Jung Wooyoung.
Pemuda kecil yang tengah berdiri didepan sana, dengan senyum secerah matahari pagi itu bernama Jung Wooyoung.
Rambut hitam yang ditata rapi juga sweater merah yang membalut kemeja putihnya membuat si mungil terlihat semakin tampan.
Terbukti dari beberapa mahasiswi yang menatapnya dengan tatapan memuja yang kentara. Tak sedikit juga mahasiswa yang diam-diam mencuri pandang kearah pemuda didepan sana.Jelas sudah, Jung Wooyoung adalah seorang primadona.
"Baiklah, mulai hari ini dan mungkin kedepannya kegiatan perkuliahan mata kuliah Profesor Kang akan dipegang oleh saya, jadi dimohon untuk kerja samanya ya rekan-rekan sekalian"
Ujar si pemuda mungil. Senyum tak pernah luntur dari wajah manisnya, seolah meluluhkan tensi yang sempat menegang di ruangan tersebut.Dan tidak dipungkiri bahwa senyuman itu membuat sesuatu dalam diri San tertarik. Katakan saja begitu, sebab mata tajam si pemuda Choi tidak pernah terlepas dari senyuman serta paras manis itu, sekeras apapun ia mencoba untuk tidak menatapnya.
Perkuliahan pun dimulai, pembawaan si manis yang tidak kaku membuat suasana pada saat itu terasa santai namun tidak lepas dari khidmat kegiatan perkuliahan pada umumnya.
Dan untuk pertama kalinya, San tidak pernah merasa sangat bersemangat seperti sekarang. Terlalu berlebihan mungkin, namun itu yang dirasakan olehnya saat ini.Mata kuliah selesai tepat ketika jarum jam menunjuk angka 9.30, beberapa mahasiswa mulai merapihkan barang bawaan mereka dan bersiap ke kelas selanjutnya. Ada juga beberapa yang langsung menghampiri asisten dosen mereka yang tampan.
"Kak--maksud saya pak Jung, boleh minta waktunya sebentar?" Ucap salah satu mahasiswi, diikuti dua mahasiswi lain dibelakangnya.
"Boleh, silakan. Ada apa?"
"Begini pak, tadi saya kurang mengerti tentang argumentative writing yang bapak jelaskan barusan, mungkin bapak bisa kasih saya extra course untuk materi ini?"
"Saya juga pak,"
"iya, saya juga pak"
Wooyoung tersenyum simpul, tiga mahasisiwi didepannya menatap dengan mata penuh pengharapan.
"Eum... Maaf sekali, bukannya saya tidak mau tapi, jadwal saya mungkin penuh, saya takut tidak bisa memberi extra course untuk kalian"
Ujar pemuda Jung selembut mungkin. Jelas sekali ada sepercik kekecewaan dimata mereka, entah karena sang asisten dosen tidak bisa memberi jam tambahan untuk mereka, atau karena alasan lain.
Sementara itu, San yang sedari tadi masih berada dikursinya itu memperhatikan interaksi si pemuda mungil dengan mahasiswi yang masih menunjukan raut murung.
"Kalo gitu boleh minta id line aja pak? Bapak pakai line kan?" Ujar salah satu mahasiswi disana, sembari mengeluarkan ponselnya.
"Maaf, saya tidak pakai line" Jung Wooyoung memberi senyuman simpul.
"Kalo nomor ponsel pak? Supaya lebih gampang memberi informasi tentang extra course-nya pak"
Wooyoung tersenyum kecil, mahasiswi di depannya ini cukup gigih ternyata."Kalau ada apa-apa atau informasi tentang extra course saya akan kasih tau lewat email kok, kalian sudah tau kan email saya?"
"Tapi pak, kan lebih gampang kalo lewat pesan singkat pak"
Ketiga mahasiswi itu semakin gencar untuk mendapatkan nomor ponsel si pemuda Jung, yang diminta kembali menyunggingkan senyum simpul.
"Saya akan kasih tau lewat email saja ya" Ucapnya mutlak, membungkam ketiga mahasiswi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄 𝐒 𝐂 𝐀 𝐏 𝐈 𝐒 𝐌 || woosan!au
Fanfices·cap·ism /əˈskāpˌizəm/ (noun) the tendency to seek distraction and relief from unpleasant realities, especially by seeking entertainment or engaging in fantasy. ↗bxb ↗top!San ↗bot!Wooyoung