3. Kini sudah kugenggam

208 36 1
                                    

\\\Saat kau berhenti mempercayai sebuah takdir. Maka, mulai hari itu juga. Kau akan lihat seberapa besar takdir terus mengikatmu dan membuatmu tetap menghadapinya. Meski bukan itu yang ingin kau genggam.///

👊👊

Disinilah sekarang [Name] dengan rombongannya berdiri. Didepan gerbang besar pintu masuk Desa Konohagakure. Yang memiliki, suasana dan udara yang berbeda dengan Desa Sunagakure.

Tentu saja, didesa tempat tinggal [Name] dan Sasori hanya dipenuhi oleh pasir yang gersang. Dan dimalam hari, udara akan mencapai titik yang bisa membekukan siapa pun yang tak terbiasa dengan perubahan iklim yang drastis.

Dan, menjadi sebuah keajaiban bahwa. Karya pertama [Name] akhirnya bisa diselesaikan hanya dalam semalam. Meski pun hasilnya tak maksimal.

"Deidara, kau hanya sendiri?" tanya Sasori pada, pemuda berambut kuning panjang itu. Yang berdiri disebelahnya.

Deidara melirik sasori. "Kau meledekku?" ujar Deidara saat matanya menangkap [Name] yang berada disisi lain Sasori.

"Hah?" bingung Sasori.

"Lupakanlah, kudengar kau baru menyelesaikan boneka kugutsu mu pagi tadi." Deidara mengalihkan topik.

"Bukan milikku, tapi miliknya." Sasori menunjuk kearah [Name], yang bersembunyi dibalik dirinya, takut melihat wajah garang Deidara.

"Oi, kau membuat Sasori begadang demi gadis kecil sepertimu. Memangnya siapa kau?" ucap Deidara tak suka.

[Name], memberanikan diri menghadapi Deidara. "Aku anggota klubnya."

Deidara mengerutkan alisnya, tambah kesal.

"Oi, cebol! Berhentilah, menyusahkan Sasori. Atau kau berhenti saja dari klub. Kau hanya akan menghambatnya." ujar Deidara, membuat [Name] ikut tersulut.

"Memangnya, Deidara-senpai punya hak apa melarangku seperti itu. Lagi, pula Sasori-senpai yang menawarkan bantuan untuk membantukku menyelesaikan boneka kugutsu ku." balas [Name] tak ingin kalah.

Sasori yang berada ditengah mereka menarik tas keduanya kebelakang dirinya. Membiarkan kedua mahluk itu terusa beradu argumen. Sedangkan ia, berjalan kearah  Gara yang tengah berbincang bincang dengan Sasuke dan Naruto.

"Wah, Aniki. Kau ternyata datang. Wah, wajahmu terlihat makin muda. Apa kau..." belum sempat melanjutkan sambutan hangatnya, mulut Naruto sudah terlebih dahulu disumpal plastik oleh Sasuke.

Naruto membalas perbuatan Sasuke dengan menjitaknya. Dan kini mereka juga malah, bersikap seperti tom dan jerry.

Jiwa Sasori be like: kagak disana kaga disini. Kemana aja gue pergi, ketenangan akan segera sirnah.

"Aniki, kudengar kau membuka stan pameran untuk klub mu. Itu, benar?" tanya Gara, yang kini haya berdua dengan Sasori.

Sasori menggeleng. "Karyaku, tak bisa kuselsaikan. Mungkin, tak akan pernah selsai." ucapnya. Membuat Gara bingung.

Tapi, kebingungan itu tertutup oleh keterkejut Gara, saat sasori memperlihatkan kemampuannya.

"Kau, lihat. Ini semakin melemah. Kupikir, hidup tak pernah berpihak padaku. Tapi, lihatlah ini."

Sasori menjentikan jarinya dan membuka telapak tangannya lebar lebar. "Tolong, kau taburkan sedikit kekuatan pasirmu." pinta Sasori pada Gara.

Gara menyebarkan pasir miliknya. Lagi lagi Gara dibuat terkejut, dengan apa yang ia lihat didepan matanya itu.

"Siapa saja yang mengetahui ini?" tanya Gara, mulai menatap Sasori serius. Lebih serius dari tadi.

"Kau dan Deidara." jawab Sasori, sambil menatap kearah sosok yang membuatnya seperti ini.

Kaki Gara merasa lemas, mengetahui ini semua. Tapi, mungkin akan ada yang lebih terkejut dibandingkan dirinya saat ini.

"Kau tidak memberi tahunya?"

Sasori menggeleng. "Kupikir, seperti ini sudah cukup."

Mendengar perkataan Sasori membuat Gara geram. "Tapi Aniki, itu impianmu. Kenapa kau melepaskannya. Bukankah, itu yang selalu kau inginkan selama ini?"

Sasori melepaskan tangan, Gara yang mencengkram bahunya kuat.

"Sekarang aku sudah menggenggam apa yang lebih berarti dari apa yang sebelumnya kuperjuangkan." ujar Sasori, kembali membuat Gara bungkam.

Gara menghela dan menghembuskan nafasnya berat. "Baiklah, jika itu yang terbaik untuk aniki."

Gara mengulas, senyumannya. Dan pergi menjauh dari stasori.

"Abis ngobrol apa, sama Gara-kun?" tanya penasaran [Name] yang baru saja selesai berdebat dengan Deidara. Dengan kekalahan yang diterima Deidara.

Bukannya menjawab pertanyaan [Name]. Sasori malah mengelus elus kepala [Name]. Dan menggenggam tangan gadis itu.

"Eh, senpai?" bingung [Name] dengan sikap Sasori.

"Kita, akan membantu membuka stan klub yang lain. Dan, berkeliling desa sebelum tanabata matsurinya digelar." ujar Sasori menjawab kebingungan [Name].

[Name] mengangguk dan mengikuti langkah sasori dari belakang. Punggung, yang tak lebar. Tapi, mampu melindungi dan membuat [Name] selalu nyaman berada didekat Sasori.

Kuberharap waktu berhenti sekarang juga.

🎋Serendipity [Sasori x Reader]🎋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang