BAB 8

8.1K 515 3
                                    

Laras merutuki sikap keras kepala Pak Burhan, mengancamnya tidak akan memberikan pesangon untuk pulang kampung, jika tidak mengikuti acara makan malam undangan Hutakama.

Dan karena uang Laras lagi-lagi lemah, memilih mengikuti si botak Burhan dibelakangnya sambil sesekali menebar senyum yang terpaksa, sungguh Laras tidak mau berada di tempat ini.

Laras dan Pak Burhan masuk di sebuah hotel berbintang 5 di daerah Bogor. Pak Baskara memang memilih Bogor sebagai tempat perayaan ulang tahunnya mengingat Bogor adalah kota kelahirannya.

Hotel megah entah berapa lantai yang dipandangi Laras dalam diam, hendak menghitung jumlah lantai dari hotel ini tapi kemudian Laras merasa konyol jika melakukannya.

Memasuki ball room yang sudah di hias sedemikian mewah, lampu-lampu kristal di setiap tempat duduk yang disediakan untuk tamu, dan banyak makanan nikmat yang pastinya menggugah selera tetapi tidak untuk Laras.

Ketika jam sudah menunjukkan angka 8 malam, lampu area tamu kemudian sedikit meredup dengan sorot lampu lebih terang ke bagian panggung dimana terlihat pak Baskara dan istri menaiki panggung dan hendak memberikan sambutan kepada tamunya.

Jantung Laras berdegup kencang, untuk pertama kalinya Laras melihat keluarga Evan selama 9 tahun hubungannya dengan laki-laki itu. Bagaimanapun ada sedikit rasa bahagia muncul di hati Laras, di hadapannya berdiri keluarga Evan dengan sangat jelas.

Laras mengamati postur tubuh tinggi dan tegap Pak Baskara yang menurun langsung ke anaknya, rambut ikal dan garis wajah yang tegas sangat pas untuk Pak Baskara yang terlihat tegas. Istrinya sangat cantik walaupun di usia yang tak lagi muda. Rambut berwarna caramel yang d sanggul rapi dengan hiasan mutiara menambah kecantikan Mama Evan.

Seandainya hubungan mereka adalah hubungan yang sehat, tentunya Laras akan sangat menanti kesempatan seperti ini.

Pak Baskara memberikan sambutannya, sangat bijaksana dan ringan di dengar. Dibuahi gelak tawa tamu dan tepuk tangan tamu-tamunya tentu saja Laras ikut melakukan hal yang sama. Tetapi tidak terlihat di wajah istrinya, sepertinya nyonya Baskara sedang tidak terlihat baik baik saja.

"Malam ini, malah yang sangat membahagiakan bagi saya dan istri. Karena malam ini kami ingin berbagi kebahagian dengan rekan-rekan ku semua, selain acara ulang tahun saya, malam ini saya mengumumkan pertunangan anak saya, Evan Widaguna."

Laras membeku, otaknya tiba-tiba seperti berhenti berfungsi, pertunangan? Evan?
Sudah tak mampu mencerna kejadian dengan kalimat - kalimat selanjutnya. Seperti ribuan duri menusuk di dadanya. Sebutir air mata menetes tanpa permisi, membuat Laras harus sedikit membungkukan wajahnya mencoba menutupi tangisnya di depan semua orang.

Laras menguatkan dirinya melihat ke arah panggung, disana berdiri Evan dengan senyum bahagia berdampingan dengan wanita cantik yang jika tidak salah adalah wanita yang ditemuinya di restoran mall waktu itu. Menguatkan pegangan di tas kecilnya Laras tetap ingin memperhatikan, memastikan apa yang terjadi diatas sana. Namun dari pengamatannya, tidak ada Evan menunjukkan wajah keterpaksaan.

"Hana, wanita cantik yang tentunya sudah mengambil hati anak saya. Hana Bagaskara anak kedua sahabat saya Tanoko Bagaskara." Suara menggelegar seakan mengumumkan sebuah generasi kuat dua perusahaan akan lahir. Laras memandang Hana, wanita yang cantik, sangat cantik. Dengan rambut panjang tergerai indah, dengan gaun malam hitam yang memperlihatkan bahunya yang mulus. Kulitnya jelas putih terawat, tidak seperti dirinya. Laras melihat ke arah samping wanita itu, dan mendapati Evan mengunci pandangannya padanya.

Laras terkejut, alarm dalam dirinya seakan mengingatkan nya untuk segera pergi dari ruangan ini. Dengan sedikit tergesa, Laras langsung berdiri dan meninggalkan kursinya. Tujuan utamanya adalah toilet terdekat, mencoba sedikit menenangkan diri karena fakta yang baru saja didengarnya membuat logikanya lumpuh. Mencoba berfikir jernih dan kemudian memutuskan untuk pulang.

Persetan dengan Pak Burhan.

Pintu toilet tiba - tiba terbuka dengan keras saat Laras membasuh wajahnya. Dan ketika melihat ke arah pintu, jantung nya seakan berhenti berdetak, di hadapannya Evan sedang berdiri melihat ke arahnya dengan tatapan murka.

"Jaga di depan!" Titah Evan kepada Christian, dan laki-laki itu menutup pintunya dari dalam.

"Apakah kamu begitu bodoh hingga datang kemari, hah?" Sedetik pintu tertutup, Evan langsung mendekti Laras, mencengkeram bahu Laras dengan kuat.

"Sakit, Van." Laras mencoba melepas cengkeraman Evan tapi gagal, tangan Evan tertancap kuat di kedua bahunya.

Evan tersadar dengan perubahan panggilan Laras kepadanya, dan dia tidak menyukainya.

"Dan apa aku tidak boleh untuk datang kemari?" Ttntang Laras.

"Apa kamu merasa pantas datang kemari? Ada disini? " tanya Evan penuh penekanan. "Segera pergi dari sini sebelum orangtuaku atau orang suruhannya melihatmu, atau ..," ucapan Evan tertahan. "Pergi dan jangan pernah memperlihatkan dirimu di depan keluargaku," titah Evan sambil berlalu, membuka pintu.

"Antar dia pulang."

Evan pergi, meninggalkan beberapa kepingan sakit hati Laras. Tak kuasa menahan air mata, Laras mencengkeram kuat pinggiran wastafel untuk menguatkan dirinya.

"Saya antar nona pulang." Christian sudah berdiri di hadapannya.

"Saya bisa pulang sendiri!" Laras menolak, sungguh harga dirinya sudah sangat hancur. Laras sudah mempersiapkan perpisahan dengan Evan, tapi tidak secepat ini dan bukan dengan cara yang begini. Evan sangat keterlaluan.

Cristian menghalangi langkah Laras untuk keluar. " Ini sudah perintah Tn. Evan, saya berharap Nona Laras tidak mempersulit saya."

Laras tetap melangkah, keluar hotel menunggu taksi lewat, rencananya dia akan menggunakan taksi untuk mengantarkannya ke terminal terdekat. Namun kemudian sebuah mobil hitam berhenti tepat dihadapan Laras, keluar dari dalamnya Cristian yang langsung memaksa Laras untuk masuk kedalam mobil.

********************************************

"Aku memerintahkanmu untuk mengantarnya pulang, bahkan dengan kekerasakan sekali pun, paksa dia masuk ke mobilmu!!" Evan menutup telefon dengan cepat, ia tidak mau mengambil resiko Laras pulang sendiri. Disini banyak sekali kaki tangan papinya, yang tidak segan akan menyakiti Laras jika dia ada disini.

Untuk sementara biar seperti ini dulu, sebisa mungkin Evan akan menyembunyikan Laras dari orangtuanya terutama papinya.

LARASATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang