Tiga

494 65 9
                                    

"Kurang dari 3 minggu lagi mau menikah, kamu masih mau kerja?" tanya Hanum—mamanya Yelina. "Seharusnya kamu itu udah dipingit, nggak boleh keluar lagi kecuali kalau mau ke salon tuh buat perawatan tubuh sebelum menikah."

"Ma!" protes Yelina sembari mengerucutkan bibirnya. "Aku nggak betah kalau cuma diem di rumah aja."

Yelina adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Karena dia satu-satunya anak perempuan, jadi Yelina begitu dimanja kedua orang tuanya. Yelina tidak boleh mengerjakan apapun termasuk walau hanya sekedar merapihkan kamarnya sendiri.

"Ya udah. Mulai sekarang, kamu boleh bantu Mama masak atau beberes kamarmu. Hitung-hitung belajar sebelum menjadi ibu rumah tangga."

Hanum pikir tidak ada salahnya jika Yelina diajari pekerjaan rumah tangga, mengingat dia akan menikah sebentar lagi. Selama ini dia memanjakan anak sulungnya tersebut karena merasa tidak ada hal yang akan dikerjakan Yelina. Hanum hanya memasak untuk keluarganya, namun pekerjaan rumah lainnya ada si Bibi yang mengerjakan.

Yelina mengembangkan senyumnya, dia sebetulnya tidak begitu suka terlalu dimanja oleh orang tuanya. "Gitu dong, Ma! Kenapa baru sekarang? Aku 'kan bingung kalau di rumah cuma gitu-gitu aja. Nonton drakor, baca novel, nulis. Kadang aku juga pengen ngerjain hal yang lain."

"Ya udah. Sekarang Mama mau bikin brownies, kamu mau bantuin?"

"Mauu!" jawab Yelina antusias. "Aku ganti baju dulu deh." Yelina tadinya sudah rapih ingin ke toko bunganya. Dua adiknya lagi, satu sedang kuliah semester empat dan satunya lagi masih SMA. Papanya sendiri masih aktif bekerja.

Sebelum jam makan siang, brownies buatan Yelina dan Hanum sudah jadi empat loyang. Yelina senang sekali walau bukan sepenuhnya dia yang membuatnya.

"Ma, aku boleh minta satu loyang nggak?" tanya Yelina pada Hanum. Dia ingin memberikan brownies pertama buatannya untuk Arya dan mengantarkannya ke kantor. Dia merasa bersalah kemarin sudah berbohong pada calon suaminya tersebut.

"Boleh... buat kamu makan sendirian di kamar?"
Yelina menggeleng. "Bukan, Ma. Umm... buat Mas Arya. Aku pengen dia cobain karya pertamaku."

"Alesan kamu aja itu. Bilang aja pengen ketemu Arya 'kan? Kangen sama dia? Cielah... nggak sabar kayaknya nunggu sampe hari H," ledek Hanum.

Bukan gitu, Ma. Aku cuma pengen nebus kesalahanku padanya kemarin karena udah bohonngin dia.
Yelina meringis. Andai mamanya tahu apa alasan dia yang sebenarnya.

"Boleh ya, Ma," pinta Yelina dengan wajah memelas. "Aku cuma bentaran doang kok."

"Ya udah sana! Jangan lama-lama tapi. Habis itu kamu langsung balik. Inget, dikit lagi mau nikah jangan suka keluyuran. Pamali kata orang."

"Siap, Ma!"

***

Ketika Yelina telah rapih dan bersiap menuju  kantor sang calon suami, ponselnya berdering. Yelina tersenyum melihat nama yang tertera dilayar ponselnya.

"Hallo Mas, ada apa?"

"Aku on the way jemput kamu ke rumah. Makan siang dekat rumah kamu, yuk! Gantiin yang kemarin enggak jadi."

"Boleh Mas! Kebetulan aku udah juga mau ketemu. Emm, tadinya sih, aku mau ke kantor kamu anterin sesuatu."

"Apa tuh? Mau nganterin makan siang buat aku? Kamu masak?"

Arya pasti heran, karena dia tahu Yelina tidak bisa memasak.

"Bukan. Cuma brownies sih, tadi bikin bareng Mama. Nanti kamu cobain, ya?" Yelina tampak bersemangat.

"Oke Sayang. Bentar lagi aku nyampe, kamu tunggu di luar aja biar kita langsung jalan."

Tak perlu menunggu lama, mobil milik Arya tiba di depan rumah Yelina.

"Mana browniesnya?" tagih Arya saat Yelina sudah berada di dalam mobilnya.

"Ini!" Yelina menunjuk paper bag di atas pahanya. "Aku udah potongin sekalian, kamu mau coba?"

"Boleh... suapin, ya? Aku 'kan lagi nyetir."

Yelina mengangguk. Dia mengambil sepotong brownies dan mengarahkannya ke mulut Arya.

"Gimana, Mas? Enak nggak?"

Arya diam sejenak, lalu manggut-manggut. "Enak!" pujinya tulus. Satu tangannya yang tidak dia gunakan untuk kemudi, terulur mengacak rambut Yelina. "Calon istri aku udah bisa masak sekarang."

Yelina tersenyum senang. "Belum bisa dibilang bisa juga, Mas. Baru bikin ini doang, itu juga bikinnya berdua sama Mama."

"Nggak apa-apa. Seenggaknya ada kemajuan," ucap Arya menyemangati.

"Oh ya, kemarin itu kamu makan siang bareng sahabat kamu yang mana?" tanya Arya mengalihkan.

Arya tahu, Yelina tidak mempunyai banyak teman. Dan dua orang teman dekatnya sejak di bangku kuliah, Arya mengenal mereka.

"Itu... sahabat lama aku, Mas. Waktu jaman sekolah, iya.. waktu sekolah. Kamu enggak kenal," jawab Yelina gugup. Dia tidak mungkin mengatakan jika sahabatnya adalah seorang pria. Arya bisa saja cemburu nantinya.

Yelina menghela napas lega karena Arya tidak bertanya lagi, sepertinya pria itu percaya padanya.

***

Yelina mengobrol ringan dengan Arya sembari menikmati makan siang, sesekali dia tertawa kecil karena candaan dari Arya. Tiba-tiba tawanya terhenti ketika mendapati seseorang memasuki restoran di tempatnya makan. Hingga tatapannya beradu dengan orang itu, yang tak lain adalah sahabatnya, Ares.

Ares tersenyum lebar saat melihat Yelina, bahkan dia melambaikan tangannya kepada wanita itu. Sedangkan Yelina malah nampak salah tingkah.

"Ngeliatin siapa, sih?" tanya Arya yang tahu kalau pandangan Yelina mengarah bukan kepadanya.

"I-itu... "

"Hai, Lin!" Belum sempat Yelina menjawab pertanyaan Arya, Ares sudah berdiri di dekat mereka.

Arya mengerutkan alisnya. "Dia siapa?" tanyanya pada Yelina.

Dengan percaya dirinya, Ares mengulurkan tangannya. “Gue Ares, sahabatnya Elin dari SMP. Lo siapa?”

"Gue calon suaminya Yelina," balas Arya membalas jabatan tangan Ares.

Senyum Ares luntur seketika. Ini rupanya calon suami Yelina. Gantengan juga gue, batinnya membanggakan diri.

Yelina hanya diam memperhatikan interaksi di antara kedua pria tersebut.

"Boleh gabung di sini?" tanya Ares dengan tak tahu dirinya. Tak mundur walau sudah mengetahui ada pria lain di ssisi Yelina.

Tak ada jawaban dari keduanya, Ares tersenyum masam. Kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya dan memberikannya pada Yelina. "Jepitan rambut lo kemarin ketinggalan di mobil gue. Nggak berubah ternyata, dari dulu suka pakai jepitan dan hilang, terus gue yang nemuin."

Ares terkekeh, sedangkan Yelina ingin rasanya menendang Ares ke luar angkasa. Muka Yelina memucat ketika mendapati Arya yang menatapnya dengan sorot mata tajam.

Tak menyadari situasi yang genting, Ares kembali melanjutkan kalimatnya. "Nanti kita makan siang bareng kayak kemarin lagi, ya?" ujarnya pada Yelina secara terang-terangan. "Nggak apa-apa 'kan, Mas, kalau calon istrinya makan siang sama sahabatnya sendiri?"

Astaga Res... lo nggak tahu apa situasinya lagi nggak tepat?

Setelah kepergian Ares, Arya langsung menatap tajam Yelina. Dia mulai menginterogasi calon istrinya itu.

"Jadi, kamu batalin rencana sama aku kemarin karena memilih makan siang sama dia, sahabat laki-lakimu itu?"

“Mas… ”

“Sejak kapan kamu bisa bohong sama aku?”

Tbc...

Someone Who Came From the Past (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang