Musik yang mengalun kala itu seperti tak bisa mengangkat penat yang seolah bertumpuk di pundaknya. Terbukti dari puntung-puntung rokok yang habis terbakar didalam asbak kecil diatas meja, belum lagi satu batang utuh yang masih ia hisap di tangannya.
Menyedihkan, pikirnya. Sendirian dengan beberapa batang rokok dan sebotol minuman beralkohol, memasang raut datar serupa orang putus asa. Oh atau memang putus asa.
"Udah berapa batang?" Sebuah suara datang dari arah belakang. Sosok pemuda dengan surai pirang muncul dihadapannya.
"Oh udah dua bungkus ternyata" Ujarnya ketika matanya menangkap satu bungkus rokok yang telah kosong dan satu bungkus lagi yang sudah terbuka.
"Lo mau mati muda apa gimana sih?" Si surai pirang nampak jengah melihat perangai pemuda dihadapannya yang selalu seperti ini.
Sementara yang dibicarakan hanya terkekeh, lebih tepatnya mendengus."Chill, sir, ini cuman rokok gak bakal ngebunuh gue"
"Yaudah, sekalian aja lo isep semuanya sampe paru-paru lo sobek kalo perlu" Si surai pirang semakin jengah. Tawa terlepas dari pemuda lainnya, namun ditelinga yang mendengar, tawa itu terdengar hambar. Nyaris tak bernyawa.
"Kali ini kenapa?" Tanya si pirang, seolah tau apa yang selalu mengganggu pikiran pemuda didepannya ini.
Yang ditanya menghela nafas panjang. Ia menghisap lintingan nikotin ditangannya yang hampir habis oleh angin, menghembuskan asapnya ke langit-langit sebelum kemudian mematikan rokoknya ke asbak.
"Gue ketemu mereka" Ucapnya. Punggungnya kembali disentuhkan ke sandaran sofa disana.
"Maksud lo... mereka yang nemuin lo---"
"Nope, gue yang dateng nemuin mereka"
"Gue gak ngerti?" Jelas sekali raut kebingungan dari pemuda bersurai pirang. Sementara pemuda lainnya hanya mengedikan bahunya.
"Gue cuman dateng buat ngambil beberapa barang gue, gue kira mereka gak ada atau pergi tapi ternyata mereka berdua ada di rumah"
"Mereka gak ngomong apa-apa?" Pemuda dihadapannya menggeleng.
"Sejak kapan sih mereka notis keberadaan gue? Mereka kan selalu gitu, gak pernah meduliin gue. Kayaknya buat mikirin gue barang sedetik aja mereka gak pernah"
Pemuda itu kembali terkekeh hambar. Tangannya mengambil sebatang rokok yang baru, menyelipkannya diantara bibir untuk kemudian ia sulut dengan pemantik miliknya."Yeosang, I'm tired, and I'm fucking sick of this. Harus berapa kali gue dibuang? Gak di inginkan? Harus gimana lagi supaya gue keliatan layak buat mereka? Buat semua orang? Yang pertama orangtua gue, dan sekarang cinta pertama gue"
Yeosang menatap pemuda dihadapannya yang kini meremas helaian hitamnya seolah menyalurkan frustasi yang tengah di rasakan.
"Wooyoung, maksud lo... Yiren?" Yeosang bertanya hati-hati.
"Ya, dia. The one that I thought can save me, satu-satunya harapan gue ternyata sama aja, dia ngebuang gue"
"Apa yang dia lakuin sama lo?"
Wooyoung menggeleng, tidak ingin mengingat bagaimana seseorang yang ia pikir dapat menjadi harapannya kini pergi, meninggalkan dirinya dan perasaan tak di inginkan ini bersamanya.
Yeosang mengerti, maka ia hanya akan diam, berharap suasana hati pemuda yang kini tengah menghisap rokoknya membaik."Mungkin... Gue emang ditakdirin kayak gini, selalu dibuang dan gak pernah di inginkan"
Wooyoung kembali terkekeh, seolah menertawakan hidupnya.Yeosang menghela nafas, matanya menatap ke arah asbak yang hampir terisi penuh dan pemuda yang masih menghisap lintingan nikotin ditangannya itu bergantian. Perasaan yang tidak dapat ia jelaskan itu kembali bergelung di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄 𝐒 𝐂 𝐀 𝐏 𝐈 𝐒 𝐌 || woosan!au
Fanfictiones·cap·ism /əˈskāpˌizəm/ (noun) the tendency to seek distraction and relief from unpleasant realities, especially by seeking entertainment or engaging in fantasy. ↗bxb ↗top!San ↗bot!Wooyoung