[09]

3.2K 339 13
                                    

Insya Allah update tiap hari, kecuali kemaren post 2 bab karena kemarennya gak sempat UP.

Kasev bakalan tamatkan ini, lalu akan ada cerita baru. Series dari Status Gantung. Ikutin juga yaaa nanti. Postnya tanggal 14 Februari. 😆😆

Yokk ramekaaan lapak ini. 🤗🤗

***

Selama tiga minggu di Bandung, tidak sekali pun Hino menghubungi istrinya. Meski kelihatannya Hino kembali bebas seperti sebelumnya, hati Hino selalu resah memikirkan Tania. Jika Hino pikirkan lagi, dia tidak tahu apa yang membuat perasaannya tidak tenang.

Menikah di usia muda, tidak pernah terbayangkan dalam pikiran Hino. Apalagi perempuan yang ia nikahi tiga tahun lebih tua dibandingkan Hino. Hino akui dirinya bukankah lelaki baik-baik. Hino sering menyakiti hati wanita. Hino sering membuat mereka patah hati. Tetapi untuk Tania, Hino tidak sanggup membayangkan masa depan gadis itu hancur hanya karena kesalahan semalam yang mereka lakukan. Karena itulah, Hino menikahi Tania. Apalagi kedua orang tuanya percaya kepada Tania.

Saat melamar Tania kepada Aldy dan Lafila waktu itu, Hino menyadari bahwa Tania telah menautkan hatinya kepada lelaki lain. Tania kelihatan pasrah dalam sakitnya menerima segala keputusan.

“Kalau dia masih berhubungan dengan pacarnya selama aku di sini bagaimana?”

Pikiran itu tiba-tiba melintas di benak Hino. Meskipun Tania secara sah adalah milik Hino, namun hati Tania bukanlah milik Hino begitu pula sebaliknya. Jika Tania masih bertemu dengan kekasihnya, bukankah itu sama saja tidak menghargai tali pernikahan? Walaupun tanpa cinta, pernikahan mereka tetaplah sakral.

“Siapa lelaki itu?” pikir Hino.

“Kusut amat muka kamu?”

“Lo kata muka gue baju elo!” jawab Hino ketus.

“Sotoy ... Baju gue licin gini,” sanggah Nagita. “Tumben banget kamu rajin ke kampus. Mau cepat tamat?” sindir Nagita.

“Ya. Gue pengen cepat keluar dari sini,” sambung Hino.

“Eah udah memikirkan masa depan nih?” goda Nagita menoel-noel pipi Hino.

Ringtone maju mundur cantik menghentikan obrolan tak penting mereka. Hino melirik Nagita yang memasang senyum dua belas senti lalu merogoh ponsel dalam kantong ranselnya.

“Kak Gio, ada apa, ya?” gumam Nagita.

“Halo,” Nagita melirik Hino yang ingin meninggalkannya untuk menahan Hino.

“Aku di Bandung, Kak.”

“Apa?”

“Kak Gio jangan bercanda deh! Nggak mungkin. Aku tahu kalau Kak Tania mencintai Kak Gio. Dan kalau memang benar kenapa aku nggak tahu?”

“Hah! Bunda nggak tahu apa-apa?”

“Ha-halo, Kak Gio.”

Selama Nagita berbicara dengan orang di telepon, jantung Hino berdetak hebat. Tania yang dimaksud Nagita sudah pasti istri Hino. Lalu yang berbicara di telepon pasti pacar Tania.

“Hoi!”

Nagita melambai-lambaikan tangannya di wajah Hino.

“Siapa yang telepon?” tanya Hino datar seolah tidak peduli. Padahal yang di dalam sudah tidak sabar untuk mendengarkan.

“Pacar Kak Tania,” jawab Nagita.

“Oooh.”

Hino berusaha menahan rasa penasarannya mendengar kisah cinta istrinya. Ego Hino lebih tinggi saat ini daripada rasa ingin tahunya.

Hino (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang