatu yang diperlukan oleh panitia.

"Ge bandmu jadi ikut audisi?" tanya Andra, ketua panitia pensi yang memastikan apa aku ikut audisi

Audisi? Dengan juri maksudnya? Ya.

Di SMA ini, setiap band yang mau mangung dipensi harus dengan cara audisi, band yang sudah terkenal atau belum, mereka sama, tetap dengan jalur audisi jika tetap ingin tampil diacara sekolah. Tidak ada bypass atau tiket kusus kepada siapapun.

Aku mendaftar dengan namaku, bukan nama sebuah band, karna belum aku temukan nama band yang tepat untuk bandku itu. 

"Kapan audisinya?" tanyaku 

"Hari kamis, bubaran sekolah sampai selesai, berdasarkan nomor urut yang diambil pas pendaftaran" penjelasan Andra

"Oke deh"

-000-


Banyak sekali band yang ikut audisi hari itu, kami ada diurutan 6 dari 18 band yang mengikutinya.

Terdengar dari luar studio, musik yang dimainkan memang benar-benar epic, layak memang bila semuanya masuk, tapi cuma ada 5 slot dari 18 band ini. Itu membuat suasana menjadi tegang karna kompetisi. Aura yang menyenangkan, karna kebanyakan kita saling kenal dengan band-band lain, iyalah kan kita satu sekolah.

Pukul 20.00 pengumuman dilangsungkan, di studio itu juga oleh juri

Berikut daftarnya

1. Uniform to Die dengan nilai 95

2. Ge Dkk dengan nilai 90

3. Argabatu dengan nilai 79

4. Luna Lupa Diri dengan nilai 75

5. The Last Slayer dengan nilai 70

Bandku lolos dengan cukup memuaskan, jebolan Secret dan Argabatu, 2 band yang sudah ada nama sebelumnya jelas punya tempat di audisi seperti ini, tidak mengejutkan.

-000-


Saat ini sudah masuk pada bulan Desember, seluruh siswa sedang sibuk menghadapi ujian tengah semester. Fokusnya memang hanya itu, selesaikan ujian dengan nilai yang oke agar liburan bisa menyenangkan dirumah masing-masing. Tanpa tekanan dari orang tua untuk lebih giat belajar, hidup kami di sekolah kurang lama apa lagi coba selain untuk belajar, dasar orang tua, kaya gak pernah sekolah aja.

"Furqan tangan kamu kenapa?" tanya guru pengawas ujian di kelas kami

"Jatuh Bu" seluruh siswa melihat tangan Furqan yang terperban, tangan kanannya, tangan yang sering dia gunakan untuk memainkan gitar, tangan yang sangat luar biasa dalam memasak musik. Seketika kami sadar, diakan bukan seorang kidal, bagaimana dia mengerjakan ujian?

"Bisa kamu untuk ujian?" tanya guru memastikan ketika melihat tangan yang penuh dengan perban itu seperti tidak bisa sempurna menggenggam pensil 2B

"Bisa Bu" jawab Furqan sambil jalan ke bangku yang sesuai dengan nomor absennya

"Ya sudah silakan duduk"

Ternyata ketika bel berbunyi tanda ujian berakhir, Furqan masih sibuk dengan tangan yang tidak fasih, tangan kirinya, untuk menulis. Guru jaga itu menghampiri Furqan, karena mungkin iba dan kasihan, guru itu menyuruh Iqbal untuk membantu menulis jawaban untuk Furqan dengan pengawasan langsung didepan meja guru pengawas itu.

NaraeswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang