Letta masuk kembali ke dalam cafe setelah menyelesaikan teleponnya. Dia kembali duduk di sebelah Dimas yang masih sibuk mengunyah makanannya.
"Makan, makanan Lo keburu dingin" ucap Natta yang terlihat telah menyelesaikan makannya, padahal Letta hanya keluar sebentar.
Dia mengangguk, mulai melahap pesanannya. Letta makan dalam diam, melamun lebih tepatnya. Perasaannya tak enak setelah menutup sambungan secara sepihak tadi.
"Apa gue harus terima? Tapi gue kan gak mau. Apa ntar gue disangka durhaka? Argh.... Kenapa sih gue harus dapet kehidupan yang rumit begini?!" Letta tanpa sadar berbicara dengan nada tinggi dan berakhir dengan menggebrak meja.
Dia baru tersadar saat melihat semua temannya itu terdiam, hanya menatapnya aneh dan takut. Dia menghela nafas, kenapa juga hal yang seharusnya ia sebutkan dalam hati justru jadi terdengar oleh semuanya?
"L-lo sehat kan, Let?" Thea menatap takut, ntah terlalu takut atau karena modus jarak Thea dan Natta sekarang jadi terlalu dekat, membuat Letta yang melihatnya bertambah kesal.
"Gue pergi dulu, traktir gue ya The" Letta benar benar pergi setelah menyelesaikan kalimatnya.
"Temen Lo sehat kan ya, The?" Gara masih melihat terheran heran, jantungnya terlalu terkejut melihat tingkah laku Letta yang tiba-tiba begitu.
"Se-sehat sih kayanya, waktu berangkat masih sehat kok" Thea mengangguk ragu, takjub juga melihat Letta yang menggebrak meja tadi.
"Gue juga mau pergi, kalian masih disini kan? Ini gue yang bayarin, duitnya gue titip ke Lo ya Dim. Kalau titip ke Gara ntar di korup" dengan tatapan meledek ke Gara, Natta menitipkan beberapa lembar uang seratus ribu pada Dimas.
"Wah sembarangan Lo, gue gak korup ya, gue juga kaya nih!" Gara sedikit berteriak sambil melihat Natta yang sudah pergi berlalu keluar cafe.
"Lo gak pergi kan, The? Jangan dong, masa gue ditinggal sama dia sih" Gara melirik Dimas sambil terus berbicara pada Thea yang hanya tersenyum canggung.
"Dia gak asik The, sebelas dua belas lah sama si Natta, pokoknya Lo disini aja ya, nenin kita. Itung itung dapet pahala karena nolongin gue"
Thea hanya mengangguk, tak ada salahnya juga menghabiskan waktu disini sedikit lebih lama.*****
Letta sudah menginjakkan kaki di alun alun kota, suasana disini tidak terlalu ramai mungkin karena ini masih tengah hari.
Ia melihat ke sekeliling, beberapa orang terlihat berjalan dengan menggunakan penutup mata, beberapa lainnya justru hanya menyoraki, mencoba memberi arah dari jauh.
Letta melangkah lebih dekat, melihat lagi dua buah pohon beringin yang terlihat gagah dan berdampingan tak jauh dari pandangannya itu.
"Kata orang kalau berhasil ngelewatin pohon ini, keinginan kita bisa terwujud loh" Letta menoleh perlahan
"Loh, Mas Natta? Kok disini?" Ucapnya kaget saat melihat Natta sudah ada di sebelahnya dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku.
Tatapannya lurus ke depan, ekspresi nya juga biasa saja. Natta orang paling misterius yang pernah Letta temui, padahal dia ingat betul tadi di sekitarnya tak ada orang sama sekali.
"Gue pengen jalan-jalan, tapi Lo jalan gak ngajakin gue, yaudah gue susul aja" tatapan Natta masih lurus, sama sekali tak berekspresi.
"Letta gak lagi jalan kok, emang pengen kesini dari kemaren. Tapi beneran emang kalau berhasil ngelewatin dua pohon itu impiannya jadi kenyataan?" Letta benar benar penasaran sejak dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOADING MATCH
RomanceCERITA INI DIMULAI TANGGAL 10 DESEMBER 2020 DILARANG KERAS UNTUK PLAGIAT!!! Bagi sebagian orang, Mapan dan Tampan adalah hal paling penting. Begitu juga bagi Natta Andriano Devara, namun sayangnya sang Mama berharap lebih, menikah dan punya kehidupa...