Warna untuk Langit

24 0 0
                                    

Cewek itu, yang memakai baju seragam sekolah putih abu-abu yang mulai kusut dan berantakan, berdiri di ujung rooftop.

Dia hanya perlu satu langkah untuk membuatnya pergi jauh. Sejauh-jauhnya yang tidak bisa dicapai oleh manusia hidup.

Namun gerakannya terhenti kala netranya melihat hal indah itu di atas sana.

Warna-warni, menghiasi langit sore hari itu. Ini adalah hadiah untuk hujan dan awan gelap tadi pagi. Pelangi itu muncul selama satu jam. Terlukis kokoh di atas langit, tanpa takut luntur atau jatuh menyeluruh secara tiba-tiba.

Itu adalah pertolongan dari Tuhan.

Warna mempercayainya.

Dia berdiam diri di atas sana sambil memandangi pelangi itu selama satu jam penuh, sebelum akhirnya warna-warna indah itu mulai meredup karena terbenamnya matahari.

Kakinya bergerak mundur. Langit tiba tidak lama setelah itu. Dia pikir dia tidak akan bisa. Dia pikir dia berhasil. Dia pikir dia yang menyelamatkan Warna hari itu.

Pemikiran itu bertahan selama satu tahun. Sebelum Warna tanpa sengaja memberitahukannya kalau sebenarnya bukan karena Langit yang datang di detik-detik perempuan itu memundurkan langkahnya.

"Waktu itu, Langit. Sebelum aku mau melakukan hal bodoh itu, aku lihat pelangi muncul di langit. Indah banget, aku diem di sana hampir satu jam buat liat keindahan itu. Terus entah aku lagi berhalusinasi atau nggak, aku denger pelangi itu bicara. Katanya, itu orangtua-ku." Warna menatap manik hitam Langit yang sedari tadi diam di tempatnya, menyimak setiap perkataan Warna.

"Kok bisa?"

"Aku ngga tau, tapi aku berspekulasi kalau itu emosi jiwaku yang minta pertolongan. Jadi, hal yang kelihatan ngga mungkin, menjadi mungkin untuk orang yang lagi putus asa."

Langit menggenggam dengan lembut tangan Warna, menyalurkan energi positifnya. "Saat itu kamu benar-benar putus asa sekali, ya?"

"Banget. Sampai rasanya mati juga ngga akan sesakit hari-hari di tahun itu."

"Tapi kamu sudah melewati hari-hari buruk itu dengan baik. Aku bangga sekali sama kamu."

"Iya, aku ngga nyangka kalau hari-hari itu berakhir juga. Aku merasa seperti orang paling menderita sedunia. Kayak kalau ada penghargaan orang paling menderita sedunia itu aku pemenangnya." Langit dan Warna tertawa kecil. "Tapi nyatanya penghargaan itu ngga ada, kamu tahu kenapa?"

"Memang siapa yang mau buat penghargaan kayak gitu? Ngga ada orang yang tertarik sama penderitaan oranglain." Jawabnya.

Warna tertawa lagi, mengangguk-angguk. "Benar, emang siapa yang tertarik sama penderitaan oranglain? Penderitaan mereka juga sudah banyak. Jadi, kalau cuma aku yang dapat agaknya ngga adil. Tuhan kan Mahaadil."

_____

28, Juli 2022

An.
Wow 4 tahun jeda buat lanjutannya Berbincang dengan Langit ini wkwkwkwk

Extra MileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang