[01] TERPESONA

114 15 3
                                    

Hai semua,

Sebelum ngelanjutin cerita, aku mau nunjukin scene series Nanon yang ditonton Primsa waktu di angkot, di mana Nanon ngucapin satu kalimat yang buat Primsa terpesona dan sejak itu mulai nge-idolain Nanon (kalo kalian baca mulai prolog kalian pasti tau).

Begini visual yang disaksikan Primsa waktu itu.

Sebenarnya subtitle yang dibaca Primsa di drama Nanon (di prolog) ini adalah bahasa inggris. Tapi author nerjemahin langsung ke bahasa Indonesia.

Primsa Channy (Pim-Pim)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Primsa Channy (Pim-Pim)

Nah, di atas itu adalah visualnya Primsa a.k.a Pim-Pim. Visual tokoh lain atau info/visual tentang scene tertentu di cerita ini bakal aku up kalau lagi mood ya hehehe. Cerita ini sekilas terlihat sebatas imajinasi, namun di sisi lain ada beberapa bukti yang berusaha aku tunjukin kalau sepanjang cerita ini sebenarnya gak hanya halu tapi banyak kejadian nyata/realita. Baik itu dari dialog, info visual, info scene, tempat, dll yang semoga pembaca dapat membayangkannya.

Dah itu aja. Selamat membaca dan ingat tekan vote sebagai reward :)

***

Primsa menguap dan perlahan membuka mata ketika alarm kecil di atas nakas dengan tidak sopan berbunyi mengganggu tidur siangnya. Dengan malas Prim duduk di tepi kasur dan mematikan jam weker yang di dalamnya terdapat gambar wajah idolanya itu. Setelah melirik jam beberapa detik, Prim seketika tersenyum manis dan bangkit dari tempat tidur.

Senyuman tak juga luntur dari bibir tipis itu. Kedua telapak tangannya ia tempelkan di pipi dengan mata yang terpesona memandangi poster ukuran 60 × 50 cm di depannya. Di bagian bawah poster itu tertulis Nanon Korapat, dan di bagian paling bawahnya lagi terdapat tulisan kecil dengan bentuk yang berbeda dan warna tinta yang berbeda: Jodoh Prim di Masa Depan.

Ya, yang itu adalah tulisan tangannya sendiri. Nanon adalah satu-satunya manusia yang Prim idamkan untuk menjadi ayah dari anak-anaknya suatu hari nanti. Baginya tak ada yang berlebihan dengan itu, berpikir dan berimajinasi adalah hak semua orang.

Prim menyembunyikan wajahnya malu. Kedua telapak tangan yang semula ia tempelkan di pipi kini berpindah membentuk kepalan di depan dada. Ia menarik napas dan kembali menatap poster bergambarkan Nanon dengan gaya casual sedang tersenyum ke arahnya. Lagi-lagi Prim tak kuasa untuk tidak tersenyum mengikuti citra diri sang bias yang tampak begitu manis di matanya.

"Terpesona... Aku terpesonaah.. memandang memandang wajahmuu... yang maniss...."

Prim bernyanyi melantunkan lagu yang di telinganya terdengar begitu merdu sambil mendekap kepalan tangan di bawah dagu. Setelah itu ia menghembuskan napasnya optimis.

PIM-PIM DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang