Dear Maryam 16

889 129 64
                                    

Sudah sekitar satu jam Darrel berdiam diri di dalam mobilnya yang berhenti tidak jauh dari sebuah rumah sederhana berpagar putih. Menimbang apakah dirinya harus turun atau tidak sambil terus mengawasi ke arah rumah yang tak lain adalah tempat tinggal mantan sekretarisnya.

Ya, sejak awal Darrel memang berniat menemui Maryam, bukan pergi ke kantor karena ada pekerjaan mendesak seperti yang dia katakan kepada Gia. Darrel tidak bisa hanya berdiam diri dan membiarkan rasa bersalah itu menghantuinya, untuk itulah Darrel memutuskan untuk menemui Maryam setelah mendapatkan alamat rumah gadis itu dari sekretaris barunya. Namun bukannya segera turun untuk melaksanakan niatnya, Darrel justru berdiam diri di dalam mobilnya dan mengawasi rumah itu seperti penguntit.

Memantapkan niat, Darrel hendak memajukan kendaraannya untuk berhenti tepat di depan rumah itu sebelum dilihatnya mobil yang biasa dikendarai oleh mantan sekretarisnya melewati dirinya dan berhenti tepat di depan pintu pagar putih. Seorang wanita paruh baya turun dari kursi penumpang depan dan membuka pagar agar mobil itu bisa masuk. Rupanya mereka baru saja kembali dari luar.

Tanpa membuang waktu lagi Darrel segera keluar dari mobilnya dan menghampiri wanita paruh baya itu -yang ia yakini adalah ibu Maryam- sebelum wanita itu kembali menutup pintu pagarnya.

"Permisi," salamnya setelah berada di hadapan wanita paruh baya itu.

"Ya. Ada yang bisa saya bantu?" tanya perempuan paruh baya yang sedikit mirip dengan Maryam itu ramah. Sejenak Darrel kehilangan kata-katanya. Jantungnya berdetak hebat, dan tidak dapat dipungkiri dirinya diserang perasaan takut sekaligus malu. Bagaimana respon perempuan di depannya ini setelah tahu siapa dirinya sebenarnya.

Melihat keterdiaman Darrel, wanita di depannya mengenyit bingung. "Mister, ada yang bisa saya bantu?"

"Sa-saya..."

Belum sempat Darrel melanjutkan kata-katanya, suara tegas mengintrupsi. "Bun, ada apa?"

Seorang pria paruh baya berdiri di dekat mobil yang sudah terparkir rapi. Pandangan Darrel mengarah pada sosok perempuan muda yang berada di sampingnya, perempuan yang beberapa waktu ini selalu menghantuinya dengan perasaan bersalah. Perempuan yang saat ini mematung saat pandangan mereka berdua akhirnya bertemu dan Darrel hampir menangis melihat sorot kebencian yang Maryam tunjukan padanya.

Memberanikan diri, Darrel kembali bersuara tanpa mengalihkan atensinya dari gadis pucat di depan sana. "Saya ingin bertemu Maryam, Tante."

Darrel yakin suaranya cukup keras hingga didengar oleh Maryam, dan dari tempatnya berdiri Darrel kembali dihantam rasa bersalah ketika menyaksikan bagaimana respon Maryam terhadap kalimatnya.

"NGGAK! PERGI KAMU DARI SINI. IBLIS. KAMU IBLIS. PERGI!"

Saat ini Darrel menyaksikan bagaimana Maryam begitu membenci dirinya. Bagaimana gadis itu menangis histeris dan terlihat ketakutan ketika melihatnya hingga sang ibu segera berlari menghampiri sang putri untuk menenangkan.

Darrel juga mendengar setiap kata yang Maryam ucapkan sambil menangis hingga membuatnya tidak mampu membendung air mata penyesalan. "Bunda, usir dia, Bunda. Maryam takut. Tolongin Maryam. Dia orang jahat. Hiks... Ayah, dia pasti mau nyakitin Maryam lagi.Dia Iblis. Pergi kamu dari sini! Hiks ..."

Semuanya terasa menyakitkan bagi Darrel. Dirinya berjalan memasuki halaman rumah dan menjatuhkan diri untuk berlutut dua meter di hadapan Maryam sambil berulang kali mengatakan 'maaf'. Dan melihat dirinya yang mendekat, tangis Maryam terdengar semakin keras. Darrel menyaksikan kedua orang tua Maryam membawa putri mereka masuk ke dalam rumah, dan sebelum berlalu pandangan Darrel beradu dengan ayah Maryam yang menyorotnya tajam penuh kemarahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear MaryamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang