Security

447 14 2
                                    

Namanya Pak Somad, umurnya mungkin sudah lebih dari 50 tahun. Tua dan gempal, jalannya agak pincang. Perusahaan tetap mempekerjakannya sebagai balas jasa, konon ia sudah mengabdi di keluarga pemilik perusahaan ini ketika umur pemilik perusahaan masih 7 tahun.

Aku sering menyapanya setiap pagi dan petang ketika melewati gerbang. Kata orang tuaku, sapaan kecil bisa membuat orang bahagia, nilainya sama dengan sedekah. Enak kan? Cuman senyum dan menyapa tapi dapet pahala seperti sedekah uang?

Selama aku kerja di sana (luar pulau Jawa), tidak ada hubungan yang istimewa antara aku dan Pak Somad. Tetapi ketika aku mau balik ke Jakarta, justru terjadi pengalaman yang membuat hubungan kami lebih dalam. Terlalu dalam malahan.

Jadi ceritanya, aku akan dijemput mobil travel jam empat pagi besok, biar bisa ngejar pesawat. Terpaksa aku tidur di kantor biar besoknya tidak telat. Jarak mesku ke kantor lumayan jauh dan jalannya masih tanah, licin dan berlumpur tebal kalau hujan. Kalau aku pulang ke mes, bisa-bisa besok paginya ketinggalan travel. Otomatis ketinggalan pesawat juga dan tiketku hangus.

Pak Somad nemenin aku di kantor setelah jam sebelas malam. Aku baringan di matras yang digelar di lantai. Ada banyak matras, karena karyawan memang banyak yang suka tidur di kantor kalau besoknya harus datang lebih pagi.

"Mau dipijat Bang?" Pak Somad nawarin jasa ketika melihat aku baringan gabut sendirian. Kudengar Pak Somad emang bisa mijat, tapi aku engga pernah melihat apalagi minta dipijatnya.

"Gak usah Pak. Gak pegal-pegal juga." Aku menolak halus. Lagian aku jauh lebih muda, gak pantas minta pijat beliau yang, meskipun hanya security, tapi umurnya jauh lebih tua.

"Saya bisa bikin Bang Faraby cepat tidur, biar besok engga telat."

Aku tidak bisa menolak. Lagian mataku memang susah sekali dipejamkan, sementara perjalanan besok cukup berat.

Singkat cerita aku mulai dipijat. Pijatannya enak, sehingga aku jadi ngantuk beneran. Lalu ketiduran. Entah berapa lama aku pulas, baru terbangun ketika rasanya ada yang berusaha membuka bajuku.

Aku membuka mata, kemudian teringat sedang dipijat. Cuman seingatku posisiku tengkurap, sementara saat itu aku telentang. Ruangan gelap karena semua lampu dimatikan.

"Dibuka dulu celananya ya Bang, jeansnya tebel bikin mijatnya berat," kudengar suara Pak Somad agak berbisik.

"Oh, iya Pak," jawabku sambil mau membuka celanaku.

"Udah, tidur saja Bang, biar besok segar," Pak Somad menyingkirkan tanganku, kemudian dengan terampil membuka baju dan celanaku.

Aku agak terkejut karena sambil membuka celana, ia juga membuka celana dalamku sekalian. Refleks aku menahan. Tapi ia menepis tanganku sambil berkata lirih, "Gapapa Bang, ruangannya gelap kok, gak kelihatan."

Ya sudah aku diam saja dan tertidur lagi sesaat kemudian. Pijatan Pak Somad terlalu enak, apalagi sekarang pakai minyak juga, jadinya makin bikin ngantuk.

Entah berapa lama aku tertidur, rasanya relaks sekali. Aku baru terbangun ketika batang kemaluanku terasa dikulum-kulum dan disedot-sedot. Lembut tetapi bikin batangku memberontak.

"Pak...?" Aku berteriak lirih sambil mengalihkan kepala yang ada di depan kemaluanku. Kupegang rambutnya untuk menyingkirkannya.

Tangan Pak Somad menepis tanganku sambil terus menyedot-nyedot, membuatku merasakan sensasi keenakan. Entah kenapa aku kemudian membiarkannya menikmati batangku.

Merasa aku tidak melawan, Pak Somad melepas tanganku dan memakai telapak tangannya untuk membelai dada dan perutku, memilin-milin putingku, membuatku semakin merasa terbang.

Entah berapa lama Pak Somad melakukannya. Ketika ia melepas mulutnya dan mulai menjilati tubuhku, aku tidak sanggup menolaknya. Bahkan ketika ia mulai mengocok batangku, aku menarik tangannya, mendekatkan wajahnya ke wajahku.

Bibir Pak Somad yang dilapisi kumis tebal menyentuh bibirku. Aku membiarkannya melumat bibirku, bahkan aku membuka mulutku, membiarkan lidahnya masuk memainkan lidahku. Aku benar-benar pasrah menjadi mainannya ketika itu.

Yang terjadi selanjutnya adalah gerakan-gerakan yang natural tanpa diatur. Saling menyerang sekaligus saling menerima, kadang keras kadang lembut, tetapi benar-benar relaks.

Ketika akhirnya aku tidak tahan untuk keluar, aku memberi isyarat ke Pak Somad dan ia memahaminya. Dengan sigap ia kembali mengisap-isap batangku sambil memijat pangkal yang tidak bisa masuk.

Ketika aku menyemburkan entah  berapa semburan, Pak Somad meminumnya seperti orang kehausan. Aku memegang kepalanya agar tidak segera dilepas ketika semburanku melemah, sampai akhirnya batangku tidak mengeluarkan cairan sama sekali.

Pak Somad tidak keberatan ketika kepalanya kutahan tetap di depan batang kemaluanku. Ketika aku sudah lemas dan tanganku terkulai ke samping, Pak Somad baru melepas mulutnya dari batangku. Aku merasa sangat malu sehingga kututupi mukaku dengan kedua telapak tanganku, meskipun kondisi saat itu gelap gulita.

Pak Somad masih menjilati batangku yang masih tegak... entah sampai berapa lama karena aku kembali jatuh tertidur....

Gay NanggungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang