32; Kaya pernah denger, ya?

5.1K 361 103
                                    

Semoga masih ada yang menunggu kelanjutan cerita ini ya, silahkan absen disini untuk para pembaca setiaaaa!

Maaf sekali saya jarang update karena sedang ada masalah, tapi akan saya usahakan up nya secepat mungkin dan akun saya selalu aktif meskipun saya jarang membuka aplikasinya, tenang saja ya karena cerita yang on-going akan saya selesaikan. Doakan segala sesuatunya lancar! Terimakasih atas dukungan dan kesetiaan kalian pada kisah Alea. Terimakasih banyak<333333.

Jangan lupa vote dan komentarnya <3.

. . .

- Jika ada kejanggalan cerita, typo atau salah data informasi (TIDAK SESUAI DENGAN PART SEBELUMNYA) mohon maaf dan tolong dikoreksi/ditandai dengan komentar -

"Sidang dinyatakan ditutup," hakim ketua mengetuk palu sebanyak 3 kali.

"Hakim akan meninggalkan ruang sidang, hadirin dimohon berdiri." Setelah panitra pengganti mengumumkan hal tersebut, para hadirin berdiri serentak dan hakim meninggalkan ruang sidang melalui pintu khusus. Para pengunjung sidang, penuntut umum, penasehat hukum dan terdakwa berangsur-angsur meninggalkan ruang sidang.

Terdakwa, keluar terlebih dahulu dengan dikawal oleh petugas karena harus ditahan. Putusan hakim sudah bulat, terdakwa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena kasus pembunuhan berencana.

Bukti, terlalu kuat.

Apa yang para saksi lihat tempo hari, menguatkan tuduhan kepada tersangka hingga merubah statusnya menjadi terdakwa.

"Bukan gue, bukan gue yang bunuh mamah."

Rendi hendak mendekatinya dan siap untuk memukul wajahnya, namun Bianca menahan tangannya. "Sabar," ujar wanita itu pada suaminya. "Mau sampai kapanpun kamu bicara seperti itu, kenyataan mengatakan sebaliknya. Jangan pernah anggap saya keluarga kamu lagi," Rendi menghela napas kasarnya setelah mengucapkan itu.

"Ga masalah, dari dulu juga gue emang gapunya keluarga." Balas Gani dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Seharusnya kamu ga perlu kabur kalau memang ga bersalah," timpal Bianca sembari memberikan tatapan sengitnya. "See you in hell, Bianca."

Selepas memberikan kalimat yang begitu sarkastik, petugas segera membawa Gani pergi dari sana untuk segera masuk ke dalam tahanan. Rendi menatap kepergian adik satu-satunya itu dengan perasaan yang campur aduk. Hingga saat ini, dirinya memang ragu jika adiknya tega membunuh ibu mereka sendiri. Tapi, apa yang dirinya lihat saat itu justru membuat sisi lain dirinya yakin bahwa memang Gani yang membunuh.

"Ayo pulang, hati kamu udah tenang kan sekarang? Pelakunya udah ditahan," Rendi memilih untuk mengabaikan perkataan Bianca dan berlalu menuju ayahnya yang sudah menunggu di dalam mobil.

. . .

Alea terbangun karena Merlin menggoncangkan tubuhnya dengan cukup kencang, ia mengeluh ingin tidur sampai siang. "Gue masing ngantuk, please. Gue ngantuk banget," ujarnya kembali menarik selimut yang tadi sempat ditarik oleh Merlin.

"Ini udah jam 11, woi! Bangun atau gue siram pake oli motor?!"

"Siram aja, palingan tempat tidur lo jadi kotor."

"Rese lo ya!"

Merlin tidak mau menyerah, ia terus menggoncangkan tubuh Alea dengan segenap tenaganya. "Kita harus pindah. Alea! Tadi ada orang nyari-nyari nama lo!"

"Hah?! Serius, lo? Mampus!"

Merlin memutar bola matanya malas, "Anjing ah kebanyakan bacot, udah buruan packing baju lo ke tas ini!"

Alea segera bangun dari tempat tidurnya, ia melempar selimut ke sembarang arah. Dengan cepat, ia memasukkan asal baju-bajunya dari lemari ke dalam tas yang tadi disiapkan Merlin. "Lo kenapa ngga kasih tau gue dari pagi sih?" Ucapnya sedikit kesal, ia takut sekali jika ada orang suruhan Rendi menemukan keberadaannya di tempat Merlin.

"Gue udah coba bangunin lo dari jam 7 pagi, tapi lo ngga ada pergerakan sama sekali. Lo tidur apa gladibersih mati, sih?!"

"Anjir, gue takut banget!"

"Lagian banyak gaya lo pake kabur segala, udah enak dapet duit malah cabut."

"Lo kan ga ngerti perasaan gue, Mer!"

"Hmmmmm, drama queen."

Setelah dirasa semua bajunya sudah masuk ke dalam tas besar itu, Alea beranjak ke tempat cuci tangan yang tersedia di kamar itu untuk cuci muka dan menggosok giginya. "Yaelah, mau kabur lagi aja segala sikat gigi dulu," cibir Merlin. "Kan biar wangi, Mer. Mau kabur, mulut harus tetep wangi meskipun ngga mandi."

"Buruan! Tadi kata orang sebelah, orang yang nyariin lo mau datang lagi siang ini. Ribet juga ya jadi lo, dikejar-kejar orang mulu." 

Alea mempercepat pergerakannya, jantungnya berdegup dengan kencang saking takutnya ia ditemukan oleh Rendi atau oleh orang-orang suruhannya. Jujur saja, Alea tidak akan pernah siap jika harus bertemu kembali dengan mantan sugar daddy-nya setelah apa yang sudah mereka lalui.

Bahkan, mengingat wajahnya saja terkadang membuat perasaan kecewa Alea muncul kembali. Seharusnya, Alea tidak menaruh perasaan pada Rendi hanya karena pria itu baik atau hanya karena pria itu mau mengisi kekosongan hidupnya. Lagipula, status mereka pada saat itu seharusnya tidak memperbolehkan kedua belah pihak menaruh perasaan. Tapi, apa boleh buat? Mereka juga manusia, sempat tinggal seatap dalam kurun waktu yang tidak singkat. Menghabiskan waktu berdua dan tentu saja, melakukan sesuatu yang biasa dilakukan pasangan.

"Dih, si cabe malah duduk dulu! Katanya mau cabut lagi," tegur Merlin.

"Bentar ih, gue kepikiran sesuatu."

"Kepikiran apa lagi? Daddy lo?"

Alea melirik sebentar ke arah Merlin lalu pandangannya kembali lurus ke arah lemari plastik yang jaraknya cukup dekat dengan dirinya duduk saat ini. "Gue kepikiran adenya, dia gimana ya kabarnya sekarang?"

"Buset ni orang, malah mikirin orang lain yang belum tentu mikirin lo."

"Bukan masalah itunya, lo inget ngga sih yang gue cerita kalau dia dituduh jadi pembunuh Ibunya?"

"Yang mana? Cerita lo kebanyakan sih, jadi lupa kan gue."

"ih Bego! Masa ga inget? Si Gani, adeknya Daddy gue, inget ga?"

"Gani apa sih namanya? Gani doang? Masa orang kaya gapunya marga," cibir Merlin.

Alea menghela napasnya dengan malas, "Mereka tuh dari keluarga Adinata, yang punya resto di Senopati. Tau ga keluarga mereka?"

"Adinata? Kok gue kaya pernah denger ya?"

Daddy Issues | 17+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang