Part 2

48 8 2
                                    

"Siapa lo?!" teriak Sasa dengan lantang.

"Eh kaget sapu terbang," teriakan Sasa dan suara pria itu membuat Lexa, Milen, dan Ve yang sudah jalan duluan, membalikkan badan mereka bersamaan, dengan memasang gaya kuda-kuda masing-masing.

Melihat gaya para cewek yang ketakutan, cowok-cowok yang sempat mendapat ayunan sapu dari Sasa langsung tertawa.

"Gaya apaan tuh? Kalau yang dateng preman bisa abis kalian. Hahahaha," tawa Aiden.

"Untung yang dateng cowok-cowok tampan ini," sambung Kyle, sambil mengambil sapu dari tangan Sasa.

"Lo mau mukul angin pake ginian juga kagak nembus," ejekan Kyle membuat Sasa kesal dan langsung menjitak kepala Kyle.

"Gila sakit woe. Lagian ngapain sih sore-sore ke sekolah? Mau nyari siput lo pada?" Kyle memegang kepalanya yang terasa nyut-nyutan karena jitakan Sasa.

"Kalian sendiri ngapain ke sini? Mau mesum-mesum hah?" pertanyaan dari Lexa membuat teman-teman ceweknya tersenyum-senyum nakal melihat para cowok di depannya.

Austin dan Devano yang barusan menyusul dari belakang langsung disambut oleh tatapan curiga oleh sekelompok remaja cewek dengan mata setajam ular.

"Baby, kamu ngapain ke sini?" Sasa yang begitu melihat Austin langsung memeluknya seperti seekor bayi koala.

"Uhm ada urusan, babe," jawaban Austin yang mengambang membuat Sasa lebih curiga.

"Ngaku cepet. Kalian ngapain ke sini?" Sasa melipat kedua tangannya di depan dada sambil memasang muka cemberut.

"Kita-"

Ting

Belum sempat menjawab pertanyaan Sasa, semua handphone orang yang ada di situ bunyi bersamaan. Hal ini membuat mereka semua saling bertatapan dan bertanya-tanya. Tidak mungkin ini cuma kebetulan.

Tanpa basa-basi, delapan orang itu langsung mengambil handphone mereka masing-masing dan mengecek pesan yang masuk.

Unknown

Let's play, boys and girls. I suggest we play 'Live or Die'. You choose who to live or die, I will kill the one you choose to die. I give you an hour to decide. If in one hour you still can't choose, I'll gladly choose one person for you.

Pesan itu membuat semua orang disana terdiam, tanpa sedikit pun menegakkan kepala mereka dan melihat satu sama lain.

"Ayo pulang. Ck, psikopat gila ini," Lexa menaruh handphone nya ke dalam tas kecil yang ia tenteng dan langsung menuruni tangga, berjalan cepat menuju gerbang sekolah.

Belum sampai di gerbang sekolah, Lexa berdiri terdiam melihat kearah pintu besar masuk ke sekolah yang biasanya selalu terbuka, namun kali ini tertutup. Lebih parah lagi, pintu tersebut terkunci.

"Sial," umpat Lexa sebelum ia mulai menggedor-gedor pintu, berharap ada orang yang mendengarnya dan membantu mereka keluar.

"TOLONG DONG ADA YANG KEKUNCI DISINI!!!" Lexa tidak berhenti untuk menggedor pintu besar itu hingga tangannya mulai terasa sakit.

Ve yang melihat hal itu langsung maju dan menarik tangan Lexa.

"Lex, udah. Tangan lo," Ve menunjuk ke arah tangan Lexa yang memerah.

Lexa melihat Ve dengan frustrasi. Ia lalu menarik kembali tangannya yang dipegang oleh Ve dan mulai menggedor pintu lagi.

"Lo udah baca kan chat itu? Terus lo mau diem aja disini nunggu si psikopat gila dateng jemput ajal kita?" tanpa sadar, Lexa mulai menangis ketakutan hingga teman-temannya mendatanginya, berusaha menghentikan ia yang sedang menggedor pintu yang makin lama makin kuat.

School NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang