Part 6

940 106 33
                                    

Seera benci saat menyadari bahwa nyatanya dirinya tidak sesempurna itu. Dia memiliki ketakutan dan trauma yang sangat besar. Seera benci saat ia terlihat begitu menyedihkan pada suatu hal yang tidak akan pernah orang-orang pikirkan akan menjadi kelemahannya.

Ruang perpustakaan istana—tidak, lebih tepatnya ruangan luas yang dipenuhi buku-buku. Siapa yang menyangka bahwa putri kegelapan seperti dirinya takut pada tempat itu.

Tempat yang bagi sebagian orang anggap sebagai tempat paling nyaman untuk menghabiskan waktu dengan membaca buku dalam keheningan, mencari ketenangan. Bahkan ada orang yang mendapatkan energi setelah bersemedi di tempat ini.

Namun semua itu tidak berlaku untuk Seera. Perpustakaan nyatanya jauh lebih seram dari kandang bawah tanah berisikan binatang-binatang buas kesayangan Ayahnya.

Entah sudah berapa jam Seera berdiri kaku tepat di depan pintu perpustakaan. Sudah puluhan tahun lamanya, rasanya dia tidak pernah lagi menginjakkan kaki dilantai ini.

Seera tampak mengepalkan kedua tangannya yang terasa begitu dingin. Penuh perhitungan. Lalu ketika ia membuka pintu tinggi menjulang itu, terdengar suara derit pintu yang membuat hampir semua makhluk yang menghuni tempat sunyi itu terkejut bukan main.

Seera menutup kedua matanya sejenak, menghembuskan napas dan membuka kembali kedua matanya yang sedikit berembun.

Kosong. Tempat itu kosong. Dimata Seera tidak ada apapun selain buku-buku sihir yang berterbangan—oke itu normal karena di dunia ini semuanya dikendalikan oleh sihir. Namun yang membuat Seera tersentak mundur dengan tubuh gemetar hebat, bukan karena itu.

Seera justru melihat sesuatu yang tidak pernah ada atau tidak bisa dilihat oleh siapapun selain dirinya. Seperti halusinasi, ketika wanita itu menemukan setitik cahaya putih di ujung sana, bergerak semakin cepat kearahnya, sangat cepat bahkan seperti menembus jantungnya hingga Seera jatuh bersimpuh keatas tanah. Kemudian suara-suara mengerikan yang lebih seperti suara kutukan, umpatan, dan perintah kematian untuknya terdengar begitu keras. Seera ketakutan.

"Princess Seera?" Madame Teressa, wanita tua yang menjadi penjaga perpustakaan sejak puluhan tahun lalu itu segera berdiri dari duduknya, melangkah tertatih-tatih mendekati Seera dengan bantuan tongkat kayunya. Namun Seera sudah berlari pergi meninggalkan tempat itu, membuat wanita tua dengan punuk di punggungnya itu khawatir.

"Madame ...."

"Beritahu siapapun—King Ares atau Tuan Abercio. Katakan bahwa Princess Seera baru saja berkunjung ke tempat ini."

Orang itu mengangguk, segera melesat pergi menjalankan perintah Madame Teressa. Sementara pengunjung perpustakaan yang lain tampaknya cukup khawatir, melihat Seera meski mereka tetap diam memilih tidak beranjak dari kegiatan mereka. Ya, itu lebih baik daripada menunjukkan simpati yang tidak berarti, hanya akan membuat mereka berada dalam masalah besar. Lebih baik cari aman tinggal di dunia immortal ini. Pikirkan saja diri sendiri.

🌠🌠🌠


"Seera ...."

"Hentikan!"

"Seera?"

"Diam!"

"My Lady?" Seera segera memeluk leher siapapun yang saat ini tengah menyentuh bahunya. Tubuhnya masih bergetar hebat, namun tidak ada tangisan. Seera tidak menangis. Tidak akan pernah ada air mata lagi.

Tubuhnya dingin, bukan karena udara malam yang mencekam namun karena jiwanya yang terguncang. Dia memang melankolis.

"Kau bau kuda?"

Kesal. Seera mendorong keras tubuh Ares yang malah mengejeknya. Sialan! Padahal Seera sudah berharap akan mendapatkan kata-kata menenangkan dari kakaknya. Seera bahkan baru menyadari dimana dan sedang apa dirinya kini. Kandang kuda, yang benar saja?
Kenapa diantara ribuan tempat lain yang jauh lebih indah dan elite di dalam istana ini, Seera malah berakhir di tempat kumuh, kotor, dan jelek seperti ini. Seera bahkan sanksi kalau penampilannya saat ini tidak lebih buruk dari kuda-kuda di dalam kandang itu.

Mate Bond | Short Stories (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang