Pada Siapa Aku Pulang?

122 30 6
                                    

Spam komen suyung² aku😘😘


Aku lelah. Pada siapa aku pulang?
Aruna




Mata yang sembab. Langkah yang rapuh kian membawa Aruna masuk ke dalam rumahnya. Hatinya terasa dicabik-cabik. Amat sesak dan menyakitkan.

"Udah jam berapa? Kenapa baru pulang?" suara itu menggema, menyambut indra pendengaran Aruna.

Jangan dulu, Runa capek! Batin Aruna dengan menunduk.

Dirinya tak mau Mamanya melihat dirinya menangis. Penampilan yang berantakan. Sungguh, dia tak mau membuat malaikat tak bersayapnya khawatir.

"Kamu pasti keluyuran dulu, kan?"

Aruna menggeleng keras. Dirinya tadi sengaja pulang terlambat, karena terlalu lama menangis di taman sekolah. Menumpahkan segala risalah hati.

"Saya di depan kamu. Bukan di bawah kaki kamu! Jangan menunduk!" bentak Wina yang merasa tak dihargai oleh Aruna yang sedari tadi menunduk.

"Mama. Nanti, ya! Runa capek." Runa pun memberanikan diri mengangkat kepala.

Merasa tersinggung dengan ucapan anaknya itu. Wina langsung mendekati Aruna. Mencengkram lengan Aruna dengan keras seraya melotot tajam.

"Sekali lagi bilang!" Aruna menggeleng keras. Tidak berani mengeluarkan sepatah kata lagi.

"Bilang! Kamu bilang apa tadi?" Wina semakin menjadi.

"A-Aruna capek!"

Plak!

Satu tamparan berhasil mendarat mulus di pipi kiri Aruna. Tidak lihat kah Wina, bila mata Aruna sedari tadi sembab?

Yang tadinya ditahan kuat oleh Aruna, kini meluncur cepat keluar dari sudut mata. Iya, Aruna kembali menangis.

"Capek kamu bilang? Siapa suruh keluyuran sampai sore. Giliran ditanya bilang capek. Hebat! Siapa yang ngajarin kamu kayak gitu, hah?" Wina menarik kasar rambut Aruna yang tergerai.

Wanita  itu tak perduli dengan Aruna yang merintih kesakitan. Belum lagi dengan pipinya yang kebas karena tamparan Wina.

"Mama sakit, hiks!" Aruna memohon dengan isakan yang semakin menjadi.

"Dasar anak kurang ajar! Mama lebih capek ketimbang kamu yang bisanya cuma ngabisin uang." Akhirnya, setelah puas, Wina melepas rambut Aruna. "Harusnya kamu bisa bikin senang Mama. Jadi anak yang baik, tidak banyak tingkah!"

Anak mana yang tak sakit mendengar ucapan pedas ibunya? Apalagi, di mata Wina, Aruna hanyalah anak yang menyusahkan. Padahal, selama ini, mati-matian Aruna menjaga sikap pada orang tuanya, tapi selalu disalah artikan.

"Ganti baju, habis itu langsung cuci piring. Mama tidak mau punya anak malas dan manja." Setelah mengatakan itu, Wina langsung pergi meninggalkan Aruna yang masih setia menangis.

Aruna menatap nanar kepergian Wina. Padahal pemikirannya tadi tidak seperti ini. Pulang sekolah ingin memeluk Wina dan menceritakan segala kesedihan. Nyatanya berbanding terbalik dengan fakta yang ada.

Cinta Beda Agama 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang