Chapter. 8

1K 192 39
                                    

Alan berbaring di tempat tidurnya sejak makan malam berakhir.

Suasana di meja makan yang biasanya terasa menyenangkan, kini menjadi canggung. Alan bahkan tidak berani melihat Ayah dan Ibunya tepat di mata. Alan seperti maling yang ketahuan telah mencuri sesuatu. Namun sebisa mungkin, Alan menghabiskan makan malamnya. Ia tidak mau membuat kedua orang tuanya menjadi lebih repot daripada ini dikarenakan olehnya.

Alan tidak pernah menyangka bahwa kejadian ini akan berakhir seperti ini. Ia mengutuk siapapun yang mengambil foto-fotonya bersama Manu dan mengirim kepada orang tuanya begitu saja. Bukankah itu adalah tindakan ilegal untuk mengambil foto milik orang lain tanpa izin?

Tapi daripada itu, Alan bahkan belum mengatakan apapun pada kedua orang tuanya. Hanya saja, perasaan bersalah itu tetap ada. Karena bagaimanapun juga, Alan telah mengakui pada dirinya sendiri bahwa dia menyukai Manu. Jadi ia tidak bisa membayangkan akan bagaimana reaksi kedua orang tuanya jika mendengar tentang itu semua.

Mereka sudah menjadi keluarga dan Alan tidak punya hati jika sampai merusak semua itu. Alan tidak yakin bahwa ia akan sanggup melihat wajah sedih kedua orang tuanya. Dan lagipula, Alanpun tidak mengetahui tentang perasaan Manu padanya. Ini akan terlihat aneh bagi cowok itu jika kakaknya sendiri menyukainya.

Alan memikirkan bagaimana keadaan Manu sekarang.

Orang tuanya sama sekali tidak membahas Manu sejak pembicaraan terakhir mereka. Alan tahu sekali bahwa foto-foto itu bisa menjadi ancaman bagi karir cowok bule itu. Dan bagaimana Manu akan mengatasi masalah ini? Cowok itu bahkan tidak mengatakan apapun padanya. Alan benar-benar tidak mempunyai ide.

Suara ketukan pada pintu kamarnya, menyadarkan Alan. Ia bangun dan membuka pintu kamarnya. Sang Ibu ada di sana, berdiri dengan senyuman di wajahnya dan satu cangkir coklat panas di tangannya. Alan merasa bahwa ia bisa menangis sekarang juga karena melihat pemandangan yang ada di hadapannya.

"Ibu ganggu nggak, Al?"

Alan menggeleng cepat untuk pertanyaan Ibunya. Ia mempersilahkan Sang Ibu untuk masuk ke dalam kamarnya dan menerima coklat panas tersebut. Coklat panas buatan Ibunya adalah salah satu hal yang menjadi favoritnya di dunia ini.

Alan meminun coklat panasnya perlahan. Sang Ibu duduk di sampingnya di atas bed cover berwarna mint miliknya. Alan bisa merasakan tangan Ibunya merayap untuk membelai rambut hitamnnya. Ia menoleh untuk melihat wajah wanita yang telah melahirkannya tersebut.

"Kamu sayang banget sama Manu ya?"

Ibunya bertanya dengan sangat lembut dan Alan tahu bahwa tidak ada maksud buruk apapun pada pertanyaan itu tapi ia merasa seolah jantungnya tertembak. Alan bahkan tidak pernah memberitahu siapapun tentang perasaannya tapi Ibunya seakan mengetahui semuanya bahkan tanpa diberitahu.

Ibunya mengenal Alan bahkan sejak di dalam kandungan. Ibunya juga mengajarkan Alan tentang bagaimana cara untuk menjalani kehidupan. Dan fakta itu membuat Alan merasa takjub dan sedih. Tentu saja Ibunya mengetahui segalanya, semuanya yang bahkan Alan sendiri tidak tahu.

Alan hanya mampu mengangguk namun hal itu tidak membuat senyuman pada wajah Ibunya menjadi pudar. Belaian di rambutnya masih terasa.

"Sayang banget?"

Kali ini suara Ibunya seperti menggodanya dan Alan menyatukan kedua alis hitamnya. Hal itu membuat Ibunya tertawa. Alan merasakan hatinya menghangat. Sang Ibu memang pintar sekali untuk membuat suasana hatinya menjadi sedikit lebih baik.

"Sejak Ayah meninggal, Ibu cuma punya satu keinginan di dalam hidup Ibu." Belaian pada rambutnya terhenti. Sang Ibu menatap Alan dan Alan menaruh atensi penuh pada Ibunya tersebut. Senyuman di wajah itu semakin melebar. Ibunya menjadi semakin cantik di mata Alan.

When Love Finds Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang