Sebuah benda kecil tanpa sengaja keluar dari dalam saku seseorang yang kini mulai melangkah menerobos hujan di siang itu. Pria itu mempunyai kaki yang panjang hingga membuatnya dapat berlari dengan kencang dan cepat menuju halte bus diujung jalan.
Selembar kertas dengan gambar sebuah keluarga di dalamnya itu meluncur mulus, jatuh ke kubangan air hujan di tanah yang basah, dan dalam seketika menjadi rusak ketika seseorang secara tidak sadar menginjaknya.
Sedangkan si empunya sudah pergi jauh berkilo-kilo meter dari tempat itu. Masih belum sadar kalau benda yang paling penting dalam hidupnya sudah tidak ada padanya lagi.
Pukul 7 malam saat pria itu masuk ke dalam indekosnya. Hujan mulai mereda beberapa saat lalu. Bajunya basah setengah kering, begitu juga dengan rambutnya yang saat ini ia keringkan dengan handuk kecil di kamar mandinya.
Kedua tangannya bergerak untuk menanggalkan pakaiannya, pertama ia memasukkan jemarinya ke dalam saku jaket, mengambil semua benda yang ia taruh disana. Mimik wajahnya tegang, tubuhnya memanas seketika, dadanya bergemuruh. Dia tidak menemukan sebuah foto yang ia taruh disaku jaketnya.
"Kemana perginya?" Dia bertanya pada dirinya sendiri, kelimpungan mencari benda itu. Memeriksa semua saku di pakaiannya, hingga beberapa jam kemudian saat ia masih tidak menemukannya, dia menyusuri jalannya pulang tadi, dengan teliti dia mencari. Namun, nihil, dia kehilangan benda itu. Sekarang dia tidak punya kenangan apapun, ingatannya menghilang. Dan sekarang benda yang selama ini menjadi alasan dia untuk tetap hidup juga telah lenyap.
Sempurna sudah dia kehilangan semuanya. Kini yang ia punya hanya satu, yaitu dirinya sendiri. Dan sekarang ia sedang bersiap untuk kehilangan itu juga. Bukan karena foto yang hilang, tapi karena dia telah kalah oleh monster yang bernama harapan.
Harapannya untuk bertemu dengan keluarganya telah tiada. Andai saja dia punya identitas, andai saja dia terbaring di rumah orang yang baik hatinya, andai saja dia bertemu dengan seseorang yang mau mengulurkan tangannya. Tapi nyatanya andai-andai itu hanyalah racun, membuatnya semakin putus asa dan semakin terlahap oleh monster harapan itu.
Memangnya siapa orang yang sanggup hidup sebatang kara tanpa punya ingatan dan siapa-siapapun di dunia ini?
Token listrik indekos pria itu tiba-tiba berbunyi, nyaring sekali bunyinya di tempat sepi itu. Membuat atensi pria tanpa jiwa itu teralihkan selama beberapa menit. Menatap kedipan lampu kecil berwarna merah itu yang menambah keinginannya untuk pergi.
Pandangannya beralih, netranya bergulir ke bawah sepersekian milimeter, sampai matanya bisa melihat ada sebuah stiker ukuran 3R tertempel di kaca indekosnya.
"Jangan malu untuk meminta tolong, hubungi nomer di bawah untuk kami bantu sedot wc rumah anda."
Kalimat pertama stiker sedot wc itu membunuh monster putus asa yang sejak tadi berusaha melahap jiwanya.
Dia tiba-tiba terbangun dari dunia keputusan-asaannya.
Tidak lama kemudian otaknya berproses lebih cepat, berbagai perpecahan masalah muncul di dalam benaknya.
Kakinya melangkah maju, meninggalkan indekosnya jauh di belakang menuju toko alat tulis, dia akan membuat foto yang hilang itu menjadi ada kembali dengan menggambarnya ulang.
Dia bisa jadi kehilangan semuanya, tapi dia masih punya dirinya sendiri. Dirinya yang masih bisa di andalkan.
Kemudian, berterimakasihlah ia pada hal kecil itu—stiker sedot wc yang tertempel di kaca indekosnya.
— 30, Jan 2021