6. Second Blow

733 110 17
                                    

25.Jan.2021

//

//

//


Sekitar setengah jam kemudian Yibo menyeret tubuhnya dari ranjang menuju lantai bawah. Sudah dia coba membangunkan Xiao Zhan, mimpinya tadi masih menggelayut dalam benak, tapi kekasihnya itu hanya menggeliat seperti anak kecil, belum mau bangun. Dan Yibo memilih membiarkan dia tidur lebih lama. Sambil mengenakan kaus, Yibo menuruni tangga. Dihelanya nafas dalam saat kaki telanjangnya menyentuh lantai kayu ruang tamu. Mendengar pintu depan diketuk dan membukanya Yibo tertawa pelan pada Haikuan, dia sudah seperti kurir pengantar barang.

"Wow. Selalu tepat waktu. Kau pantas menerima tip."

Haikuan masuk ke dalam dan menyodori Yibo nampan kertas berisi tiga Americano panas. "Asal kau tau, aku menerima check, bukan recehan."

Yibo mengangkat alisnya dan membiarkan Haikuan mengikutinya ke arah dapur. "Jadi.." Pernyataan itu melayang tanpa Haikuan teruskan, inginnya Yibo yang meneruskan. Dia berhenti di pintu sementara Yibo mengitari meja, meraih gelas styrofoam dalam genggaman dan duduk di kursi tinggi.

"Semua kacau, Ge."

Bibir Haikuan berkerut. Mengikuti langkah pria yang lebih muda, Haikuan ikut duduk. "Kacau seperti apa?"

 
Yibo menggendikkan bahu. "Kacau, seperti__" Jari Yibo gugup mengetuk permukaan meja, "Maksudku, aku benci menunggu." Netra Yibo megarah pada pria yang sudah dianggapnya sebagai kakak. "Aku hanya ingin dia merasa lebih baik," Suara Yibo melirih, "Dan aku tidak berhasil."

Kesunyian menyelimuti dapur luas itu sebelum Haikuan buka suara. "Xiao Zhan akan baik-baik saja. Kenapa kau pesimis?"

Kembali Yibo menghela nafas, telapak tangannya mengusap wajah. "Tadi aku bermimpi." Pikiran Yibo melayang. "Entahlah__ dia tak bisa ku bangunkan, aku mencoba menghubungi seseorang, tapi yang ada hanya bunyi dering terlfon yang tersambung; lalu aku terbangun." Genggaman tangan Yibo mengerat digelas styrofoam. "Aku tak tau apa jadinya jika kau tak menelfonku, Ge."

"Aku telfon atau tidak, kau akan tetap terbangun dan tidak ada yang terjadi."

"Kau tidak paham, Ge! Apapun bisa saja terjadi." Yibo menggeleng pelan, suaranya terdengar kecewa.

Haikuan menepuk pelan bahu Yibo. "Aku paham Yibo. Bisa kau bayangkan diposisiku saat aku menemaninya di rumah sakit kemarin? Aku ingin sekali mengabarimu, tapi tiap kali aku ingin menelfonmu, Xiao Zhan melarangnya."

"Tapi kenapa dia harus melarangmu?" Tanya Yibo, frustasi. "Tiga tahun kami bersama dan tiba-tiba dia berbohong padaku karena dia sakit? Sama sekali tidak masuk akal."

"Dia hanya ketakutan, Yibo. Jangan menyalahkannya."

"Aku tidak menyalahkan siapapun. Aku hanya kecewa dia berbohong dan tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi." Yibo diam sejenak, saat nada bicaranya melirih. "Aku merasa tidak penting lagi untuknya."

Haikuan terdiam, pandangan matanya lurus melewati Yibo. Saat itu juga bahu Yibo menegang. Dia tau apa yang akan dilihatnya saat berbalik. Yibo mengusap kasar wajahnya, membisikkan kalimat maaf dalam hati. Entah sudah berapa lama Xiao Zhan berdiri disana memdengarkan pembicaraannya dan Haikuan. Dapur luas itu sunyi sesaat sampai suara Xiao Zhan yang tercekat bergaung.

"Kau sungguh memalukan Yibo! Menurutmu bagaimana perasaanmu saat divonis kalau kau mengidap penyakit yang tidak bisa disembuhkan seumur hidupmu?!" Xiao Zhan berusaha tetap tegar, tapi suaranya mengkhianatinya. "Karena itu yang sedang aku rasakan. Hidupku tidak akan lagi sama. Apa kau paham?! Atau kau mungkin terlalu egois! Aku berbohong karena tidak ingin menyakitimu lebih dari ini."

Yibo meremas rambutnya sendiri, entah sudah berapa kali dia menghela nafas dalam sepagian ini, dicobanya untuk tidak berbalik marah pada sang kekasih. Yibo tidak bisa. Dalam hati, Yibo berfikir jika mereka berdua tidak bisa melalui ini bersama, maka semuanya akan kandas. Yibo menelan ludah dengan jantung yang berdegup keras.

"Apa kau hanya akan mengabaikan semua ini?! Begitu caramu ? Dengan berpura-pura bahwa tidak ada yang terjadi dan semua akan kembali seperti dulu?! Jika kau masih menginginkanku dan ingin melakukan hal yang benar, atau apapun itu, kau harus menghadapi situasi yang sedang terjadi." Suara Xiao Zhan terdengar miris ditelinga Yibo. "Hidup ini tidak sempurna Yibo, begitu pula denganku. Jika kau ingin mengakhiri___"

"Ini BUKAN akhir, Zhan Ge."

Yibo berdiri dan memutar tubuhnya. Tatapan mereka bertemu. Xiao Zhan berdiri dilorong anak tangga. Keberadaan Haikuan terlupakan sementara. Manik gelap tajam dan protektif itu bertemu dengan kelereng kembar sewarna madu milik Xiao Zhan yang sedikit berair.

"Tidak akan berakhir jika aku masih ingin bersamamu."

"Lalu mengapa kau tidak memaafkanku dan menolongku?"

"Bagaimana bisa aku menolongmu jika kau sendiri menutupi apa yang sebenarnya terjadi?!" Dapur luas itu kembali sunyi setelah pertanyaan Yibo. Waktu terasa berhenti sebentar sebelum Xiao Zhan kembali menjerit tertahan.

"Aku juga tidak tau!" Ucapan Xiao Zhan penuh kalimat frustasi dan kehilangan asa. Seakan tembok tak terlihat milik Xiao Zhan runtuh, Yibo melangkah mendekatinya. Tangan Xiao Zhan mengepal dipelipis saat tubuh kurus itu bersandar pada dinding. Dengan lembut, Yibo meraih kepalan tangan itu, dan mengusapnya dengan ibu jari. Meyakinkan kekasihnya kalau dia masih ada disana untuknya.

 
"Xiao Zhan," bujuk Yibo lembut, "Kumohon Baobao, kau sedang emosi dan sakit. Aku tau ada banyak pertanyaan dalam dirimu sekarang ini." Yakinnya lagi. "Tapi kau juga harus tau, aku pun masih tidak paham soal ini semua." Yibo melirik sebentar ke arah Haikuan, menyampaikan maaf tanpa suara. "Aku sama sekali tidak bermaksud menyalahkanmu. Maaf jika kau merasa tertuduh dan disalahkan."

 
Nafas Xiao Zhan terlihat lebih teratur, dia membalas genggaman Yibo lebih erat. "Aku tidak ingin menjadi pesakitan Yibo."

"Aku tau dan tak seorangpun menginginkannya." Diciumnya tangan Xiao Zhan. "Tapi itu yang terjadi."

Tubuh kurus itu kembali tenggelam bersandar pada dinding setelah kalimat Yibo. Tangan besar pria yang lebih muda mengusap anak rambutnya yang berantakan, lalu Yibo mendaratkan ciuman lembut dipipi pucatnya. Xiao Zhan tak menolak perlakuan Yibo, dia berbisik, "Bagaimana bisa kau masih menginginkanku? Dan kau masih berharap semua akan kembali seperti dulu?"

Keduanya masih berdiri merapat satu sama lain, suara Yibo tak kalah pelan menjawab. "Aku menginginkanmu, selalu, selamanya. Dan aku tak menemukan alasan kenapa kita harus berpisah karena ini." Yibo menyatukan dahi mereka. "Tiga tahun, Zhan Ge. Aku tak akan pernah menyianyiakan tiga tahun kebersamaan kita begitu saja hanya karena kau dan aku emosi dan tidak memahami situasi yang sebenarnya."

"Apa itu?" Tanya Xiao Zhan sambil menggigit bibir bawahnya.

"Kau sakit, lalu kita berdua panik dan hampir gila. Tak ada yang bisa kita lakukan jika kita tidak saling mendukung satu sama lain."

Kelopak mata Xiao Zhan mengerjab beberapa kali mendengar kalimat Yibo, dia mulai paham. "Janji kau tidak akan pergi karena ini?"

 
Yibo mencium sudut bibir Xiao Zhan, berbisik disana, nafasnya hangat berhembus menerpa. "Aku janji," hanyut dalam posisi nyaman, netra Xiao Zhan mulai terpejam. Keduanya hampir terlonjak mendengar kalimat Haikuan.

"Ehem! Kopimu akan dingin jika tak segera diminum."

//

//

//


TBC






🙅 Kuan Ge ngerusak momen aja sih 😥 kan mau aku terusin yang 'iya-iya'
Mana suasana dan posisi lagi bagus juga 😆

The Call (end) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang