Zahra kembali masuk ke kamar, setelah menyimpan pai buah ke dalam kulkas di dapur. Tadinya ia ingin kembali murajaah hafalan yang sempat tertunda. Namun karena ada yang menelpon, Zahra terpaksa kembali menundanya.
"Zahra, pai dari aku udah sampe rumahkah?" tanya seseorang di sebrang telepon sana.
"Oh, dari Vina ternyata. Iya, udah sampe, makasih banyak, ya."
Setelah sambungan telepon terputus, Zahra berbaring sebentar di atas kasur. Kemudian saat ia hendak menyimpan ponselnya di dalam nakas, muncul notifikasi pesan.
Mamah💕 :
Zah, maaf, Mama tadi lupa ngasih tahu kalau kucingmu Mama titip di rumah tetangga, rumah no. 50. Tadi Mama sudah kabarin teman Mama yang tinggal di rumah itu. Kamu bisa jemput kucingmu di sana.Anda :
Siap, Mama. Zahra jemput Pipo sekarang, ya.Zahra masih belum melepas jilbab, jadi ia langsung bergegas keluar dan pergi ke rumah nomor 50 yang letaknya di kanan rumah Zahra.
Saat tiba di depan gerbang, Zahra berjalan ke dekat pagar beton dan melihat bel di sana. Zahra memencet bel itu sekali. Belum ada orang yang muncul. Sekali lagi ia memencet tombol bel itu.
"Cari siapa, Neng?"
Zahra hampir terlonjak kaget saat melihat bapak paruh baya muncul di sela gerbang di depan Zahra. Zahra bingung ingin menjawab apa, ia lupa menanyakan nama pemilik rumah itu pada Naira.
"Saya mau jemput kucing saya, Pak," jawab Zahra ramah.
"Kucing?" tanya Bapak yang sedang memegang sapu di tangan kanannya itu.
"Eh, Zahra, ya?" Seorang wanita seusia Naira muncul dari balik pintu. Zahra sedikit terkejut saat namanya disebut.
"I-Iya, Tante."
"Ayo, masuk, Zahra. Tolong bukain gerbangnya, ya, Pak."
Gerbang sudah terbuka. Zahra masuk, setelah mengucapkan terima kasih kepada Bapak tadi. Saat tiba di depan pintu wanita tadi menyambutnya dengan senyum. Zahra juga ikut tersenyum, walaupun ia sedikit merasa canggung. Kemudian Zahra mencium punggung tangan Ratna.
"Apa kabar, Zahra?"
"Alhamdulillah baik, Tante."
"Panggil aja Bunda. Jangan canggung gitu, dong. Bunda ini temannya Mamamu, loh."
"Iya, Bunda." Zahra tersenyum sambil mendengarkan wanita bernama Ratna itu berbicara.
"Oiya, kucingmu ada di taman belakang. Lagi mainan sama kucing Bunda kayaknya," ujar Ratna, lalu mengajak Zahra ke taman belakang.
🌿🌿🌿
"Sudah," gadis itu menghela napas berat setelah menutup sambungan telepon. "Sini, kembalikan bukuku."
"Nah," lelaki itu menyerahkan buku novel yang cukup tebal ke arah Vina. Saat Vina ingin mengambilnya, lelaki itu menarik kembali buku itu ke arahnya. "Minta nomornya, ya, please! Masa pelit sama kakak sendiri." Lelaki bernama Vino itu menunjukkan ekspresi paling melas yang ia bisa. Namun Vina tetap berekspresi datar.
"Ogah, sini bukuku."
"Ah, kamu ini, seharusnya dukung Kakak, dong."
"Gak. Jangan macam-macam sama sahabatku, apalagi Zahra. Kalau Kakak macam-macam, Kakak berurusan sama aku," ancam Vina, lalu merebut paksa buku yang ada di tangan Vino.
Vina yang aktif di ekskul bela diri dan olahraga itu memang tidak pernah takut sama siapa pun, apalagi dengan kakaknya, Vino. Vina tahu kebiasaan Vino yang hobi pacaran dengan banyak cewek, atau istilah lainnya playboy. Itu sebabnya Vina tidak ingin sahabatnya menjadi korban Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahra, Al-Qur'an dan Alzheimer
SpiritualBagaimana mungkin bunga yang baru ingin mekar, lalu disiram dengan pahitnya air kehidupan. Membuat impian bagai angan yang sulit digapai. Akankah bunga yang layu bisa mekar kembali? Akankah cita bisa membangkitkan asa? Akankah juang bisa menggapai...