Dear Maryam 13

1.7K 170 58
                                    

Riuh lalu lalang manusia berpakaian formal memenuhi kediaman keluarga Haikal. Dekorasi bernuansa putih hijau menghias cantik halaman rumah yang luas itu, papan bunga ucapan selamat dari para kerabat berjejer di sepanjang jalan di depan rumah. Jangan lupakan aneka makanan dan minuman yang tersedia dan siap dinikmati oleh siapapun yang ada di tempat itu. Wajah berseri-seri penuh kebahagiaan terpancar dari seluruh manusia yang hadir, mereka semua ikut berbahagia dengan acara sakral yang akan terlaksana hanya dalam hitungan beberapa menit ke depan.

Haikal dan Tari yang tidak lain adalah tuan rumah dalam acara tersebut tampak begitu antusias menyambut tamu-tamu yang hadir. Senyuman penuh kebahagiaan tak lepas dari wajah keduanya.

"Assalamu'alaikum, Tante." Seorang gadis yang Tari dan Haikal tau merupakan sahabat putrinya itu menyapa sesaat setelah sampai di hadapan mereka.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah. Ehh, Reni. Alhamdulillah tante seneng banget kamu dateng, Nak."

"Pastilah Reni dateng, Tan. Kan ini acara pernikahan sahabat Reni," ujarnya tulus. "Pihak mempelai prianya belum dateng ya, Tan?"

"Belum. Mereka sudah di jalan dan perkiraan 15 belas menit lagi mereka baru sampai di sini. Tante minta tolong lihat Maryam di kamar, ya, Ren. Sudah selesai belum make up nya?" pinta Tari yang segera di setujui olehnya.

"Iya, Tante. Ya sudah Reni masuk dulu ya, Tan."

"Iya, Nak."

Gadis itu segera memasuki rumah dan menuju kamar sahabatnya yang sudah ia hafal letaknya. Pandangannya segera disambut dengan dekorasi kamar yang tidak kalah cantik dengan suasana luar. Kamar bernuansa ungu muda itu kini disulap menjadi sangat cantik khas kamar pengantin.

"Assalamu'alaikum," sapanya. Tiga orang wanita yang ada di dalam menjawab salamnya secara bersamaan. Termasuk Maryam.

Reni menghampiri sahabatnya yang tengah duduk di depan meja riasnya. Tubuh feminimnya terbalut gaun indah berwarna putih, begitupun dengan wajah cantiknya yang dipoles dengan make up khas pengantin yang membuatnya tampak seperti boneka hidup. Jangan lupakan tatanan hijab berwarna senada dengan gaun yang ia kenakan yang membingkai wajahnya dengan sangat cantik. Reni seolah meihat sosok bidadari pada diri sahabatnya.

"Kak Maryamnya sudah selesai di rias, Kak. Kami permisi keluar dulu," ucap salah satu dari Make up artis yang tadi mendandani Maryam. Reni mempersilahkan mereka keluar setelah mengucapkan terima kasih kepada keduanya.

"Cantik banget sahabat, gue, masyaAllah." Reni melingkarkan tangannya ke leher Maryam dan menatap wajah Maryam yang terpantul sangat cantik di cermin rias. Maryam tersenyum tipis dengan tatapannya yang terlihat sendu.

"Reni." Maryam berbalik dan memeluk pinggang sahabatnya. Tanpa terasa bulir-bulir bening menetes dari kedua sudut matanya. Reni tahu suasana hati sahabatnya kini tengah berkecamuk. Ada beban besar yang sedang sahabatnya pikul seorang diri.

"Hei.. jangan nangis dong." Reni meraih selembar tisue dan melap air mata Maryam dengan pelan agar tidak merusak riasanya yang sudah sempurna. "Jangan nangis, nanti make up lo luntur lagi."

"Aku takut, Reni," ungkapnya kemudian. Kegamangan dan ketakutan akan sesuatu nampak jelas di kedua mata Maryam yang telah kehilangan binarnya. Reni segera membawa tubuh sahabatnya untuk duduk di tepi ranjang.

"Masih ada kesempatan kalau lo mau jujur sama semua orang, Mar. Mereka semua berhak tau apa yang lo alamin."

"Tapi hanya tinggal selangkah lagi, Ren. Mereka semua akan kecewa kalau tiba-tiba aku jujur. Mereka semua akan membenciku 'kan?" tanyanya.

Dear MaryamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang