gagal nge-game

37 14 2
                                    

"kenapa Mas Natta baik banget sama orang yang baru dikenal?" Letta sudah duduk di kursi salah satu tempat makan yang menjual gudeg dekat mesjid.

Setelah mereka selesai beribadah Natta tiba tiba membawanya kesini, dengan embel-embel traktir makan siang.

"Lo kan bukan orang yang baru gue kenal, udah 3 hari kali kita kenal." Natta masih sibuk menggulung kemeja biru mudanya sampai kesiku.

Mata Letta terus saja memperhatikan gerak gerik Natta. Emang begini ya ternyata, cowok rajin ibadah tuh damagenya bisa tembus ke hati?

"Gue tau kok gue ganteng, gak usah diliatin banget, ntar Lo suka lagi," seketika Letta beralih pandang.

"Oh iya, kemaren perasaan Mas Natta pake kata saya-kamu deh, kenapa sekarang jadi Lo gue?" Iya, ini yang sejak tadi dia pikirkan. Penasaran saja dengan gaya bahasa Natta yang tiba-tiba berubah-ubah sesuka hatinya.

"Karena kayanya kita gak perlu seformal itu deh, kita kan bukan rekan bisnis. Lo gue kayanya lebih nyaman aja, gapapa kan?" Dengan bertopang dagu Natta bertanya tak enak hati.

"Gapapa kok, Lo gue kayanya ide yang bagus." Letta mengangguk.
Percakapan mereka terputus saat dua porsi gudeg dan es teh datang ke meja mereka.

Obrolannya kini berganti dengan dentingan sendok atau sekedar suara huh-hah tanda Natta kepedasan. Sesekali Letta menatap aneh, bahkan baginya ini sama sekali tidak pedas, kenapa bisa Natta begitu berkeringat?

"Oh iya, ntar malem Lo ada rencana keluar gak?" Ucap Natta saat berhasil menyeruput air terakhir dari gelasnya.

"Ntar malem? Kayanya gak ada sih, males juga kalau keluar malam-malam," Natta mengangguk paham, sepertinya dia punya ide untuk malam ini.

"Ntar malem ke apartemen gue aja gimana?" Letta melotot tangannya seketika menyilang, melindungi tubuhnya diikuti tatapan panik.

"Eh eh gak, jangan suudzon dulu. Maksud gue, ntar malam gue sama Dimas mau barbeque-an di rooftop apartemen, Lo bisa dateng sama Airin atau Thea kalau Lo mau?" Natta juga dengan nada panik menjelaskan. Dia juga sih yang salah karena membuat pertanyaan ambigu begitu, rasanya dia juga bakal berpikiran aneh kalau jadi Letta.

"O-oh gitu, yaudah ntar gue pikirin" Letta sudah tenang mendengar pertanyaan Natta, ya pertanyaan ambigu begitu kan memang membuat orang orang berspekulasi lain kan? Bukan hanya Letta doang kan?

"Yaudah, gue mau bayar gudeg ini dulu. Abis itu gue anterin balik,ya?" Natta hendak berdiri, namun ditahan oleh Letta.

"Gue aja yang bayar, Lo kan udah traktir waktu di cafe tadi,"

"Jangan gitu lah, Let."

"Apanya?" Tanya Letta bingung.

"Pikiran Lo ke gue. Gue emang pengen bayarin aja, jangan anggap ini jadi hutang. Lagian yang ngajak kesini kan gue, jadi gue yang akan bayarin." Natta melepaskan tangan Letta yang menahannya secara lembut, senyum tulus terukir di bibirnya, tangannya juga mengacak rambut Letta lagi sebelum pergi membayar.

"Besok kalau gue yang ajak, gue boleh bayarin kan? Kan gue yang ajak, ya?" Tanyanya yang seperti memohon saat Natta sudah berdiri di sebelahnya.

Bukan jawaban yang ia dapatkan melainkan senyum manis dan lagi lagi usapan di kepala. Natta mengajak pergi Letta dari sana dengan tarikan tangan yang tiba tiba.

"Wah, pala gue bisa keluar nih jinnya, diusap usap Mulu hari ini." gumam Letta pelan namun tetap berjalan menyamai langkah Natta menuju mobil.

*****

"Wah ada angin apa nih? Kok belanja banget, Nat?" Ucap Gara antusias saat membuka belanjaan yang dibawa Natta.

"Lah?! Kok bahan makanan? Lo gak beli Snack gitu, Nat?"

LOADING MATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang