Mibel yang hendak memasuki kamarnya seketika berhenti di ambang pintu saat melihat keberadaan sahabatnya kini di depan mata.
"Prim?"
Ia tampak begitu kaget saat mendapati Prim sedang berdiri membelakanginya, di kamar aslinya.
Yang dipanggil justru tidak menoleh. Entah karena tidak mendengar atau karena terlalu menghayati lagu Nanon yang tengah mengudara, Prim diam membeku menatap lurus ke poster yang terpampang gagah di depannya.
Mibel tersenyum tipis.
"Iya. Gue adalah fans Nanon. GARIS KERAS." ucapnya lantang dari belakang Prim. "Gue punya dua kamar privasi. Satu nuansa K-Poper, dan satu lagi nuansa Thai-enthu."
Mendengar itu, Prim seketika teringat dengan perkataan Zara kalau Mibel adalah Thai-enthu, tepatnya adalah seorang fans Nanon, seperti dirinya. Benar, yang Zara dengar kemarin adalah lagu Nanon, lagu yang sedang terputar di kamar Mibel sekarang. Zara benar, Zara tidak salah.
Dan ternyata, Flashdisk yang Mibel sembunyikan di kamar sebelah tadi ternyata bukanlah milik sepupunya, melainkan miliknya sendiri. Prim sadar. Ia sudah mengerti.
"Sekarang lo tau 'kan, sapa gue sebenarnya. Gue bukan K-Poper, gue bukan Army garis keras. Tapi, Gue fans Nanon. In the hard line." Ucap Mibel dengan senyuman miringnya.
Prim mebalikkan badannya dan menatap Mibel yang tengah tersenyum miring ke arahnya.
"Mibel, gue ga marah kok kalo misalkan lo punya bias yang sama kaya gue, malah gue senangg. Tapi, kenapa lo ga pernah ngasitau gue? Gue kan sahabat lo, Bel," ucap Prim pelan. Tersirat nada kekecewaan di sana.
"Kita bukan sahabat," Mibel menatap Prim lurus. "Kita saingan."
"Maksudnya?" tanya Prim tidak mengerti.
"Lo pikir cuman lo aja yang mau sekolah di GMMTV High School?' Mibel membuang pandangannya ke arah lain, "Gue juga! Gue juga pengen satu sekolahan bareng bias gue!"
Prim seketika terkekeh tak habis pikir. "Mibel, gue gak pernah mempermasalahkan semua hal yang lo ucapin itu, Bel! Pertanyaan gue cuma satu, kenapa lo ga pernah jujur ke gue tentang ini? Hah?"
"Sejujurnya, gue ga pernah anggap lo sahabat. Gue adalah musuh lo, berkedok sahabat. Hahahah," Mibel tertawa puas.
"Kenapa? Kenapa lo lakuin itu??"
"Karna gue iri sama lo! Lo pinter, lo bisa bahasa Thailand, lo mandiri, dan lo ikut tes demi bisa ketemu sama Nanon!!!" Mibel mulai membentak.
Prim memandang Mibel tak percaya. Ia tersenyum sumbang. Matanya berkaca-kaca hendak menangis.
"Tega banget lo, Bel. Lo tau ga, lo gak pantes iri sama gue. Malah harusnya gue yang iri ngeliat lo. Lo punya segalanya, lo orang berada, lo bisa ngedapetin apapun yang lo inginkan. Gue gapernah sekali pun nganggap lo sebagai musuh atau saingan, lo sahabat gue, Bel!"
Prim mengeraskan suaranya. Napasnya semakin kencang dan dadanya bergerak naik-turun.
Mibel melipat kedua tangannya di depan dada. "Tujuan gue ga jujur ke lo dari awal adalah ini. Biar lo kaget, kalo gue sebenarnya ga pernah jadi sahabat lo. Dan kita liat aja, lo berhasil lulus atau enggak, lewat jalur bea siswa itu. Dasar Missqueen," Mibel tertawa mengejek.
Ejekan itu tanpa dikomando menyerbu ke telinga Prim dan melesat cepat menusuk lubuk hatinya. Sesungguhnya selama ini ternyata ia tak pernah memiliki seorang sahabat. Bahkan orang yang membencinya sekalipun tak pernah ia dengar mengucapkan hinaan semenyakitkan itu.
Benar saja, seperti yang diharapkan Mibel, Prim benar-benar kaget bukan kepalang melihat sifat asli sahabatnya itu. Bukan, mungkin bukan lagi sahabatnya. Mibel bukan sahabat Prim. Kenyataan baru ini sungguh menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PIM-PIM DREAM
FanfictionBertemu dengan idola adalah impian yang diidam-idamkan setiap fan girl. Bisa ikut fan meet, saling menyapa dengan idola dan bersama memasang pose di depan kamera untuk kenang-kenangan. Namun, dalam hidup selalu ada perbedaan, termasuk hal bertemu de...