Astoria kira nampaknya suasana hati Draco menjadi sangat baik pagi ini, suaminya itu terus saja tersenyum meski bukan untuknya. Draco bermain bersama Scorpius sejak pagi, mengajak Scorpius berjalan-jalan, dan banyak kegiatan positif lainnya. Scorpius pun nampaknya sangat nyaman berada dalam gendongan hangat Draco, bukti nyatanya adalah tawa yang terus keluar dari bibirnya sepanjang hari saat Draco bermain bersamanya.
Sialan! Harapan semu miliknya kembali melambung tinggi, tanpa bisa dicegah, Astoria benci fakta tersebut. Hanya harapan semu.
Astoria tidak tahu menahu apa alasan dibalik senyum Draco, tapi dia sangat menikmatinya. Sangat jarang Draco berbagi senyum ketika di empunya berada di rumah, ironisnya bahkan hampir tak pernah, Astoria tersenyum miris mengingat hal tersebut.
Wanita dengan status istri sah Draco itu kian dibuat heran, wajarnya Draco akan pergi meski di hari libur seperti saat-saat sebelumnya, tentu saja setelah Draco masih menyempatkan dirinya untuk bermain dengan Scorpius.
Mau bagaimana lagi, bagaimana pun keadaannya Draco tak bisa mengkhianati fakta bahwa Scorpius adalah darah dagingnya, keturunannya, dan Draco menyayanginya.
"Asto." Astoria tersadar dari lamunannya. Matanya mencari-cari sumber suara yang baru saja memanggil namanya, milik suaminya Draco.
"Aku berada tepat di belakang mu." Suara Draco kembali tertangkap pendengarannya. Mendengar instruksi Draco, wanita itu segera membalikkan tubuhnya memandang Draco yang masih bermain dengan Scorpius.
"Iya, kenapa Drake?" Suara Astoria terdengar sangat lirih. Tumben sekali Draco mengajaknya berbcara, bukannya senang, kali ini dia memiliki firasat buruk tentang hal ini.
"Aku tahu Asto, kau sama sekali tak bahagia dengan pernikahan ini, dan kau tahu aku pun sama." Suara Draco menggema di telinga Astoria. Dia tak mampu hanya untuk sekedar memandang Draco tepat di manik kelabu suaminya, rasanya sakit.
"Aku bahagia Drake." Astoria mencoba membohongi dirinya sendiri, hanya saja tentu Astoria akan sangat bahagia bila Draco menyambut perasaannya.
"Kau menipu diri mu sendiri, Asto, sama sekali tidak ada nada bahagia dalam kalimat mu barusan."
Mata Astoria berkaca-kaca. Draco benar, dia memang tak pernah merasakan sedikit pun kebahagiaan dalam hubungan paksaan ini. Dia sadar, teramat sadar bahwa Draco mencintai orang lain, dan bukan dirinya. Draco tak pernah bertingkah manis padanya meski hanya sebuah kepura-puraan. Draco selalu menegaskan padanya bahwa hidup dan cinta suaminya itu, sama sekali bukan untuknya, bahwa bukan dia yang menempati tahta tertinggi dalam singgasana hatinya. Tidak akan pernah ada celah, suaminya mencintai orang lain, dan orang itu bukan dirinya.
Memang sulit diterima, tapi fakta adalah fakta.
"Lalu aku harus apa Drake? Coba katakan padaku. Demi Tuhan! Scorpius bahkan masih sangat kecil, Drake!" Air matanya mengalir deras, membasahi pipi yang kini memerah penuh amarah sembari memandang nyalang Draco. Astoria buntu, di satu sisi dia tidak bahagia dengan pernikahan ini, di satu sisi lainnya dia sudah sangat jatuh pada pesona Draco.
Dulu dia memaksa orang tuanya membuat kontrak pernikahan untuknya juga Draco, meski ironisnya dia tahu bahwa Draco tak pernah menganggapnya lebih dari putri salah satu rekan bisnis ayahnya. Draco dulu menolak lamarannya dengan tegas, namun sayang saat itu keluarga Malfoy sedang dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Banyak pihak yang menyalahkan keluarga Malfoy, baik terang maupun gelap.
Demi kejayaannya kembali Lucius menggadai kebahagiaan putra sulungnya, menyetujui kontrak pernikahan antara Draco dan putri bungsu Greengrass, sebagai penopang kokoh serta pondasi kebangkitannya, dan Astoria memanfaatkan hal tersebut demi obsesinya pada Draco.
"Lalu apa mau mu sekarang? Kau ingin aku terjebak selamanya dengan mu, dalam penjara yang sengaja kau buat sediri ini, dan tak merasakan kebahagiaan sepanjang hidupku?" Astoria bungkam, dia tak mau melepas Draco, bagaimanapun Draco itu miliknya seorang.
"Kau tak boleh egois Draco! Ingat Scorpius, dia masih terlalu kecil bila harus tumbuh tanpa asuhan kedua orang tuanya." Astoria terengah-engah, emosinya tersulut bahkan berkobar. Dia bersumpah demi Merlin dan keturunannya, siapapun yang telah membuat Draco bersikeras menceraikannya, dia akan mencarinya sampai ke lubang tikus, dimana pun orang itu berada Astoria akan mencarinya, dan akan memberikan pelajaran yang setimpal.
"Kau yang jangan egois! Kau kira aku tak tahu apa yang kau sembunyikan dariku? Kau memaksaku menikahi mu dengan memanfaatkan kelemahan keluargaku, kau memaksaku terikat hanya karena obsesi gila milik mu, dan jangan salahkan orang lain yang bahkan belum pasti hanya untuk menutupi kesalahan mu." Astoria terkejut, sungguh. Dari mana Draco tahu apa yang ada dipikirkannya?
Kelopak mata Astoria terbuka lebar memandang Draco penuh kemarahan. Legillimens, Draco menggunakan Legillimens padanya. Air matanya semakin deras menuruni pipinya, tega sekalj Draco melakukan Legillimens padanya. Apa Draco tak sedikit pun menaruh rasa percaya padanya? Astoria tahu, kali ini rumah tangganya telah berada di ujung tanduk.
"Ingat Drake Scorpius masih sangat kecil." Astoria memandang Draco penuh harap. Semoga saja Draco mendengarkannya, semoga saja nama Scorpius bisa mempertahankan rumah tangga mereka.
"Aku ingin membesarkan Scorpius bersama mu Drake, tolong mengertilah." Astoria sungguh berada pada limitnya. Dia tidak tahu bagaimana lagi cara mencegah Draco bila suaminya itu tetal bersikukuh untuk berpisah dengannya.
Di hadapan Astoria, Draco memandang putra semata wayangnya. Draco memang menyayangi Scorpius, namun kebahagiaannya dan kebebasannya jauh lebih penting sekarang. Bukan maksud mengatakan Scorpius tidak penting baginya, tapi tanpa terikat dengan Astoria pun Scorpius tetap putranya, dan tidak akan ada yang meragukan hal tersebut.
"Kau tahu Asto, saat Scorpius besar nanti, saat dia memahami keadaan keluarganya, dia tak akan bahagia dengan keluarganya. Ibunya egois dengan obsesinya, ayahnya yang tak mencintai ibunya. Dia akan lebih menderita nantinya." Ucap Draco memberi penjelasan.
Astoria menunduk memikirkan perkataan Draco. Perkataan suaminya itu memang benar, tapi dia tidak mau bila harus melepaskan Draco.
"Aku mencintaimu Drake!" Astoria berteriak kencang, membuat Scorpius menangis di dalam gendongan Draco.
Draco memberi tatapan peringatan, memandang tajam penuh kewaspadaan, namun tangan lelaki yang diam-diam jatuh hati pada sang penyelamat dunia sihir itu sibuk menimang-nimang putra bungsunya, mencoba meredakan tangisan putranya dengan sebuah lullaby halus di ujung telinga Scorpius.
Setelah putra tunggalnya kembali menutup mata, Draco menidurkan Scorpius di dalam kamar bayi yang kebetulan bersebelahan dengan milik Astoria.
Semua kegiatan Draco tidak sekalipun lepas dari pandangan Astoria tentunya, mata wanita dengan satu orang anak itu mengikuti kemanapun Draco melangkah dengan matanya yang masih berderai air mata.
"Drake, bagaimana dengan Scorpius?" Astoria bertanya tanpa memandang Draco.
"Scorpius tetap anakku, tetap menjadi pewaris ku. Aku tak akan berhenti menyayanginya meski kita berpisah nanti. Dia putraku satu-satunya, putra kandungku."
Haruskah Astoria berhenti. Dia ingin bahagia, begitupun Draco. Dia mencintai Draco, namun sayang cintanya tak bertepuk sebelah tangan, dia ingin memiliki Draco seutuhnya untuk dirinya sendiri, namun sekali lagi dia sadar bahwa Draco tak pernah sekali pun memikirkannya.
Haruskah dia menyerah? Sepertinya iya. Astoria ingin bahagia itu saja, tidak lebih.
"Baik Drake, mari berpisah."
TBC
Bisa masih banyak kesalahan kata, kalimat rancu, kesalahan EYD, dan lain-lain tolong ingatkan aku ya. Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anomaly (Revisi)
RomanceDalam cinta tak ada kata terlambat bukan? Kejarlah dia dengan cara mu, genggam tangannya dan jangan pernah kau lepaskan sumber kebahagiaan mu. OoOoOoO Di hari pernikahan Harry, Draco memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya. Di atas altar dalam bi...