Desember, 2014
"Dari Kp. Rambutan ke Karawang jauh tidak Ay?"
"Lumayan , sekitar 1 – 2 jam San"
"Kamu libur kerja hari Sabtu dan Minggu kan?"
"Iyah, beneran mau kesini kan?"
"Iyah besok, Aku juga mau tahu tempat kerja dan kontrakan Kamu"
Saat itu Aku berniat untuk menjenguk Ai di Karawang. Aku masih belum dewasa dan masih takut untuk bepergian jauh. Terlebih Aku juga baru saja pindah ke Jakarta dan masih asing dengan kota tersebut. Sekarang Aku sudah harus pergi ke kota lain lagi. Tapi Dia saja berani. Pikirku. Aku lihat aplikasi Maps dan melihat jalur untuk sampai ke Karawang.
"Ini turun di mana ya Ay nanti?"
"Nanti dar Terminal Kampung Rambutan naik bus Agra Mas yang warna merah, jurusannya Karawang. Nanti bilang aja mau ke Terminal Klari, setelah itu kabarin lagi aja yah" Ai menjelaskan dengan rinci.
"Oh oke deh, gak bakal nyasar juga kan yah"
"Ya enggak lah kan cuma satu jalur. Eh nanti bawa buku Ms.Excel dong, mau pinjem buat belajar lagi" ucap Ai.
"Iyah nanti ingetin lagi aja sebelum berangkat"
Keesokan harinya aku pun berangkat ke Terminal Kampung Rambutan dan menunggu bus yang menuju arah Karawang.
"Ini ke Karawang yah Pak?" Tanya Aku kepada mas kondektur
"Iyah benar, masih kosong Mas, duduk aja"
"Iyah Pak, nanti lewat Terminal Klari gak?"
"Enggak mas, gak lewat, tapi berhenti disitu nanti"
"Sama aja dong Pak"
"Baru pertama kali naik bus Karawang ya Mas?"
"Iyah Pak"
"Tujuannya mau kemana emang Mas?"
"Kurang tau Mas, saya disuruh turun dulu di Terminal Klari , setelah itu dijemput"
"Oh yaudah Mas, duduk aja"
"Saya bayar ongkosnya sekarang aja ya Pak, takut kelupaan"
Bus berjalan pelan, Aku pun mendengar banyak sekali pedagang asongan yang hilir mudik kedalam bus. Aku sedikit merasa rishi dengan kondisi itu. Takut. Iya. Takut kecopetan atau hipnotis.
"Mau kemana Dek?" Tanya penumpang di sebelahku.
"Terminal Klari Pak"
"Oh itu tujuan akhir sih jadi tinggal duduk aja sampai Terminal terakhir"
"Iyah Pak terima kasih"
Aku sedikit takut. Aku waspada sepanjang perjalanan. Tiba-tiba bus sudah akan masuk ke jalan bebas hambata. Nampak seorang pengamen masuk ke dalam bus dan menyanyikan banyak sekali lagu. Pengamen yang tak biasa, pikirku. Sekitar tiga puluh menit, pengamen itu membawakan lagu, dan akhirnya tibalah kantong khas pengamen itu berkeliling. Karena merasa puas dengan lagunya, Aku pun memberikan sedikit rezekiku.
"Yoo, sedikit bagi Anda, rezeki bagi kami. Hati – hati diperjalanan, jangan sampai barang Anda tertinggal apalagi berpindah tangan" ucap pengamen itu.
Aku semakin merasa harus waspada ketika ada yang bilang begitu.
Sepanjang perjalanan aku melihat pesawahan membentang di kanan dan kiri jalan. Gersang sekali pikirku. Tak ada gunung ataupun pepohonan rindang. Sebuah dataran rendah pikirku. Hawa panas semakin terasa meskipun di dalam bus ada pendidingin udara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Go
NouvellesMelepaskan bukanlah hal yang mudah. Level tertinggi mencintai adalah merelakan.