"Kamu beneran adik perempuannya, Dante?"
Seera duduk dengan satu kaki menopang di atas paha, sementara telunjuk tangan kanannya memelintir rambut ikal panjangnya dengan gaya centil. Tatapannya tak pernah lepas dari sosok wanita yang memakai daster terusan selutut—duduk tepat di seberangnya.
Rambut putihnya bahkan dicat warna terang membuat Seera sakit mata. Belum cukup dengan penampilannya yang nyentrik, ibu Suri— yang katanya pemilik kosan disini bahkan tampak memandang Seera dengan tatapan sinis secara terang-terangan dengan kedua tangan bersedekap.
"Ya. Apakah ada masalah?"
"Jika memang benar begitu, lalu kenapa namamu tidak ada dalam daftar kartu keluarga yang Dante serahkan padaku?"
"Sebenarnya, Seera ini adik tiri saya ibu Suri." Kemunculan Dante yang baru keluar dari dalam rumah ibu Suri mau tak mau menghentikan argumen kedua wanita berbeda usia itu. Nampan berisi teh dan camilan di tangannya cukup membuktikan bahwa Dante baru usai dari kegiatannya di dapur. Hal yang sebenarnya tidak perlu pria itu lakukan jika bukan atas paksaan ibu pemilik kos.
"Apa kalian pantas dipercaya?" Ibu Suri menepuk tempat duduk tepat disebelahnya yang kosong seraya melempar senyum manis saat Dante usai meletakkan nampan di atas meja. Melihat itu Seera mendengus sinis.
"Kami tidak mungkin berbohong."
"Tempat ini sejak awal adalah kos putra. Aku tidak pernah mengijinkan perempuan manapun menghuni salah satu kamar kos di tempat ini. Kau tahu itu bukan, Dante?"
Dante mengangguk. "Jadi, bagaimana keputusan ibu?"
"Bagaimana dengan makan malam. Hari ini keponakan saya yang dari kota akan datang."
"Kami sangat menyesal karena tidak bisa memenuhi undangan tersebut. Waktu kami tidak banyak Ibu Suri. Dan jika Ibu Suri tidak mengijinkan, maka terpaksa, saya akan kemasi barang-barang untuk mencari kos lain yang bisa kami tinggali berdua. Saya tidak mungkin membiarkan adik perempuan saya tinggal sendirian di luaran sana."
Berbeda dengan sebelumnya yang secara terang-terangan menunjukkan raut tak bersahabatnya saat berdua saja bersama Seera, setelah kemunculan Dante, kini Ibu Suri bersikap lebih ramah. Bahkan wanita dengan lipstik merah itu langsung meraih lengan Dante begitu mendengar niat Dante yang ingin pergi mencari kos lain. "Tidak perlu seperti itu. Kenapa buru-buru sekali. Bagaimana mungkin saya tega memisahkan kamu dan adik kamu tinggal terpisah."
Lalu wanita itu mengalihkan perhatiannya ke arah Seera. "Pantas saja Seera sangat cantik, sama sepertimu yang sangat tampan ya Dan," kata Ibu Suri sambil mengusap usap lengan Dante. Seera memutar kedua bola matanya malas mendengar pujian itu.
"Jadi, apakah Seera boleh tinggal disini ibu Suri?"
"Baiklah. Anggap saja seperti kosan sendiri."
Dante tersenyum lebar memandang Seera penuh arti. Sementara Seera secara spontan berdiri dari posisi duduknya dan menarik berdiri tubuh Dante, hingga ibu Suri hampir tersungkur kedepan.
Seera membekap mulutnya lumayan terkejut. "Ops, maaf. Tidak sengaja."
Dante pasrah-pasrah saja ketika Seera sudah menyeretnya pergi dari sana. Sementara ibu Suri tampak berdiri dengan kedua tangan terkepal, menatap punggung Seera dan Dante yang sudah menjauh pergi.
🌠🌠🌠
"Dante, setelah ini kita mau pergi kemana?" Dante menenteng dua kantong kresek dikedua tangan, membiarkan Seera melingkarkan kedua tangan di satu lengannya. Mereka baru saja usai dari supermarket membeli beberapa camilan dan makanan instan yang cukup mudah di masak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mate Bond | Short Stories (Tamat)
FantasySequel : Soulmate Terlahir sebagai seorang putri dari sang penguasa kegelapan, membuat hidup Seera terasa sangat membosankan. Terlalu banyak larangan, di balik alasan demi kebaikannya sendiri. Hingga pada akhirnya iblis wanita itu memutuskan untuk k...