03||Hukuman

316 33 4
                                    

"Sekarang giliran lo piket." Genta menghampiri Arkanza yang saat ini duduk dikursih Davin dengan posisi kepala yang direbahkan diatas meja.

Arkanza mendongak, menatap Genta tajam karena membuat acara tidurnya harus terganggu. Dia memutar bola matanya malas, lalu kembali merebahkan kepalanya diatas meja.

Namun, barusaja Arkanza kembali merebahkan kepalanya, Genta dengan kurang ajarnya memukul kepalanya menggunakan spidol hitam yang dipegangnya.

"Bahkan kalaupun lo teman gue, bukan berarti lo bebas piket."

Jika saja Genta bukan ketua kelasnya. Sudah dipastikan, Arkanza akan membuat wajah Genta dipenuhi luka lebam.

Meghembus kesal, Arkanza bangkit dari posisinya. Melempar tatapan suka kearah Genta.

Hanya melihat wajah Genta membuat suasana hatinya menjadi buruk. Dengan bermalas-malasan, Arkanza berjalan kearah sudut kelasnya, tempat dimana semua alat kebersihan bertengger.

Menyapukan pandangannya keseluruh ruangan, lagi-lagi Arkanza berdecak. Kelas saat ini masih terbilang cukup sepi, dikarenakan waktu masih menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit. Hanya ada segelintir orang saja yang berada diruangan yang sama dengannya termasuk Genta.

Mungkin hari ini memang hari sial baginya karena tak seorangpun dari mereka yang mendapatkan jadwal piketnya. Mengingat jika salah satu rekan piketnya mengambil izin sakit. Dan juga jangan lupakan Rico yang terkenal memiliki syindrome telat
Yang artinya, Arkan sendiri yang harus membersihkan kelas pagi ini.

Arkan mengalihkan pandangannya menatap kearah benda panjang yang sudah berada ditangannya. Kini dia harus memulai acara bersih-bersihnya, kalau tidak Genta akan kembali merecokinya.

Barusaja Arkan ingin mengayunkan sapu yang dipegangnya, matanya tak sengaja menangkap sosok gadis yang barusaja lewat didepan kelasnya.

Sudut bibirnya terangkat, ketika sebuah ide terlintas dipikirannya. Jika ada yang mudah, kenapa harus dipersulit.

Dengan cepat Arkan menyimpan sapu yang tadi dipegangnya ketempat semula, lalu cowok itu berjalan keluar dari kelas tanpa memperdulikan Genta yang terus meneriakkan namanya.

••••

Adara yang baru memasuki kelas langsung memilih untuk duduk dikursihnya. Dia juga sebenarnya tidak ada pilihan lain selain itu.

Dikeluarkannya beberapa buku dari dalam tasnya. Terdapat tulisan tebal "Matematika peminatan" yang terdapat di sampul depan buku tebal itu.

Mungkin karena tadi malam ia terlalu larut dalam kesedihan, sehingga membuat ia lupa mengerjakan tugas yang diberikan Pak Andin beberapa hari yang lalu.

Tanpa membuang waktu, Adara langsung mengerjakan tugasnya. Tanpa dia sadari, ruangan kelas yang tadinya berisik mendadak hening.

Diambang pintu, Arkanza berjalan memasuki ruang kelas yang terletak di paling ujung dari semua kelas. Kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celana miliknya.

Tatapan Arkanza hanya tertuju kearah gadis yang barusaja menjatuhkan bokongnya dikursih dibarisan kedua. Tanpa memperdulikan tatapan penuh kebingunan dari penghuni asli ruangan yang dimasukinya.

Sebuah ketukan dimejanya membuat aktivitas Adara terhenti. Gadis itu mendongakkan kepalanya dan langsung mendapati Arkanza yang kini menatapnya dengan tatapan dingin khas miliknya.

Keringat kembali membasahi pelipis dan dahi Adara. Melihat wajah datar milik Arkanza membuat jantungnya berdegup kencang. Takut jika cowok itu akan melakukan hal yang lebih parah dari kemarin.

ArkanzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang