Part 19

40 4 0
                                    

Pagi Senin yang membuat semua nya kacau. Hari ini Daffa bangun telat, untung saja dia tak memberikan janji untuk berangkat bersama Keira. Dengan pontang-panting dan baju yang berantakan, Daffa berlari ke luar kamar nya. Menuruni tangga dengan tergesa-gesa.

15 menit lagi pagar sekolah akan di tutup. Sedangkan jarak rumah nya ke sekolah membutuhkan waktu setidaknya 25 menit.

"Bun, kok gak bangunin Daffa sih?" Tanya nya sambil memasang kaus kaki nya.

"Udah bunda bangunin, kamu nya aja yang gak mau bangun. Ya udah bunda biarin." Jawab Rara acuh.

Membuat Daffa mendengus. Sambil tergesa-gesa, ia memasang sepatu nya.

"Sarapan dulu gak?" Tanya Rara.

Ia terdiam, berfikir sarapan atau gak. Sampai ketukan spatula di kening nya membuat nya kaget.

"Sakit, Bun. Astagfirullahh al'azim, perlakuan kejam." Ringisnya sambil memegang jidat nya yang pedih.

"Jangan kebanyakan mikir! Waktu kamu tinggal 8 menit lagi!" Ujar Rara dan mencubit lengan Daffa.

"Aihhh, bunda! Sakit huaaaa."

Rara mencibir geli melihat tingkah Daffa.

'Lagian kalo telat bodo amat lah, paling di hukum biasa. Bisa lari juga dari hukuman. Mending sarapan isi perut.' ujar nya dalam hati.

Ia duduk di kursi meja makan dan mengambil sepiring nasi goreng. Lalu melahap nya.

"Punya anak gini amat ya Allah." Rara istighfar sambil mengelus dada nya.

"Bunda kenapa elus-elus dada? Sakit dada nya abis di urut ayah tadi malam ya?" Tanya nya dan memasukkan sesendok nasi goreng ke mulut nya.

Tuk

"Dua kali, dua kali bunda sakiti jidat ini." Ia mendengus sambil berirama mengucapkan nya.

"Ngomong sembarangan aja ya!" Rara berkacak pinggang.

"Kan gak sembarangan." Ia meraih gelas berisi air dan meminum nya. "Emang kenyataan kan bunda sama ayah tadi malam buat lagi?" Tanya Daffa dengan nada menggoda.

"Daffa!" Kesal Rara. Ia malu setengah mati, apakah terdengar lagi?

"Apa, bunda? Jangan bilang bunda mau coba sama Daffa?!" Tuduh nya.

Kali ini bukan hanya ketukan spatula di jidat nya. Tapi juga lengan, punggung, cubitan keras, bahkan sampai jeweran yang membuat telinga Daffa panas dan ingin copot saat itu.

"Astagfirullahh al'azim, bunda. Kenapa Daffa di siksa?!" Pekik nya.

"Kamu ya, sama bunda sendiri gak ada sopan nya! Rasain nih, nih, nih!" Ujar nya dengan terus memukul anak sulung nya itu.

"Sakit, bunda! Kaduin ayah nih!" Ancam Daffa.

Rara berhenti dan berkacak pinggang. "Kaduin aja! Ayah kamu gak akan berani sama bunda!" Rara mendengus.

"Iya juga, ya. Sshhh ayah kan takut sama bunda, aw." Ia sedikit meringis memegang lengan dan punggung nya ya sakit.

"Terserah kamu lah!" Ketus Rara dan berjalan mendekati dapur.

Diikuti Daffa di belakang nya. Daffa berdiri di samping Rara sambil bergelayut manja di lengan Rara.

"Ngapain kamu kayak gitu?!" Rara menepis kasar tangan anak nya.

"Ish, bunda mah kasar. Aku kaduin nenek nanti loh!"

"Nyenyenyenye."

"Ketika wanita kalah berdebat dengan pria maka kata 'nyenyenye' adalah jalan ninja mereka." Ujar Daffa.

ME N U (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang