"Tapi masih ada peluang untuk sembuh kan, Dok?" tanya Bu Naira.
"Mohon maaf, Bu. Untuk saat ini, kami belum ada obat yang secara khusus bisa menyembuhkan penyakit itu. Kita hanya bisa memohon kepada Allah, semoga Dia menyembuhkan penyakit anak Ibu."
Dokter Mira menuliskan sesuatu di atas kertas, lalu menyerahkannya ke Bu Naira. "Ini resep obat untuk sedikit mengurangi gejala penyakitnya. Mungkin beberapa hari ini, Zahra masih harus dirawat di rumah sakit sampai keadaannya kembali pulih. Setelah itu, ia bisa dirawat jalan."
"Baik, terima kasih banyak," kata Bu Naira sembari mengambil kertas tadi.
Lorong rumah sakit yang lenggang, kini terasa seperti menghimpitnya. Setelah pergi ke apotek dan menebus beberapa obat untuk anaknya, ia berjalan dengan langkah berat menuju ruang rawat inap.
"Mah!" panggil seseorang.
Tangannya yang tadi ingin membuka salah satu pintu, terhenti. Ia menoleh ke sebelah kiri. Air mata yang sedari tadi berusaha ia tahan agar tak keluar, kini ia biarkan tumpah dalam pelukan suaminya.
***
Zahra berjalan di sebuah taman dengan mata berbinar. Taman yang kemarin hanya bisa ia lihat dari balik jendela kaca, sekarang ia bisa berdiri di sana.
Ia melihat ke arah pohon ketapang. Di bawahnya terdapat sebuah bangku panjang yang cukup diduduki oleh tiga orang, tapi tidak ada yang duduk di sana.
Zahra sudah duduk di bangku itu. Sepasang earphone sudah terpasang di telinganya. Ia memejamkan mata sambil membiarkan angin sejuk di pagi hari mengenai wajahnya yang putih.
"Lagi dengaren apa sih? Kayaknya menghayati banget sampai keluar air mata," ujar Danis yang entah kapan ia sudah duduk di samping Zahra.
Zahra tidak merespon apa-apa. Mungkin karena ia sudah tenggelam dalam dunianya sendiri. Namun, sebuah tisu yang mengenai pipi kirinya, sontak membuatnya membuka mata dan ia terkejut saat melihat Danis sedang memegang tisu itu.
Zahra beranjak, tetapi perkataan Danis menghentikan langkahnya.
"Pergi tanpa mengatakan apa pun itu nggak sopan loh."
"Menyentuh yang bukan mahram itu juga nggak sopan," kata Zahra tanpa melihat ke Danis.
"Oke-oke, aku minta maaf." Danis menghembuskan napas. "Tapi, kamu bisa nggak duduk di sini sebentar?"
Zahra duduk dengan terpaksa, lalu melepas earphone-nya. "Mau ngomong apa?" tanya Zahra.
"Kenapa kamu harus pura-pura lupa saat kita bertemu di kantin sekolah?"
"Karena memang nggak ingat." kata Zahra, lalu memandang daun ketapang yang baru saja terjatuh. "Gini, biar nggak salah paham. Aku itu susah kalau di suruh mengingat atau mengenal orang baru. Apalagi cuma sekali ketemu."
"Kalau sekarang?"
"Maksudnya?"
"Ya, kamu ingat aku nggak?"
"Nggak. Udah, ya, aku mau pergi," kata Zahra, lalu beranjak.
"Sebentar!" Danis mengambil plastik yang ada di sampingnya, kemudian menyerahkannya ke Zahra yang tidak jadi pergi. "Nah, untuk kamu."
"Apa ini?"
"Buka aja."
Zahra membuka plastik hitam itu. "Salad buah?"
"Kata Anya itu makanan favoritmu."
Zahra diam sejenak. "Makasih." Lalu ia memasang earphone-nya kembali.
"Nggak jadi pergi?"
"Oke, aku pergi."
"Nggak, nggak, aku cuma becanda."
Tidak ada lagi percakapan setelah itu. Zahra hanya diam sambil kembali memejamkan mata. Sedangkan Danis memandang wajah Zahra yang mulai memerah karena terkena sinar matahari.
"Hm, btw, kamu lagi dengarin apa?" Danis mengulang pertanyaan yang pertama kali ia tanya saat tadi bertemu Zahra.
"Murottal," jawab Zahra singkat sambil masih memejamkan matanya.
"Lagu apa itu?"
Zahra melepas earphone-nya ."Murottal itu bacaan Al-Qur'an."
"Oh, maaf, ya, aku baru tahu. Soalnya aku non-Islam."
"Hah, mohon maaf, ya, Kak. Aku nggak tahu."
Canggung. Itu mereka rasakan saat ini. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Aku ...." kata mereka bersamaan.
"Aku mau kembali ke kamar," kata Zahra lebih dulu, "makasih salad buahnya." Ia menenteng plastik hitam itu.
"Iya, sama-sama."
Zahra sudah beranjak dan pergi ke lorong rumah sakit. Sedangkan Danis masih duduk di bangku itu sambil mengeluarkan tisu dari saku bajunya. Ia menatap tisu yang tadi digunakannya untuk mengelap air mata Zahra. Ini diluar keinginanku.
🌿🌿🌿
.
.
.💌💌💌
Jazakumullahu khair sudah membaca cerita ZAA.
See you next story!
Salam hangat,
Rahma🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahra, Al-Qur'an dan Alzheimer
SpiritualBagaimana mungkin bunga yang baru ingin mekar, lalu disiram dengan pahitnya air kehidupan. Membuat impian bagai angan yang sulit digapai. Akankah bunga yang layu bisa mekar kembali? Akankah cita bisa membangkitkan asa? Akankah juang bisa menggapai...