Hari itu untuk yang pertama kalinya aku melihat pundaknya meluruh, tidak lagi tegak seperti biasanya. Mukanya lusuh, tidak lagi senyum sesering kemarin, tersirat rasa putus asa di matanya.
Hatiku terenyuh melihatnya, aku merasa sedih sekali. Tapi tidak ku tunjukkan padanya. Aku berusaha terus berada di sisinya disaat-saat seperti itu. Mengambil setengah beban masalahnya untuk ditaruh di pundakku juga.
Walaupun bukan karena hal itu akhirnya pundak itu kembali tegak, aku tetap tersenyum bahagia. Melihat senyum yang berbeda dibibirnya, matanya menyipit bahagia seolah bebannya menghilang secara tiba-tiba. Suaranya kembali riang. Senyumnya lebih sering muncul daripada burung-burung di langit.
Namun rasa bahagia melihatnya seperti itu tidak bertahan lama untukku. Karena ternyata dia memilih menyimpan kebahagiaan itu sendiri untuk selamanya. Memeluk erat rasa itu hingga masuk ke dalam liang kuburnya.
——
2, Mei 2021