"waaahhh, gue sayang Lo Firnaa, gue sayang Loooo," suara teriakan lantang Gara membuat semua temannya menutup kuping, sesekali Natta menoyor kepala Gara agar anak itu tersadar.
"Gimana nih? Masa iya kita gendong nih anak?" Tanya Dimas menatap risau ke arah Matta.
Gara memang merepotkan,bisa bisanya dia tertidur hingga mengigau dan menyebutkan nama mantannya dalam mimpi. Padahal jam tangan Natta baru menunjukkan lewat tengah malam, dan Gara sudah tertidur seperti orang mabuk, meski dia hanya meminum beberapa kotak merk es teh terkenal.
"Garrr, bangun dong!!!! Ih, nih anak mah nyusahin aja. Bangun, Garrr!!" Dengan sekuat mungkin Dimas berteriak di telinga Gara. Alih-alih terbangun karena suara Dimas, Gara justru tersenyum dalam tidurnya, tangannya menggapai tubuh Dimas untuk di peluk.
"Jangan pergi dong, gue sayang Lo Firnaaa," bibir Gara sedikit maju, mungkin dalam mimpinya ia sedang mencium gadis bernama Firna yang sejak tadi ia sebut dalam tidur.
"Gue Dimas Bego, bangun Lo?!" Dengan rasa jijik namun tetep menjunjung tinggi pertemanan, Dimas akhirnya melepaskan tangan Gara yang merangkulnya bahkan dorongan ringan Dimas ternyata membuat Gara terjatuh dari dari kursinya hingga membuatnya kembali terjaga.
"Duh, kepala gue," dengan setengah sadar Dimas mengusap kepalanya yang membentur lantai, rasa sakit nya cukup untuk membuat nya terbangun dari mimpi.
"Udah bangun? Nah, mampus Lo kan, daritadi dibangunin kagak bisa bisa sih," omel Dimas dengan tangan terlipat di dada.
"Kita udah mau balik nih, bangun buruan." Dimas mengerjap, melihat ke semua orang di depannya yang sudah memegang perkakas yang digunakan saat barbeque-an tadi, kecuali Dimas yang tangannya masih terlipat di depan dada.
Dengan malas dan sedikit mengantuk Gara bangkit, membantu membawa perkakas yang memang mereka tinggalkan khusus untuk dibawa oleh Gara
"Lo kok gak bawa apa apa?" Tanya Gara heran melihat hanya Dimas yang tangannya menganggur.
"Makanya, jangan mimpi mulu jadi orang. Gue udah duluan kali, pas gue balik Lo malah belom bangun," Gara mengangguk, sepertinya dia tertidur cukup lama kali ini.
Mereka serempak menuju ke tangga darurat, turun ke lantai tempat unit apartemen Natta berada. Cukup lelah juga karena kali ini mereka membawa perkakas turun. Ya, kecuali Dimas yang mengaku sudah bekerja lebih dulu.
Saat pintu apartemen berhasil dibuka, keenam manusia itu dengan sigap masuk kedalam, meletakkan barang barang yang mereka bawa ke lantai.
"Kalian nginep disini?" Letta, Thea dan juga Airin yang ditanya begitu langsung saling tatap. Apa tadi katanya? Menginap? Disini? Sama ketiga cowok ini? Yang benar saja deh, sudah pasti jawabannya...
"Boleh, Nat." Thea menjawab lebih dulu, membuatnya mendapat tatapan tajam dari kedua temannya.
"Yang bener aja dong, masa kita nginep disini. Ini apartemen cowok loh, The. Lo gak takut? Kalau Lo diapa-apain gimana?!" Airin sudah mendekat ke arah Thea, berbisik sambil menggerutu tepat di telinga Thea.
Letta? Jangan ditanya,tatapan matanya saja sudah memberikan sumpah serapah pada jawaban Thea tadi.
"Tenang aja, kita gak bakal macem macem kok." Seakan mengerti jalan pikiran ketiga wanita itu, Natta mendekat dan menyerahkan dua kunci ke tangan Letta.
"Istirahat di kamar itu, ini kuncinya. Gue gak ada kunci cadangan lagi kok. Kamarnya di kunci aja, di kamar gue juga gak ada cctv kok, jadi Gara gak akan bisa ngintip." Natta sedikit memelankan suaranya saat membahas Gara yang tidak akan bisa mengintip, membuat ketiga wanita itu tertawa.
"Perasaan gue gak enak nih, gibahin gue ya Lo pada?" Gara muncul dari belakang membuat mereka terlonjak kaget. "Lo kaya setan deh lama lama, muncul tiba-tiba." ejek Natta yang membuat Gara merajuk.
"kita masuk duluan ya kalau gitu, permisi." ucap Airin yang melipir pergi ke kamar Natta diikuti Letta dan Thea.
"lah kok mereka masuk kamar gue?" tanya Gara heran sambil memperhatikan mereka yang menghilang dibalik pintu cokelat itu. "itu kamar gue." ucap Natta singkat, padat dan jelas.
"tidur lo pada, jangan bacot mulu jadi manusia," dengan mata tertutup dan badan yang sudah rebahan di sofa Dimas ikut mencibir. membuat kedua temannya diam dan memilih bergabung dengan Dimas yang sedang rebahan.
*****
Cahaya matahari yang masuk melewati celah celah jendela berhasil menganggu Letta dari tidurnya, dia mengerjapkan mata sebentar.
"loh, kok?!" dengan cepat Letta duduk, matanya melihat ke sekeliling ruangan lantas melihat ke sebelahnya. disana ada Airin dan Thea yang sedang tidur dengan posisi saling memeluk. lantas sadar soal kejadian tadi malam yang membuat mereka berakhir di kamar ini.
Letta menyingkirkan selimut yang menutupi badannya, mengambil kunci yang ia simpan di atas nakas tadi malam dan berdiri. dia membuka kamera hpnya untuk memastikan penampilannya masih layak dilihat orang lain, lantas berjalan untuk membuka pintu.
saat pintu berhasil dibuka wangi masakan tercium olehnya, perut yang tadinya biasa saja mendadak jadi keroncongan minta diisi.
kaki jenjang Letta berjalan menyusuri apartemen ini hingga ia bisa melihat Natta di dapur sedang memasak sesuatu. Letta bersandar didinding, matanya tak lepas memperhatikan gerak gerik Natta saat memasak, pun raut wajahnya yang menunjukkan kepuasan saat mencicipi masakan yang ia ciduk sedikit. bibir Letta tanpa sadar mengukir senyuman, dia saja yang wanita tidak bisa memasak.
"loh, udah bangun Let? dari kapan disitu? sini duduk." dia menunjuk kursi di depan meja bar sambil tersenyum manis.
Tanpa menunggu lebih lama Letta duduk ditempat yang ditunjuk tadi, tangan Natta masih mengaduk makanannya dan menciduk sedikit dengan sendok.
Sendok tadi ia bawa ke depan Letta.
"Cobain deh, Aaaaa..." Ucapnya seperti membujuk anak kecil makan, sejenak Letta terkekeh tapi membuka mulut juga. Nasi goreng yang semula ada diatas sendok sudah beralih kedalam mulutnya. Natta menumpukan dagunya dengan tangan, menatap lekat ekspresi Letta yang tengah mengunyah.
"Enak kok, Mas Natta pinter masak ya ternyata. Letta aja gak bisa masak sampai sekarang."
"Gak bisa atau gak mau belajar?" Natta beralih untuk memindahkan nasi goreng ke dalam wadah setelah mematikan kompor.
"Kalau gak bisa kamu masih bisa belajar biar bisa, tapi kalau gak mau ya udah susah Let."
Natta melewati Letta, meletakkan nasi goreng diatas meja makan yang lumayan kecil.
"Mau makan?" Tawarnya ketika berhasil duduk di kursi.
"Mau bangunin yang lain dulu, Mas Natta juga bangunin tuh temennya." Letta menunjuk Gara dan Dimas yang masih tertidur di sofa dengan mulut menganga.
"Let, bentar." Belum sempat Letta pergi membangunkan temannya Natta lebih dulu menarik tangan gadis itu.
"Kenapa, Mas?" Tanyanya penasaran. Alih-alih menjawab, Natta hanya menatap Letta saja.
"Jadi pacar gue,yuk."
*****
Haiiii, sorry ya lama banget up nya :(
Aku baru bisa up segini dulu, ntar aku banyakin lagi di chapter selanjutnya.
Jangan lupa vote dan commentnya ya ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
LOADING MATCH
RomanceCERITA INI DIMULAI TANGGAL 10 DESEMBER 2020 DILARANG KERAS UNTUK PLAGIAT!!! Bagi sebagian orang, Mapan dan Tampan adalah hal paling penting. Begitu juga bagi Natta Andriano Devara, namun sayangnya sang Mama berharap lebih, menikah dan punya kehidupa...