Ego yang Licik

158 33 16
                                    

Salahkah rasa yang dengan tak tahu dirinya semakin besar terhadapnya?
Hingga, membuatku gelap mata.

"Runa!!"

Teriakan itu menggema beberapa kali di indra pendengaran Aruna. Aruna berbalik dan menemukan Viola dan Bety, yang merupakan sahabatnya kini tengah ngos-ngosan.

"Kenapa lari? Belum bel masuk juga." Heran Aruna tak habis pikir.

Bukannya menjawab, justru Betty semakin mendekat ke arah Aruna. Betty langsung memegang pundak Aruna. Aruna dibuat cengo olehnya.

"Nangis lagi?"

Dua kata itu sontak membuat Aruna menegang. Pasalnya saja, kedua teman-temannya ini sangat bar-bar. Mereka tak mau melihat Aruna bersedih.

"Nggak, kok. Cuma netesin air mata!"

Plak!

Tangan Viola langsung saja menyambar lengan Aruna. Memukulnya dengan keras hingga gadis itu meringis.

"Bego kok dipelihara!" kesal Viola pada Aruna.

Ya. Seperti ini cara mereka memberi perhatian. Aruna sangat terbuka pada Viola dan Bety. Begitu juga sebaliknya. Aruna pun sangat bersyukur, setidaknya dia tak pernah merasa kesepian bila sedang bersama sohibnya.

"Udahlah, Vio! Anak ini bandel. Sekarang, siapa lagi yang buat kamu nangis kayak gini? Nyokap? Bokap?" desak Bety dengan mengepalkan tangannya kuat-kuat.

Perlahan tapi pasti, Aruna malah menerawang jauh tanpa tujuan. Wajahnya berubah murung saat mengingat kejadian di rumah tadi.

"Mama, nampar aku! Tapi, tenang, aku sama sekali nggak benci mereka."

Aruna menahan mati-matian agar air matanya tak jatuh kembali. Di lain sisi, Bety sudah mengepalkan tangannya kuat-kuat. Beda halnya dengan Viola yang lumayan agak kalem dari yang lainnya. Kini, Viola malah menutup bibirnya dengan tangan, dia terkejut.

"Vio. Sepertinya nanti pulang sekolah kita harus datang ke kantor orang tua Runa." Pungkas Bety, menggebu.

"Ngapain?" tanya Aruna dan Viola bersamaan.

"Aku mau labrak Tante Wina!"

Aruna dan Viola sontak melotot. Tak lama kemudian, Viola langsung menonyor kepala Bety.

"Jangan, Vio. Kepalaku itu limit edition."

Sontak saja, Viola memutar bola mata malas. "Otaknya nggak penuh tuh!" sindir Viola dengan ketus.

Aruna hanya menghela napas kasar. Dia bisa gila bila lama-lama meladeni kedua sahabat ajaibnya.

"Bety, jangan berlebihan! Mama cuma nampar aku, bukan bunuh aku!" Aruna menatap lesu pada Bety.

"Cuma nampar? Astaga, Runa! Kamu itu di depan orang lain sok tegar, tapi kita berdua nggak bisa kamu bohongi. Hancurkan hati kamu? Udahlah, suka-suka aku. Males di sini terus!"

Setelah mengataka panjang lebar, Bety pun pergi meninggalkan Aruna. Bety memang seperti itu. Orangnya sangat keras, tapi juga penyayang. Ini sudah sering terjadi di antara ketiganya, jadi, jangan heran kalian.

Cinta Beda Agama 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang