Chapter. 5

1.9K 268 68
                                    

Alan tidak mengerti.

Ketika ia merasa mempunyai tanggung jawab untuk membantu Manu dalam mempelajari beberapa mata kuliah, cowok itu malah bersikap seenaknya. Menghadapi Manu seakan sama saja seperti menghadapi bocah berumur lima tahun. Bocah umur lima tahun yang terlalu aktif. Manu sama sekali tidak mau mendengarkannya dan bersikap seenaknya.

Bagaimana bisa cowok itu berada di dalam kamar milik Alan selama berjam-jam lamanya hanya untuk mengacak-acak tempat tidurnya? Seharusnya Alan sama sekali tidak memercayai saat Manu datang dan meminta dirinya untuk mengajari tentang beberapa materi kuliah tadi. Itu semua hanya sebuah kebohongan besar.

Alan mendengus. Ia ingin sekali menendang makhluk bule itu pergi keluar dari kamarnya tapi kepercayaan yang diberikan Sang Ayah padanya memberatkan Alan. Ia harus bertanggung jawab. Ia sudah berkata bahwa ia akan membantu Manu maka Alan akan tidak akan membiarkan keadaan ini untuk terus berlanjut.

Alan berdiri dan melangkah untuk mendekati Manu. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil menatap tajam kepada cowok bule itu yang kini tengah tengkurap di atas tempat tidurnya sambil membaca komik. Alan menjadi bertanya-tanya, artis macam apa yang mempunyai waktu sesantai itu? Ia tidak habis pikir.

Daripada untuk melakukan hal itu, akan lebih baik jika Manu mulai belajar untuk mengejar ketertinggalannya di kampus.

"Manu."

Alan menghirup nafas melalui hidungnya dan ia keluarkan perlahan melalui mulutnya. Matanya kembali menatap cowok yang baru saja ia sebut namanya dengan pandangan lelah dan juga kesal.

"Kamu merhatiin nggak, sih?" Tanyanya lagi saat mendapati ekspresi cuek yang Manu tampilkan.

Ingin rasanya Alan pergi sekarang juga dari kamar cowok itu karena sejak satu jam yang lalu, tidak ada satupun hal yang berhasil ia ajarkan kepada adik tirinya tersebut. Ia benar-benar tidak ingin melakukan hal yang sia-sia tapi mengingat janjinya sendiri pada Sang Ayah yang akan membantu Manu, Alan mengurungkan keinginannya.

Ia menarik lengan milik Manu ketika cowok itu hampir saja berbaring di atas karpet bulu yang tengah mereka duduki. Cowok itu sama sekali tidak punya rasa peduli. Alan hanya menahan dirinya sendiri untuk tidak memukul sosok itu.

"Kalo bener-bener pengen dibantu, aku minta kerjasamanya." Tegas Alan.

Helaan nafas berat hanya ia lakukan saat Manu mengangguk namun ekspresi malas bertengger di wajahnya.

Alan hanya kembali menjelaskan tentang sesuatu yang tertera di dalam buku-buku yang berserakan di atas meja. Ia mencoba untuk menjelaskan secara perlahan dan sesederhana mungkin agar Manu mengerti. Semakin cowok itu mengerti, semakin cepat acara belajar-bersama ini selesai.

"Ngerti nggak?"

Alan kembali bertanya, ia mendongakan kepalanya yang sedari tadi menunduk menatap buku di hadapannya. Tapi ia hanya tersentak saat ternyata ia menemukan mata hijau milik Manu yang mengarah padanya. Cowok itu memandangnya dengan wajah kalem tapi tatapannya tidak pernah meninggalkan kedua bola mata milik Alan.

Apa Manu sedari tadi menatapnya seperti itu?

Alan berdehem. Bola matanya bergulir tidak tentu arah. Entah kenapa rasa gugup seperti menyerangnya secara tiba-tiba. Dan ia merasa terkejut saat mengetahui alasan kenapa dirinya merasa gugup.

"Dari tadi aku ngejelasin, kamu nggak merhatiin?" Tanyanya; ditengah rasa gugup yang masih melandanya. Ia mendengus dengan rasa tidak percaya saat Manu menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kalemnya itu. Alan merasa bahwa apa yang tengah ia lakukan saat ini adalah sebuah kesia-siaan.

When Love Finds Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang