Chapter 3

5 5 0
                                    

           Kamu memberikan nuansa berbeda saat aku menjadi pacarmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

           Kamu memberikan nuansa berbeda saat aku menjadi pacarmu. Kebanyakan mantan pacarku dulu, sering mengajak ku untuk kencan di tempat paling romantis dengan banyak bunga mawar merah yang tertata di seluruh penjuru ruangan kencan.
          Berbeda dengan kamu, kamu justru membawaku kencan ke tempat yang tak pernah aku singgahi sebelumnya. Warteg. Sangat berbeda namun begitu hangat dan membahagiakan. Aku baru pertama kali menemukan orang sesederhana dan semenyenangkan dirimu, aku ingat sebuah kata-kata bijak sesorang dalam sebuah kutipan internet.

"Sesuatu yang sama akan cepat terlupakan, sedangkan sesuatu yang berbeda akan sulit untuk terlupakan. "

          Aku lupa siapa yang membuat kata-kata seperti itu. Tubuhku terjatuh tepat di atas ranjang tempat tidur, tangan kiriku menggapai guling berwarna kuning kesayanganku dan memeluknya erat, berharap aku juga akan bisa memeluk tubuhmu suatu saat nanti.

          Sekarang sudah pukul 7 malam, suara hembusan kencang angin malam terdengar bersamaan dengan adanya suara gemericik air hujan yang mulai berjatuhan. Aku mulai berpikir, dan beberapa pertanyaan klasik datang menghampiriku.

          Kamu lagi apa?

          Udah makan belum?

          Masih sayang sama aku?

          Udah cinta mati sama aku belum?

          Aku menepuk keningku cukup keras, aku terkekeh hambar ketika mengingat pertanyaa terakhir yang aku pikirkan. Begitu lebay dan alay! rasanya detak jantungku mulai berdetak tak karuan, desiran aneh itu kembali datang menerpa tubuhku.

          Aku membuka layar ponselku, ternyata kamu mengirimiku sebuah pesan singkat selamat malam dengan emot hati yang tertusuk anak panah di sebelahnya. Seketika aku merasa pipiku menjadi panas, aku mendudukan posisi tubuhku lalu menatap pantulan wajahku pada cermin. Aku tersenyum kecil, wajahku berubah warna menjadi merah semu.

          Arjunaku : Selamat Malam💘

          Aku membaca pesan singkat darimu berulang-ulang sambil senyum-senyum sendiri, jangan bilang aku gila! karena aku memang lagi tergila-gila akan cintamu. Tak lama handphoneku kembali bergetar dan menunjukan ada sebuah pesan di terima. Dengan gerakan cepat jari jemariku menekan simbol aplikasi pesan dan melihat siapakah pengirim pesan ini. Dan aku tersenyum simpul, ternyata kamu, kamu mengirimiku lagi pesan singkat dengan emot sedih di sebelahnya.

          Arjunaku : Kok cuma dibaca gak niat buat balas😦?

          Aku terdiam beberapa saat, mencerna pesan yang kamu kirim beberapa detik yang lalu. Aku menghela napas pendek, ternyata kamu orangnya mudah baperan. Jariku mulai bergerak tak beraturan untuk membuat rangkaian kata yang trpat untuk membalas pesanmu.

          Anjuni : Maaf, aku salah fokus sama emot belakangnya :>

          Aku dapat menebak pasti kamu sedang tertawa ringan karena membaca pesan yang aku kirim. Dan benar saja, belum satu menit pesan itu terkirim kini pesan darimu sudah muncul kembali di atas layar handphoneku.

          Arjunaku : Ahhaha, dasar!

          Mulutku langsung cemberut setelah membaca pesan darimu. Ternyata kamu orangnya usil juga. Ah, ternyata masih banyak sifat yang aku belum ketahui tentangmu, aku kira kamu hanya akan bersikap formal selalu, dan ternyata tidak, kamu lebih asik dari yang aku bayangkan. Aku tak langsung mengetik rangkaian kata untuk membalas pesanmu, aku sedikit kesal, dan kamu tahu apa penyebabnya.

          Setelah beberapa menit berlalu, tidak ada lagi pesan yang kamu kirimkan padaku. Apakah kamu marah? lha, kan seharusnya aku yang marah, kok jadi kamu yang marah. Arggh, aku mengacak-acak rambutku sendiri, aku mulai kebingungan sendiri, siapa yang salah dan siapa yang benar?!

          Aku menekan tombol kembali, aku menutup pesanmu dan juga mengarhipkan pesanmu. Aku menonaktifkan data handphoneku, aku beralih pada aplikasi dengan logo berwarna orange dan huruf W besar di atasnya. Sibuk memilih mana novel yang akan aku baca dan aku tamatkan semalaman ini.

          Tak lama aku mencari novel itu di perpustkaan ofline dan dengan cepat aku mulai memasuki dunia novel itu, merasakan sensasi sedih dari kisah seorang siswa perempuan yang cinta mati pada senior sekolahnya yang terkenal sangat galak, kejam, berhati batu, keras kepala, dingin, dan banyak lagi sifat dan sikap negatif dari sosok yang di cintai siswa perempuan itu.

          Dari bagian  prolog sampai bagian epilog aku baca semalaman, aku baru bisa tertidur pada pukul 4 pagi. Aku melentangkan tubuhku lalu memeluk erat guling berwarna kuning kesayanganku dan tertidur lelap.

~ JUNA & JUNI ~

          Aku terbangun pukul 6 pagi, aku berlari ke kamar mandi dan mandi secara asal, aku takut terlambat masuk sekolah, karena hari ini jam pertamanya adalah pelajaran matematika. Setelah membuang waktu beberapa menit di dalam kamar mandi aku bergegas memakai seragam putih abu-abu yang sama sekali belum aku setrika.

          Di hadapan cermin aku menatap penuh kekesalan pada pantulan wajahku, mataku berubah menjadi mata panda dan sedikit membengkak karena terlalu terbawa perasaan saat membaca bagian akhir cerita itu, aku menangis karena siswa perempuan itu mati karena di tembak mati oleh calon mertuanya sendiri, ah, sedih banget.

          Aku menyisir asal rambutku walau bagian belakang masih sedikit kusut karena aku sama sekali tidak ada waktu untuk mengeringkannya menggunakan handuk. Aku berlari dari kamarku menuju pintu utama rumah dan memakai sepatu biru asal, karena sepatu hitamku basah dan tak sempat aku jemur tadi malam.

          "Mang Gundul, Juni berangkat! " aku berlari dan berhenti kala gerbang rumah masih terkunci rapat. "Kemana mang gundul? "

          Tanpa pikir panjang, aku berancang-ancang untuk memanjat pintu gerbang setinggi satu meter lebih itu dengan gagah berani. Aku berhasil mencapai puncak gerbang setelah aku mencoba berulang-ulang di karenakan aku memakai rok, aku tersenyum miring, ternyata menjadi maling itu lumayan mudah.

          Seorang paruh baya dengan kepala selebar lapangan sepak bola itu berlari tergopoh-gopoh menuju pintu gerbang rumah. Namanya Pak Gundulaji, tapi aku dan keluargaku lebih akrab memanggilnya Mang Gundul, aku sedikit senang jika dekat dengan beliau, dia itu humoris dan mudah tertawa.

          "Non, ngapain atuh naik ke atas gerbang segala? " mang Gundul membuka kunci pintu gerbang. "Sekarang turun! emang udah buka kunci gemboknya, maap tadi emang ketiduran, gara-gara baca wattpad sampai malam. "

          "Telat! " aku melompat keluar gerbang dan tertawa ringan sebentar. Apa katanya? telat bangun karena baca wattpad sampai malam? kok masalahnya bisa sama sih? aku cekikikan sambil berlari ke arah jalan raya, berharap bus akan segera datang menjemputku.

          Langkah kakiku terhenti di depan sebuah halte bus sekolah, napasku masih terengah-engah, wajar jarak antara rumahku dan jalan raya ini lumayan jauh, ya kira-kira empat meter jaraknya. Namun anehnya, tiba-tiba saja ada sebuah mobil sedan hitam berhenti di depanku, pintu terbuka dan menampakan seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan jaket hitam melekat pada tubuhnya.

          "Ayo masuk! "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Juna & JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang