Sudah bosan aku mendengarkan penjelasan tentang pelajaran sejarah negara indonesia, entahlah, menurutku lebih baik menulis seribu halaman daripada harus mendengarkan penjelasan sejarah selama dua jam. Aku menatap malas pada jendela di sebelah mejaku, di sana terlihat langsung anak-anak kelas dua belas B sedang berjalan santai mengitari lapangan.
Aku menemukanmu, kamu sedang duduk di tepian lapangan di bawah pohon kelapa dan bersandar pada batang kokohnya. Hembusan angin pagi menerbangkan beberapa helai rambutmu dan itu, membuatku sedikit terpana. Kamu hanya sendirian, tidak ada orang lain di sekitarmu, kebanyakan siswa laki-laki di kelasmu bermain basket sedangkan siswa perempuan di kelasmu malah sibuk memandangimu dari kejuhan sambil bergosip ria.
Sedikit terbakar hatiku kala melihat hal itu, aku tahu, kamu itu adalah laki-laki tampan dengan sejuta kesederhanaan. Banyak sekali siswa perempuan dari berbagai kelas mendatangimu pada saat awal-awal kamu masuk dan menjadi bagian dari sekolah ini. Mereka menyatakan cinta padamu, namun kamu malah berlari dan bersembunyi di taman belakang.
Kamu memejamkan matamu, sedangkan guru olahraga baru sampai di lapangan dan semua siswa di kelasmu sudah berbaris rapi sedangkan kamu malah sibuk berolahraga dalam mimpi. Aku tertawa pelan, takut terdengar oleh guru sejarah yang kata kebanyakan siswa mencapnya sebagai guru terkejam sepanjang sejarah.
Aku dapat mendengar semua penjelasan sejarah darinya, tapi sekarang, aku terlalu fokus pada kamu yang sedang terlonjat kaget karena guru olahragamu memantulkan bola basket dengan keras pada batang pohon kelapa yang kamu jadikan senderan untuk tidurmu. Aku membalik kan wajah ke arah guru sejarah di depan, tapi kini tidak ada guru itu di depan. Kemana dia?
"Guru sejarah itu kemana? " aku bertanya pada siswa perempuan yang duduk di sebelahku, dia menggeleng pelan. "Oke, makasih. "
Sedetik aku akan menatap kembali ke luar jendela, namun aku dapat melihat raut wajah kesal dari guru sejarah itu dari balik jendela, matanya berotasi penuh dengan seringaian seram yang aku lihat dari mulutnya. Sepertinya guru itu tahu bahwa sedari tadi aku tak menyimak penjelasan sejarah darinya. Aku menunduk kan kepalaku menatap sepatu hitam khas anak sekolahan. Jantungku berdebar-debar sangat kencang dan aku nendengar teman semejaku malah terkekeh ringan.
"Juni! apa yang kamu perhatikan di luar sana? sampai-sampai kamu berani beralih fokus dari pelajaran ibu?! " aku tak berani menatap guru sejarah itu, pita suaraku seakan putus tak bisa bersuara. "Jawab! "
Suara langkah kaki guru sejarah itu semakin terdengar keras karena kondisi kelas menjadi hening seketika. Aku dapat merasakan bahwa posisi guru itu sudah berada di samping mejaku, dia berdeham dan aku membuka mataku yang sempat terpejam sebentar. Mataku melihat ada dua benda di tangannya, di tangan kanannya ada sebuah sikat penggosok dan di tangan kirinya terdapat sebuah sabun lantai cair yang biasa siswa sekelasku pakai untuk mengepel lantai kelas.
"Pergi keluar sekarang! " dia menatapku tajam, dan aku meneguk salivaku kasar. "Bersihkan toilet siswa sekarang! "
Aku meraih dua benda itu lalu berdiri dan berjalan keluar dari kelas tanpa memperdulikan banyak siswa sekelasku yang menertawaiku dengan lantang. Langkah gontaiku terhenti di depan sebuah bilik toilet dengan tanda stickman berwarna pink memakai rok berwarna merah muda yang sengaja di tempel pada pintu.
Aku mendesah pelan, lalu menuangkan sedikit sabun lantai cair ke dalam ember yang hanya terisi air setengahnya. "Lagi di hukum? " aku terlonjat, aku mengenal sekali siapa pemilik suara ini.
Kamu tersenyum manis lalu meraih bahuku agar aku merubah posisi tubuhku menjadi berdiri. Aku menurutinya lalu membalas senyummu, dengan senyum kaku bercampur malu.
"Lagi di hukum? "kamu mengulangi pertanyaan yang sempat tak terjawab tadi. Aku menangguk malu, sedangkan kamu malah tersenyum senang. "Sama dong! "
Pandangan mataku berubah menjadi pandangan menyelidik. Dia mendekatkan wajahnya kepada wajahku, hanya tersisa beberapa sentimeter lagi jarak antara wajahku dan wajahmu. Apakah kamu mau memciumku?
Tak kusangka ternyata kamu malah memcubit hidungku hingga berubah warna menjadi merah semu. Kamu tertawa riang karena melihat perubahan warna pada hidungku, ada bau menyengat yang aku cium dari tangannya.
"Bau! " aku membasahi kedua tanganku lalu mengusap pelan hidungku yang terasa sedikit sakit. "Kamu gak cuci tangan? "
"Ouh iya! " kamu menepuk dahi pelan dengan lagak pelupa. "Aku juga dihukum cuci toilet, jadi, ya, tanganku ada sedikit bau-bau khas toiletnya, ehhehe. "
Tiba-tiba saja kamu berlari dan entah karena apa, aku mau-mau saja mengejarmu hingga kamu berhenti di taman belakang sekolah. Kamu berhenti di depan sebuah batang pohon yang sudah di tebang dan kamu duduk di atasnya. Tanganmu sibuk mengelap keringat yang membanjiri kening putihmu. Aku berdiri di depanmu, mengeluarkan plastik tisue yang selalu ada di dalam saku seragam sekolah. Aku menarik selembar tisue lalu ku arahkan kepada keningmu dan sedikit menempelkannya.
"Kalau gampang kecapekan, jangan banyak gaya mau ajak aku main kejar-kejaran. " aku merasa sangat khawatir karena dalam sedetik wajahmu berubah menjadi sedikit pucat. "Jadi beginikan jadinya, lain kali jangan banyak gaya, okey? "
Kamu menangguk pelan lalu kembali menunduk untuk mengatur napasnya yang masih tak beraturan. Suasana taman belakang ini sedikit sunyi dari biasanya, biasanya ada petugas kebersihan yang selalu membersihkan taman belakang, karena akan banyak sekali dedaunan kering yang jatuh dan berserakan di atas tanah. Tanpa sadar, aku duduk di sebelahmu, ragu-ragu aku sandarkan kepalaku pada bahumu, kamu hanya diam, tidak menolak.
Aroma parfume mint menyeruak dalam indra penciumanku. Aku dan kamu masih sama-sama diam, menikmati sejuknya suasana pagi. Semilir angin pagi membuat aku semakin nyaman berada di dekatmu. Dalam beberapa menit aku melupakan bahwa aku keluar kelas saat jam pelajaran di mulai karena aku dihukum oleh guru sejarah itu untuk membersihkan toilet, tapi apa yang aku lakukan? aku malah berduaan denganmu di belakang sekolah sambil menikmati suasana sejuk khas pagi hari.
"Pulang sekolah nanti, aku akan mengajakmu untuk kencan. " setelah beberapa lama keheningan tercipta, akhirnya kamulah yang memulai percakapan. "Kamu mau gak? "
"Mau! " aku menangguk semangat dengan senyum simpul yang tercetak jelas pada bibirku, namun sebuah pertanyaan terbesit dalam pikiranku. "Kamu mau ajak aku kencan dimana? "
Kamu berpura-pura tak mendengar dan menyibukan diri dengan cara memilin helaian-helaian rambut hitam panjangku. Aku menghembuskan napas gusar, lalu mulai memejamkan mata hanya untuk sebentar saja. Bersender pada bahu kokohmu, membuatku nyaman dan hangat, apa aku bisa merasakan semua ini untuk selamanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Juna & Juni
Teen FictionNama kita hampir sama, sifat dan sikap kita hampir sama, Hobi kita hampir sama, tapi ada satu hal yang jadi pertanyaan, perasaan kamu ke aku sama gak? ㅡ Juna & Juni ㅡ