8 jam perjalanan dihabiskan Letta dengan memotret, membaca buku, dan tidur tentu saja. Sementara Natta menghabiskan waktu dengan tidur, tidur, dan tidur.
Tepat pukul 12 malam, kereta sampai di stasiun Jogja atau dikenal juga dengan stasiun Tugu, Letta keluar dari kereta diikuti Natta yang membawa tas ranselnya dan juga koper Letta.
“ini tuan putri kopernya” Natta meletakkan koper itu di depan Letta.
“hehehe, makasih Mas Natta”
“lo bawa apaan sih? Koper lo berat banget, kek orang mau pindahan aja”
“emang”
“HAH?!”
Teriakan Natta barusan membuat semua orang menatap mereka heran, buru buru Letta membekap mulut Natta dengan tangannya.
“ssttt...Mas Natta gak usah teriak gitu, maluuu” Letta menauhkan tangannya yang membekap mulut Natta.
“ya sorry, namanya juga kaget”
“udah jam 12 malem, lo nginep dimana? Dijemput siapa?”
“Mas Natta nanya saya?”
“nanya pembantu kamu”
“oh...”
“saya nanya kamu, Letta”
“oh...saya nginep di hostel, naik taksi aja kayanya”
“jam segini? Naik taksi? Yakin kamu?”
“emang kenapa sih, Mas?”
“kamu tuh perempuan, kalau supir taksinya niat jahat gimana? Gak boleh pokoknya, kamu nebeng saya aja, saya anter ke hostel kamu”
“eh gak usah, Mas Natta, beneran deh, saya naik taksi aja” Natta terlihat berfikir, walau ada rasa khawatir juga melihat Letta naik taksi jam 12 malam begini.
Jangan salah sangka ya, Natta juga punya adik perempuan, makanya dia sebisa mungkin melindungi perempuan di sekitar dia, termasuk Letta.
“kalo gitu saya carikan taksinya” Natta berjalan lebih dulu membawa koper Letta ikut serta, mereka keluar dari stasiun disambut gerimis ringan yang jatuh di kepala.
Natta mengulurkan tangan, menyetop taksi biru yang lewat. Sang supir yang cukup berumur itu keluar dari taksi, membuka bagasi belakang dan membantu Natta meletakkan koper Letta disana. Sang supir kembali ke dalam taksi, Natta dengan senang hati membukakan pintu belakang taksi, mempersilahkan Letta naik.
"Makasih, Mas Natta" ucap Letta sembari masuk ke dalam taksi."Sama-sama" Natta berucap dan masuk ke taksi yang sama, membuat Letta mau tak mau bergeser sedikit.
"Mas Natta, ngapain? Kok masuk?" Ucapnya kaget melihat tingkah Natta.
"Karena kamu gak mau saya antar pakai mobil, jadi saya tetap antar kamu pake taksi ini" Letta masih menatap lurus ke Natta, berkedip beberapa kali.
"Jalan pak" titah Natta pada sang supir.
"Tujuannya ke mana Mas?"
"Hostelmu dimana?" Tanya Natta menyenggol lengan Letta yang masih diam.
"Lett?!""Hah? Iya kenapa?" Letta tersadar dari rasa takjubnya.
"Hostelmu dimana?"
"Hostel Van Java di Malioboro, Mas" Natta mengangguk
"itu pak nama hostelnya, kesana ya pak" taksi itu dengan cepat telah meninggalkan stasiun.
"Mas Natta ngapain sih nganterin saya, saya gapapa deh Mas Natta, bener"
"Udah malem, Let. Bahaya, kamu cewek gak boleh sendirian, kalo cowok cowok di luar sana niat jahat gimana?" Letta mendekat ke arah Natta, sedikit berbisik
"tapi, Mas Natta kan juga cowok, emang saya bisa percaya?"
Natta beralih menatap Letta mendekatkan kepalanya yang membuat Letta refleks mundur"ngapain sih, Mas Natta? Letta tabok nih ya" tangan Letta sudah dalam posisi ingin menampol, Natta tertawa
"kamu lihat mukaku, ada emang muka jahat? 8 jam dalam gerbong yang sama, saya emang pernah jahatin kamu? Yang ada kamu nyaman kan sama saya? Tidurnya aja sampe sandaran di bahu saya" ucap Natta dengan pedenya.
"Hah? Saya kaya gitu? Kapan? Jangan halu deh, Mas Natta"
"Kamu mana inget, kamu kan tidur" Letta menggeleng, tetap mengelak dari tuduhan Natta
"Gak, pasti Mas Natta bohong, mana mungkin saya sandaran di bahu Mas Natta" Natta mengangkat bahunya
"kalau gak percaya, yaudah. Nanti juga kamu tau kok saya ini bohong apa bener"
"Sudah sampai, Mas" ucap sang supir taksi, Natta dan Letta menatap Hostel dengan dominan warna pastel itu dari jendela.
"Tuh kan, kamu maunya deket saya terus" ucap Natta setelah sadar posisi mereka begitu dekat. Letta buru buru menjauh.
"Saya mau turun Mas Natta keluar dulu dong, kan saya harus keluar dari pintu itu" Natta mengangguk, membuka pintu taksi dan keluar, diikuti Letta yang keluar setelahnya.
"Eh, Let. Pinjem hp sebentar boleh? Saya mau nelpon Mama saya sebentar"
"Loh, hp Mas Natta kemana emang?"
"Lowbat Let" Letta mengangguk, dia mengeluarkan hp kesayangannya, memberikan itu pada Natta.
Natta dengan cepat menerima, mengetikkan sesuatu disana, dan meletakkannya di telinga. Di luar dugaan, Natta bukan menelpon sang Mama, namun hp nya sendiri.
"Loh, itu handphone Mas Natta" ucap Letta yang sadar telah dibohongi
"Hehehe. Makasih nomor telepon nya, ntar kalo kamu butuh temen buat keliling Jogja, telpon nomor itu ya" Natta mengembalikan handphone Letta.
"Ih, Mas Natta!!!!"
"Ih, Dek Letta""Ih, Mas dan Mbak kok berantem" potong sang supir taksi yang membawa koper Letta mendekat.
"Makasih pak, ini ongkosnya"
"Jangan diterima pak, pake uang saya aja"
"Gak usah, pake uang saya aja pak" sang supir dengan bingung menatap dua muda mudi itu.
"Jadi, pake uang siapa nih, Mas, Mbak?"
"Pake uang saya" ucap Natta dan Letta serentak.
"Saya bayar dua kali lipat pak, pake uang saya pokoknya"
"Mas Natta kenapa sih? Saya bisa kok bayar sendiri"
"Kamu bayar ke saya aja nanti. Lewat jalan jalan sama saya, mungkin?" Natta masuk ke taksi sebelum mendapat Omelan Letta lagi.
Sang supir ikut masuk ke dalam taksi, mengemudi mobil biru itu dengan cepat, secepat lambaian tangan Natta yang menghilang di belokan simpang.
*****
Hai semuanya, terimakasih udah meluangkan waktu buat baca ini, jangan lupa vote dan commentnya ya 🤗
Oh iya, mulai sekarang aku akan up cerita ini setiap malam Minggu, buat nemenin kalian kalian yang dirumah aja malam minggunya.
Stay safe buat semuanya, sekali lagi aku ingetin ya jangan lupa buat apa?
Ya...vote dan coment ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
LOADING MATCH
RomansCERITA INI DIMULAI TANGGAL 10 DESEMBER 2020 DILARANG KERAS UNTUK PLAGIAT!!! Bagi sebagian orang, Mapan dan Tampan adalah hal paling penting. Begitu juga bagi Natta Andriano Devara, namun sayangnya sang Mama berharap lebih, menikah dan punya kehidupa...