10☆ Terungkap 2

30 7 2
                                    

Happy Reading :)

~ ~ ~

Sudah 3 hari semenjak bulan purnama merah berlangsung Quinsha masih dalam keadaan belum sadar. Milyz dan Tea benar-benar takut jika terjadi sesuatu pada Quinsha namun Zay dan Niel selalu berusaha untuk menenangkan mereka. Sementara Ericz menunggu kesadaran Quinsha, ia selalu berada di dekatnya. Ericz sangat merasa bersalah, Quinsha begini karena dirinya juga.

"Kapan Quin akan bangun, Liz?" tanya Tea yang sekarang tengah menemani Quinsha.

"Entahlah. Jika tau jadi begini aku tidak akan membiarkan Quin melakukannya!" ucap Milyz sedih.

"Apa kalian masih tidak ingin memberitahu kami tentang identitas kalian?" tanya Zay yang duduk di sofa bersama Ericz dan Niel.

Milyz melirik Tea kemudian menggeleng pelan. Zay hanya bisa menghela nafas pasrah melihat betapa keras kepalanya mereka.

"Percuma kau bertanya terus pada mereka, wanita memang keras kepala!" sungut Niel tajam.

Tea mendelik ke arahnya. "Kami keras kepala dan kalian pemaksa!" balasnya.

Niel tidak menanggapi balasan Tea. Toh percuma saja, lelaki selalu salah!

"Bawalah mereka pergi untuk makan. Ini sudah masuk jam makan siang," ucap Ericz pada Zay dan Niel.

Zay mengangguk begitupun Niel. "Baiklah," ucap Niel.

"Tidak! Kami mau disini saja menemani, Quin!" tolak Tea.

"Apa kau tidak bisa sekali saja untuk tidak membantah, nona?!" kesal Niel.

"Tidak bisa!"

"Sebaiknya kalian makan siang dulu. Milyz ajaklah Tea bersamamu!" suruh Zay. Milyz melirik ke arah Quinsha.

"Aku akan menjaganya, tidak perlu khawatir," ucap Ericz seakan tau yang dipikirkan Milyz.

"Baiklah, kami titip Quin padamu. Tea ayo kita makan dulu." Milyz menarik tangan Tea.

"Tunggu! Kita akan makan apa?" tanya Tea.

"Cari makan di luar," ucap Zay membuat Tea bingung.

"Beli makanan di luar, Tea," ucap Niel akhirnya membuat Tea paham dan sedikit memerah karena Niel menyebut namanya.

"Aku akan belikan makananmu juga nanti. Kami pergi, Ricz." Ericz mengangguk saja mendengar ucapan Zay karena matanya terfokus pada Quinsha yang berada diatas ranjang.

Setelah mereka berempat pergi kini hanya tinggal Ericz dan Quinsha dengan mata terpejamnya. Ericz berjalan ke arah Quinsha dan duduk di tepi ranjang sebelah Quinsha.

Tangannya terulur mengusap lembut pipi kiri Quinsha. Dari pipi beralih ke mata yang masih terpejam, hidung hingga bibir ranumnya. Usapan penuh kelembutan dan kehangatan itu tanpa disadarinya berhasil membuat Quinsha kembali membuka mata.

Sontak Ericz langsung melihat Quinsha yang membuka matanya secara perlahan dan tangannya yang mulai bergerak memegang kepalanya. Sepertinya ia masih merasa pusing. Quinsha bangun dari baringannya dan berusaha untuk duduk namun Ericz tiba-tiba memeluknya membuat ia tersentak.

"Akhirnya kau sadar, Quin," bisik Ericz.

"Sssttt ... k-kau baik-baik sa-jakan?" tanya Quinsha meringis karena bekas gigitan Ericz masih terasa ngilu.

Ericz melepas pelukannya. "Ada apa? Apakah masih sakit?!" paniknya sembari memegang bekas gigitannya.

"Ti-tidak. Hanya sedikit ngi-lu saja,"

She's Fairy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang