#7 Agustus, 2018

11 0 0
                                        

Agustus, 2018

Tiga tahun berlalu.

Aku masih saja teringat kenangan itu. Kenangan yang membuatku bertanya-tanya. Kenapa wanita begitu sulit dimengerti pikirku. Selama bertahun-tahun aku tidak bisa melewati masa-masa sulit itu. Meskipun hubunganku sudah berakhir, bukan berarti Aku dan Dia saling membenci satu sama lain. Setidaknya itu yang Aku rasakan. Kita berdua masih ada dalam satu grup sekolah yang sama dan disitu masih ada interaksi antara aku , dia dan teman-teman yang lain.

Saat ini aku sudah menyelesaikan perkuliahanku. Hanya tinggal menunggu wisuda saja di bulan September nanti. Aku pun menghabiskan waktu di Sukabumi dengan cara berkunjung kesana kemari menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman yang masih ada waktu untukku. Tak jarang, aku pun mencari lowongan pekerjaan di sebuah situs internet. Berharap dapat pekerjaa sebelum wisuda nanti. Tapi lebih sering aku habiskan waktuku dengan menonton Anime dan bermain gitar.

Kemudian seorang dosen memberiku sebuah job untuk menyusun dan mengedit sebuah buku tentang kimia. Aku pun tertarik. Karena memang itu masih berkaitan dengan tugas akhir kuliahku. Saat aku berfokus pada tugasku, tiba-tiba ada sebuah pesan masuk dari seseorang yang tak terduga.

"San, gimana kabarnya?"

"Oh iyah baik, kamu sendiri?"

"Baik juga, lagi sibuk apa San?"

Ya. Ai menghubungiku lagi saat itu. Sepersekian detik aku sempat merasa bahagia, tapi aku tahu hal itu tak terjadi. Tak kan seperti ekspektasiku.

"Nggak sibuk apa-apa sih, lagi free juga baru kelar siding skripsi" jawabku

"Oh gitu, boleh minta bantuannya gak?"

"Bantuan apa Ay?"

"Kamu kan dulu suka ngedit-ngedit gitu yah? Boleh minta tolong buatin brosur dan poster penelitian gak?"

"Oh iyah boleh aja,tapi deadline nya masih lama kan?"

"Iyah masih lama kok"

"Yaudah kirimin aja bahannya ke email"

"Oke , Aku segera kirimin yah"

"Btw, ini mau desain kayak gimana yah?"

"Gimana aja deh bagusnya yah, Aku gak terlalu paham"

"Yaudah tapi jangan complain kalau ada yang kurang bagus yah"

"Oke siap"

"Oh iyah, kuliah kamu gimana? Ini buat tugas kuliah bukan?"

"Lancar aja San, doain juga tahun depan bisa lulus tepat waktu, itu tugas buat temen kantor Aku sih, tapi gak apa-apa kan yah"

"Oh syukurlah. Iyah gak apa-apa" jawabku

Obrolanku mengalir begitu saja seperti seorang teman pada umumnya. Entah kenapa Aku pun merasa nyaman dengan hal itu. Aku tidak berharap hubunganku kembali. Tapi dengan cara tersebut sepertinya sedikit rasa sedih dan rasa galau mulai hilang. Mungkin Aku hanya butuh ngobrol. Pikirku.

"Oh ya Ay, aku liat kamu punya pacar baru lagi yah, bukan yang kemarin?"

"Iyah San, do'ain aja yah semoga lancar sama yang ini" jawabnya

"Oke Ay, semoga yang disegerakan segera tercapai ya"

Saat mendengar itu, harapanku sudah benar-benar tidak ada. Padahal, ini sudah hampir tiga tahun dari kejadian itu. Dan aku masih saja berharap. Tapi lambat laun, Aku pun mulai menyerah untuk berharap Dia kembali.

"Kamu sama si Prita gimana juga San?"

"Lah kok jadi Prita?"

"Bukannya dulu pas kita renggang, kamu deket sama Prita yah?"

"Hah, tau darimana? Perasaan Aku gak pernah cerita apa-apa" jawab Aku

"Atau jangan-jangan balikan lagi sama si Ijeum yah?" Tanya Dia.

"Enggak kok, gak balikan sama Dia". Aku mulai merasa canggung.

"Ya kan gak masalah juga kalau balikan, yaudah pokoknya Aku minta tolong yang tadi itu yah, Aku sibuk dan kuliah juga soalnya, makasih ya San"

"Iyah nanti Aku kabarin kalau sudah jadi" jawabku.

"Oh iya, masa lalu cukup kita jadikan pelajaran aja yah, mungkin kita emang gak berjodoh jadi jangan terlalu memaksakan diri sendiri yah".

Keesokan harinya, Aku kumpul dengan teman-teman kelasku dirumah Ina. Letak rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku, jadi tidak terlalu memakan waktu untuk bisa sampai kesana.

Terlihat disana sudah berkumpul teman-teman lamaku. Icus, Maya, Ina, Aldi, Ari, Aldi, Agus, dan masih banyak lagi. Aku pun bercerita tentang Ai yang meminta tolong kepadaku untuk mengerjakan tugasnya.

"Eh Dak, kemarin si Ai chat nanyain kabar" Aku berusaha membuka percakapan.

"Ah bosen lihat Loe galau mulu, move on atuh, ini sudah tahun berapa woy" sahut Aldi.

"Eh tapi beneran"

Terlihat semua orang tidak peduli dengan ceritaku. Memang benar. Sepertinya Aku harus move on dari kondisi seperti ini. Mereka pun sibuk dengan cerita masing-masing dan aku hanya bisa memperhatikan saja. Aku merasa senang jika melihat mereka kumpul seperti itu. Meskipun aku kehilangan pacar, paling tidak aku masih mempunyai teman-teman yang selalu ada saat itu. Semoga kalian semua tetap mengingat masa-masa bersama ini. Meskipun beberapa tahun lagi kalian akan berada di jalan yang berbeda. Harapku.

Beberapa minggu kemudian,

"Ay tugas kemarin udah aku kirim lewat e-mail yah, kalau ada yang kurang di cek aja lagi" Aku mengirim pesan segera setelah menyelesaikan tugasnya.

"Oh iya San, maaf baru bales, oke aku cek dulu yah"

"Gimana Ay, ada yang kurang tidak?"

"Enggak San, udah bagus ini. Terima Kasih yah"

"Iyah sama-sama"

Chatingan itu mungkin akan jadi yang terakhir. Karena Dia memberikan sebuah informasi bahwa akan menikah di bulan Desember nanti. Aku pun hanya bisa terdiam. Mencoba ikut senang. Perasaanku hampa saat itu. Tak ada harapan lagi, tapi juga tidak merasa kesal.

Jika waktu bisa kuputar kembali, mungkin aku akan memperbaiki hal salah yang sudah kulakukan. Tapi itu tidak mungkin, justru karena waktu tidak bisa kembali kita harus bisa menghargai waktu. Hargai Dia yang ada saatmu sekarang. Sekarang bukan saatnya menyesali kejadian yang sudah terjadi. Tapi sekarang saatnya untuk mengambil sikap menghadapi masa yang akan datang.

Aku bersyukur Dia dipertemukan dengan lelaki yang bisa segera menikahinya. Jika seandainya Dia masih tetap bersamaku, entah sampai kapan Dia akan sabar menunggu. Aku bersyukur, disaat tak ada seorang pun yang menemaninya di perantauan, Dia bisa segera menemui jodohnya. Ada yang menjaganya. Aku tahu, Aku tak akan bisa melakukan semua hal itu. Aku memang bukan orang yang tepat untuknya. Kalau pun aku meminta memperbaiki hubunganku saat itu, pasti akan lebih terlihat memaksakan dengan kondisi saat ini.

Dia adalah wanita yang kuat menurutku. Disaat Aku kuliah, Dia sudah bekerja, mandiri di kota orang. Jauh dari sanak saudara. Berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Bisa semangat kuliah walaupun dihadapkan dengan sibuknya pekerjaan, menurutku itu sudah sangat hebat. Aku yang kadang ngomel jika ada kuliah jam tujuh pagi, mungkin belum seberapa dibandingkan perjuangannya yang harus berangkat kerja jam enam pagi, kerja selama delapan jam dan sorenya lanjut untuk kuliah. Bahkan disaat Sang Pencipta mengambil orang terdekatnya, Dia masih bisa tersenyum. Aku bersyukur telah mengenalnya.

###

Let It GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang