26; Penangkapan

6.9K 483 66
                                    

Alea sangat mengenali suara itu, suara yang pernah mengisi hari-harinya beberapa minggu yang lalu. Suara yang selalu menemaninya setiap malam, suara yang selalu bercerita mengenai kesehariannya.

Ia ingin menangis, kerjannya hanya bisa menangis, menangis dan menangis. Hatinya terlalu lembut sampai air mata nya harus menetes terus.

Padahal ia tidak pernah berpikir bahwa akan dipertemukan lagi dengan pria itu, tapi kenapa takdir seolah mempermainkan hidupnya terus?

"Alea! Kembali pada saya, saya mohon!" Teriak pria itu lagi sembari memukul-mukul pintu yang terkunci tersebut.

"Kenapa Kakak gue bisa kenal sama lo?!"

"H-hah?"

Alea semakin pusing dibuatnya, drama apa lagi yang akan hadir dalam hidupnya sekarang? Apa masalah keluarganya tidak cukup untuk menjadi drama hidupnya selama ini? Kenapa ia juga terlibat dengan permasalahan keluarga orang lain?

"Siapa kakak lo? Emang gue kenal?!"

"Alea! Ini saya Rendi, saya datang untuk menjemput kamu! Jangan dekati pembunuh itu!"

"Alea, jangan pernah percaya sama perkataan kakak gue. Dia gatau yang sebenarnya, gue gamau lo ikut kehasut juga." Gani menatap penuh harap pada Alea, mata nya menyiratkan rasa sakit dan cemas yang begitu besar. Alea tidak tahu harus bagaimana, ia ingin berada di sisi Gani untuk membuat pria itu tenang tapi di sisi lain Rendi juga ternyata mencarinya.

Mana yang harus dia pilih?

"Gani! Buka pintu ini atau polisi yang akan mendobrak!" Teriak Rendi.

"Dobrak aja! Gue ngga takut karena gue ngga bersalah!"

Rendi geram, ia segera menitah polisi yang ikut bersamanya untuk mendobrak pintu yang sudah rapuh itu. Para tetangga yang merasa sangat terganggu dengan kegaduhan tersebut keluar dari kamarnya dan melihat apa yang terjadi. Mereka riuh bertanya kesana kemari ada apa sebetulnya, kenapa ada banyak sekali polisi.

"Angkat tangan!" ujar salah seorang polisi sembari menodongkan pistol pada Gani agar pria itu mau menuruti perintahnya.

"Jangan tangkap Gani! Dia ngga bersalah, jangan tangkap dia!" Alea yang tadi duduk karena ketakutan, kini ia berdiri memeluk tubuh Gani sembari memohon pada semua orang yang ada disana untuk tidak membawa Gani.

"Alea, kamu ga tahu yang sebenarnya! Apa yang dia lakukan sama kamu sampai kamu kaya gini? Ayo kita pulang!" Rendi hendak menarik Alea untuk melepas pelukannya pada Gani, tapi gadis itu malah semakin mengeratkan tangannya pada tubuh Gani. "Kalau kalian tangkap Gani, tangkap aku juga. Kalau kalian tembak dia, tembak aku juga."

Rendi semakin terbakar amarahnya, ia maju lebih dekat dan meninju wajah Gani sampai pria itu tersungkur.

"Daddy! Stop!"

Teriakan Alea tidak mampu memberhentikan pukulan bertubi-tubi yang Rendi beri pada Gani. Alea hanya bisa menangis sembari memohon pada polisi untuk memisahkan mereka.

"Tangkap dia! Saya gamau liat dia berkeliaran seenaknya! Kamu itu pembunuh!"

"GUE NGGA NGEBUNUH MAMAH, BANGSAT! GUE NGGA NGEBUNUH! GUE NGGA JAHAT!"

Rendi ingin memukul Gani lagi tapi para polisi menahannya. "Pak, sudah. Bapak bisa kena pasal kalau main hakim sendiri," ujar polisi itu.

Dengan pasrah, Gani membiarkan para polisi memborgol tangannya. "Pak, jangan bawa Gani. Dia ga salah, jangan bawa dia ke penjara." Alea memohon sembari berlutut, tangisnya sudah berderai tidak karuan. Entah kenapa rasanya ia tidak terima Gani akan dibawa ke kantor polisi.

"Alea, ayo kita pulang."

"Lepas!"

Alea menghempas lengan Rendi yang hendak membantunya berdiri, "You're a bastard! Kasih Gani waktu untuk ngejelasin! Kenapa daddy gamau dengerin dia?!"

"Kamu ga akan ngerti, Alea! Jangan bela pembunuh itu!"

"Gue bukan pembunuh, bajingan! Lo ga pernah mau dengerin penjelasan gue!"

Gani terus mengumpati Rendi dengan kata-kata kasar seraya dirinya digiring oleh polisi untuk masuk ke dalam mobil yang akan membawanya ke kantor polisi.

. . .

Hidup itu seperti roda yang berputar tanpa henti, terkadang roda itu berhenti di atas terkadang berhenti di bawah. Roda itu akan terus berputar, tidak akan berhenti selamanya di satu titik. Tergantung apa kita mau membuat roda itu sendiri berputar.

Karena sesungguhnya kita-lah yang menjalankan roda tersebut. Usaha, doa dan kerja keras kita yang akan menentukan roda itu berhenti di titik mana. Di bawah, di atas atau bahkan masih belum terlihat jelas akan berada di titik mana.

Alea selalu mengira bahwa jika kita membuat roda itu berhenti di titik atas, maka hidup kita akan tenang dan aman. Padahal, berhenti di titik atas saja tidak cukup untuk membuat hidup itu menjadi lebih baik.

Masih ada hal-hal lain yang menentukan apakah hidup kita akan lebih bahagia atau tidak.

Seperti halnya pada Rendi, Alea kira menjadi orang kaya raya dengan rupa yang menawan sudah bisa menjadikan itu sebagai tolak ukur kebahagiaan dan kesempurnaan dalam hidup. Nyatanya, pemikiran itu sangat salah.

Rendi memang terlihat sempurna dari luar, tapi di dalamnya ternyata ada banyak kisah-kisah pahit yang tertutupi oleh kesempurnaan fana yang dilihat orang-orang dari luar.

Rendi memang kaya, sangat kaya. Tampan, memiliki usaha dimana-mana dan juga istri yang jika orang lain lihat pasti akan punya pemikiran bahwa Bianca adalah wanita sempurna.

Apalagi kekurangan pria itu?

Tentu banyak.

Alea mendengarkan semua cerita dari mulut Rendi selama mereka di perjalanan menuju bandara, ia pikir Gani akan dibawa ke kantor polisi yang ada di Surabaya tapi ternyata mereka harus membawa Gani ke Jakarta agar kasusnya lebih mudah ditangani disana.

Satu hal pasti yang menjadi pembelajaran bagi Alea, melihat seseorang dari luar saja tidak cukup. Kita tidak pernah tahu apa yang berada atau apa yang sedang dialami orang tersebut di dalam hidupnya.

"Gimana kalau ternyata Gani itu bukan pembunuh?" Alea sedari tadi membuang mukanya karena perasaan yang sangat jengkel pada Rendi. "Itu ngga mungkin, sweet. Jelas-jelas saya dan Papah liat dia memegang benda tajam di sebelah Mamah yang sudah tidak bernyawa," Alea menghembuskan napasnya kesal, ia masih tidak percaya kalau Gani adalah seorang pembunuh.

"Ayo turun," Rendi membukakan pintu untuk Alea, menggenggam lengan kecil itu sembari mengecupnya. "Saya minta maaf, sweet. Saya benar-benar minta maaf," ucapnya sungguh-sungguh. Tapi Alea mengacuhkannya, fokusnya kini berada pada seorang pria yang berdiri tidak jauh darinya.

"Ayah!"

Daddy Issues | 17+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang